MAHKOTA DEWA

MAHKOTA DEWA
Inilah gambar dari Mahkota Dewa... Tanaman ini dipercaya banyak menyembuhkan penyakit... Nach... Apakah ada di antara teman-teman yang memilik data tentang pertumbuhannya? Adakah model matematika yang bisa kita kembangkan dari data-data itu? ... Kalau pun tidak... apakah mungkin kita bisa belajar matematika daripadanya?

Sabtu, 18 April 2009

BELAJAR DARI KESUKSESAN SMP 8 YOGYAKARTA DALAM MENGIKUTI OSN

Dalam waktu dekat, mungkin minggu depan, seleksi Olimpiade Sains Nasional (OSN), tingkat SMP/MTs akan segera dilakukan. Sesudah itu segera menyusul seleksi tingkat propinvi, dan terakhir seleksi tingkat nasional (biasanya bulan Agustus atau September).

Meskipun beberapa daerah telah menunjukkan kemajuan, masih banyak lagi daerah yang boleh dibilang "gagal". Masih ada peserta OSN dari daerah tertentu yang memperoleh sekor kurang dari 7 dari maksimal 70. OSN yang dimaksudkan untuk meningkatkan mutu ini tampaknya masih belum berhasil. Persebaran mutu pendidikan matematika di Indonesia masih memprihatinkan. Anak-anak yang seharusnya potensial (gifted and talented) masih belum mampu menunjukkan kinerja optimalnya. Ini tentu terkait erat dengan pembinaan bagi anak-anak gifted talented itu. Pembelajaran yang tidak membedakan antara anak potensial ini dengan anak-anak pada umumnya, bahkan dengan anak yang berkesulitan belajar, tentu tidak akan mungkin membantu anak potensial ini tumbuh berkembang secara optimal.

Mungkin ada baiknya teman-teman menengok bagaimana pembinaan anak-anak gifted and talented ini di SMP 8 Yogyakarta. Berdasarkan pengamatan penulis, prestasi anak SMP 8 Yogyakarta sangat luar biasa. Setiap tahun selalu saja ada yang memperoleh medali. Meskipun belum memperoleh juara I tingkat nasional, tetapi cukup banyak anak yang berprestasi dari SMP 8 ini. Karena itu, kita bisa belajar dari pembinaan di sana.

Penulis sempat meminta Pak Wiworo untuk berbagi dengan kita bagaimana membina anak-anak SMP 8 Yogyakarta. Ternyata beliau memberikan kepaga penulis beberapa artikel yang sudah pernah dimuat di Jurnal Mahkota Matematika Universitas Negeri Malang.

Tulisan itu memang dibuat pada tahun 2006. Akan tetapi, menurut penulis, esensinya sangat penting untuk kita petik hikmahnya. Dari membaca tulisan tersebut, kita bisa belajar bagaimana membina anak didik kita agar mampu memiliki semangat juang yang tinggi, sukses, tetapi tetap rendah hati.

Nach.. tulisan beliau saya sajikan di dalam blog ini. Kalau ada di antara teman-teman yang berkenan untuk mempelajarinya, penulis mempersilahkan teman-teman untuk mengunduhnya di sini. Semoga bermanfaat.

Salam

Jumat, 17 April 2009

JAWABAN SOAL NO 5 OSN HARI 2 OSN SMP NAS 2008

Soal No 5 yang dikeluarkan pada hari II OSN tingkat nasional tahun 2008 adalah soal tentang geometri ruang. Banyak sekali peserta OSN yang kesulitan dengan soal ini.

Umumnya, para peserta kesulitan menggambarkan bentuk perpotongan dari bidang dengan bangun dimensi 3-nya.

Salah satu cara yang perlu dilakukan anak adalah memotong benda-benda kongkrit dan melihat bentuk perpotongannya. Mungkin bisa menggunakan tahu, terasi, atau "malam", anak akan lebih terbantu mengetahuinya.

Nach.. penulis mencoba menyajikan salah satu cara menjawab masalah tersebut di dalam blog ini. Kalau teman-teman ada yang berkenan membacanya, penulis mempersilahkan untuk mengunduhnya di sini.

Semoga bermanfaat.

Salam

Minggu, 12 April 2009

MODEL PEMBELAJARAN SPL2V BERACUAN KONSTRUKTIVE & MENGGUNAKAN SOFTWARE MICROSOFT MATH

Masih ingatkah bagaimana biasanya kita membelajarkan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPL2V)?

Ketika membelajarkan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPL2V), langkah-langkah pembelajaran yang biasanya dilakukan oleh penulis dan mungkin guru yang lain pada umumnya adalah:
(1) menjelaskan secara klasikal langkah-langkah menjalankan suatu metode penyelesaian soal SPL2V,
(2) memberikan contoh penerapan langkah tersebut, dan
(3) memberikan soal-soal latihan.

Ini wajar dilakukan karena kita terbiasa dengan model pembelajaran yang berhulu kepada paradigma behavioris.

Sebagai orang yang juga belajar tentang paradigma kognitivis dan konstruktivis, serta melihat kenyataan betapa banyak siswa yang tetap gagal memahami SPL2V serta materi matematika lainnya kendatipun mereka telah dilatih dengan banyak soal dan dalam waktu yang lama, penulis tertantang untuk mencari model pembelajaran yang lain.

Beberapa waktu terakhir ini, penulis memperoleh suatu software dari mengunduh di dunia maya, yaitu Microsoft Math. Dengan software ini, anak bisa dengan mudahnya menentukan penyelesaian dari persamaan satu variabel, sistem persamaan dua variabel, dan bahkan sampai sistem persamaan enam variabel. Khusus untuk sistem persamaan linear dua variabel (SPL2V), penggunaan metode eliminasi, substitusi, dan matriks dengan gamblang diuraikan di dalam penyelesaian yang menggunakan software ini.

Sungguh sayang kalau software ini hanya digunakan sebagai alat saja. Akan lebih baik kalau software ini juga digunakan untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan berpikir matematis siswa. Karena itu, penulis mencoba mengusulkan suatu model pembelajaran SPL2V yang beracuan konstruktivis dan memanfaatkan software Microsoft Math.

Nach...

Penulis sempat membuat tulisan sederhana tentang usulan model pembelajaran yang dimaksud di atas. Kalau ada di antara teman-teman yang ingin membaca tulisan tersebut, silahkan tulisan tersebut diunduh di sini. Silahkan dikaji, diujicobakan, dan diperbaiki. Kalau berkenan, penulis ingin agar teman-teman sekalian menyampaikan hasil ujicobanya kepada penulis atau kepada seluruh khalayak di blog ini.

Semoga bermanfaat.

Amin

Jumat, 10 April 2009

MEMIMPIKAN SEKOLAH SEBAGAI SUMBER ILMU PENGETAHUAN

Sekolah merupakan tempat anak menempa diri, menggali potensi, belajar menguasai ilmu pengetahuan. Sekolah adalah pusat ilmu pengetahuan. Tetapi, apakah memang seperti itu yang terjadi?

Kalau kita lihat kenyataan, apa yang penulis sampaikan di atas boleh dibilang hanya mimpi belaka. Sekolah jauh dari sosok “sumber ilmu pengetahuan”. Hampir setiap ruang, lorong, dan ruang terbuka di sekolah tidak mencerminkan bahwa sekolah adalah sumber ilmu pengetahuan. Dinding-dinding sekolah hanya dicat dengan warna tertentu, kosong dari coretan, gambar yang memberikan inspirasi tentang ilmu pengetahuan. Andaikata ada tulisan, yang ditulis hanyalah slogan-slogan dan pepatah saja.

Penulis memimpikan adanya sekolah yang memberikan kesempatan sehingga setiap mata siswa memandang di situlah siswa bisa membaca dan belajar ilmu pengetahuan. Penulis membayangkan setiap jengkal dinding diisi dengan beragam tulisan atau lukisan antara lain: rumus-rumus, ilustrasi, deskripsi ilmuwan, imajinasi, dan lain-lain. Karena itu, begitu orang masuk ke sekolah, suasana pusat ilmu sangat kental terasa. Masuk ke sekolah harus memberikan kesan khusus, bahwa inilah tempatnya ilmu pengetahuan dibina dan dikembangkan.

Tentu saja, selain itu masih banyak lagi yang harus tampak. Yang paling menonjol adalah pembelajaran harus lebih mendorong aktivitas siswa bekerja, mengamati, merefleksi, dan memprediksikan kemungkinan ke depan perlu terwujud juga dalam keseharian. Di sekolah, tampak sekali aktivitas orang-orang yang bertekun-tekun mencari, menganalisis, dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

Dengan itu semua, penulis membayangkan betapa siswa akan terbantu memahami, atau sekedar menghafalkan hal-hal penting dalam ilmu pengetahuan. Bahkan, mungkin saja akan tumbuh suatu imajinasi bagaimana mengembangkan ilmu pengetahuan. Bukankah Bill Gates mengatakan bahwa yang paling penting dalam pendidikan saat ini adalah membantu anak memiliki imajinasi sains.

Semoga ada kepala sekolah yang mau memiliki mimpi serupa. Kepala Sekolah lah penentu utama kemajuan sekolah. Kepala Sekolahnya "loyo", tidak ada kemajuan di sekolah itu. Tetapi, kalau kepala sekolahnya energik, tidak mudah puas, selalu ingin berkembang, maju pulalah sekolah itu.

Kalau masalah 'kesan kumuh' yang seringkali dikeluhkan, bukankah sekarang ini kita bisa membuatnya seperti banner yang digunakan oleh para calon legislatif. Bukankah banner demikian cukup awet dan tahan lama. Nach...buat saja banner-banner tentang ilmu pengetahuan yang indah, ganti secara periodik. Semoga kesan kumuh bisa dieliminir. Siapa mau coba?

Semoga bermanfaat.

Kamis, 09 April 2009

JARI JARI LINGKARAN LUAR SUATU SEGITIGA

Kalau pada tulisan sebelumnya penulis menyajikan cara menghitung jari-jari lingkaran dalam suatu segitiga, maka dalam kesempatan ini penulis akan menyajikan cara menghitung jari-jari lingkaran luar suatu segitiga.

Seperti sebelumnya, inspirasi penulisan ini berasal dari kegiatan penulis mereviu buku teks pembelajaran matematika untuk kelas SBI yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan SLTP. Di dalam buku teks tersebut hanya disajikan cara-cara melukis lingkaran luar suatu segitiga. Buku itu tidak memuat sama sekali cara-cara menghitung panjang jari-jari lingkaran luar suatu segitiga.

Sementara itu, di kelas yang reguler, yakni kelas yang menggunakan bahasa Indonesia, guru tidak hanya menyajikan cara melukisnya. Beberapa soal yang terkait dengan pelukisan lingkaran luar ini juga disajikan. Salah satu jenis soal yang dimuat adalah soal yang menuntut siswa menghitung panjang jari-jari lingkaran luar.

Karena itu, sungguh kasihan siswa bila mereka tidak mengenal itu. Bisa jadi, mereka akan dilecehkan oleh siswa yang lain karena tidak mempelajari hal-hal yang biasa dipelajari di kelas standar. Ini bisa merusak kepercayaan diri siswa kelas SBI.

Mengingat mereka adalah siswa-siswa pilihan, penulis mencoba berbagi dengan teman-teman, terutama teman-teman guru yang mengajar di SBI, bagaimana cara menemukan rumus untuk menghitung panjang jari-jari lingkaran luar. Silahkan diunduh di sini. Semoga bermanfaat.

Salam

Rabu, 08 April 2009

JARI JARI LINGKARAN DALAM SUATU SEGITIGA

Beberapa waktu yang lalu penulis diminta mereviu buku teks Matematika dari Direktorat Pembinaan SLTP. Buku itu adalah buku yang akan digunakan untuk sekolah-sekolah yang termasuk dalam kelompok Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).

Penulis tertarik pada salah satu pasal, kalau tidak salah pasal 6.6., yaitu pasal tentang lingkaran dalam suatu segitiga. Di buku itu, dijabarkan langkah-langkah yang diperlukan untuk melukiskan lingkaran dalam segitiga. Tugas-tugas yang diberikan pun lebih banyak hanya melukis lingkaran dalam segitiga. Hampir tidak ada satu soal pun yang menanyakan panjang jari-jari lingkaran dalam suatu segitiga. Kalau pun ada, soal yang diberikan pun hanya berbunyi "dapatkah kalian menemukan panjang jari-jari lingkaran dalam suatu segitiga?' Sementara itu, di kelas-kelas yang reguler, penulis melihat banyak guru yang menindaklanjuti dengan mencari panjang jari-jari lingkaran dalamnya.

Kondisi ini menantang penulis untuk berbagi dengan teman-teman, terutama teman-teman yang mengajar di kelas-kelas SBI, agar tidak lupa juga mengajarkan hal ini. Toch mereka memiliki waktu yang lebih banyak, dan muridnya pun cenderung pilihan.

Penulis sempat menuliskan bagaimana cara mencari jari-jari lingkaran dalam suatu segitiga. Kalau teman-teman berkenan membaca, silahkan unduh tulisan berikut di sini dan semoga bermanfaat.

Salam

Selasa, 07 April 2009

RPP ERA SERTIFIKASI GURU

Beberapa hari yang lalu saya diberi tahu teman bahwa para guru banyak yang gelisah tentang RPP. Banyak di antara mereka yang menyatakan bahwa RPP tidak bisa dibuat biasa. Kalau ingin lulus sertifikasi, RPP harus disesuaikan dengan apa yang disyaratkan dalam sertifikasi guru.

Penulis kaget mendengarkan pernyataan itu. Meskipun penulis juga seorang dosen, tetapi selama ini penulis tidak terlibat dalam mensertifikasi guru. Penyebabnya adalah penulis sedang mengikuti kuliah. Tapi penulis juga senang dengan kondisi itu. Penulis tidak ikut terlibat dalam menentukan kelulusan atau ketidaklulusan guru yang disertifikasi. Apalagi melihat kenyataan banyak sekali kasus yang tidak baik dalam sertifikasi ini. Penulis tidak mau menyebutkan dalam forum ini.

Kakagetan penulis itu ditindaklanjuti dengan mewawancarai beberapa teman dosen tentang penilaian dalam sertifikasi. Teman-teman dosen ternyata tertawa mendengar pernyataan penulis. Mereka mengatakan bahwa teman-teman guru itu terlalu "ketakutan" dan ketakutannya tidak pada tempatnya.

Teman-teman mengatakan bahwa kontribusi RPP dalam nilai untuk sertifikasi guru hanya 40. Umumnya, teman-teman sudah bisa mendapatkan sekitar 25 poin, karena ada beberapa unsur yang dengan sendirinya sudah jelas tampak dalam RPP yang biasa dituliskan teman-teman. Mereka mengatakan, tidak seharusnya teman-teman ketakutan dengan masalah RPP ini.

Langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah melihat panduan penilaian portofolio sertifikasi guru. Dari buku 3 yang penulis dapatkan, ternyata memang hanya kecil sekali kontribusi RPP itu. Pemerintah tampaknya memiliki pandangan "ke depan guru harus lebih baik". Karena itu, upaya peningkatan profesionalisme guru memperoleh penilaian yang lebih besar daripada sekedar RPP.

Mungkin teman-teman sudah mengetahui semua panduan penilaian sertifikasi guru itu. Namun, andaikata teman-teman tidak mengetahuinya, berikut penulis buatkan sebuah power point sederhana tentang rubrik penilaian portofolio guru. Penulis mempersilahkan teman-teman mengunduh power point tersebut di sini. Semoga bermanfaat.

Salam

Rabu, 01 April 2009

SOAL OPEN ENDED

Beberapa hari yang lalu, di dalam kegiatan pelatihan bagi guru-guru SD di Surabaya, penulis memberikan soal sebagai berikut:

"Perhatikan lima bilangan berikut: 15, 20,23, 25, dan 27. Salah satu dari bilangan tersebut tidak cocok untuk dikumpulkan dengan yang lain. Bilangan berapakah yang dimaksudkan?"

Jawaban dari teman-teman guru ternyata cukup banyak.

1. Bilangan yang dimaksud adalah 15, karena bilangan yang lain memiliki angka puluhan 2, sedang 15 memiliki angka pilihan bukan 2.

2. Bilangan tersebut adalah 20, karena yang lain adalah bilangan ganjil, sementara 20 adalah bukan bilangan ganjil.

3. Bilangan yang tidak pantas masuk ke dalam kelompok tersebut adalah 23, karena bilangan yang lain bukan bilangan prima.

4. Bilangan yang dimaksud adalah 25, karena 25 adalah bilangan kuadrat, sementara yang lain bukan bilangan kuadrat.

5. Bilangan tersebut adalah 27, karena 27 adalah bilangan pangkat 3 sedang yang lain bukan.

Tentu saja semua jawaban tersebut benar. Penulis memang berharap agar mereka mau dan mampu melakukan hal tersebut. Penulis mengharapkan agar mereka menggunakan proses berpikir analitis kritis, kreatif, dan evaluatif untuk menjawabnya. Ternyata mereka mau dan mampu melakukan pemikiran tingkat tinggi.

Menurut hemat penulis, penugasan semacam inilah yang membantu anak belajar berpikir melalui matematika. Dengan penugasan semacam ini, mereka, para siswa, tidak hanya belajar matematika. Mereka juga belajar berpikir dengan menggunakan matematika sebagai bahannya.

Penulis membayangkan bahwa dengan belajar seperti ini, pemikiran anak akan terus dipacu untuk tumbuh dan berkembang. Dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi semacam ini, penulis bisa berharap bahwa pada suatu saat, bangsa ini akan mencapai kemajuan dan berdiri sama tinggi dengan bangsa maju lainnya.

Penulis yakin bahwa kalau anak didik kita dibelajarkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, mereka akan lebih memiliki kemampuan bertahan hidup dan bahkan kemampuan mewarnai kehidupan. Mereka akan menjadi penerus generasi yang mengibarkan warisan budaya bangsa yang mempesona. Alangkah indah dan hebatnya mimpi ini.

Karena itu, menurut hemat penulis, sungguh sangat bijak sekali bila sekali waktu kita sebagai guru memberikan soal-soal open-ended (soal dengan banyak jawaban benar) di dalam pembelajaran yang dilakukan. Kita berikan kesempatan anak untuk memanfaatkan matematika yang dimilikinya untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi tersebut.

Tentu, kita perlu banyak bentuk soal seperti ini. Untuk itu, penulis mengharapkan agar salah satu bentuk kegiatan MGMP atau KKG adalah membuat soal open ended. Bukankah hal itu sangat mungkin?

Mari kita coba... semoga kita bisa berkontribusi untuk kemajuan bangsa dan negara.
Semoga bermanfaat.

Salam

MEMBAGI RUAS GARIS SAMA PANJANG

Membagi ruas garis menjadi dua sama panjang mungkin bukan merupakan pekerjaan mudah. Demikian pula dengan membagi ruas garis menjadi 4, 8, 16, 32, dll. Sepanjang masih merupakan kepangkatan dari 2, maka itu masih mudah dilakukan. Semuanya cukup dilakukan dengan mengandalkan kemampuan membagi ruas garis menjadi dua bagian sama panjang.

Akan tetapi, membagi suatu ruas garis menjadi 3 bagian sama panjang, merupakan hal yang selama ini sudah tidak kita pelajari. demikian pula dengan membagi suatu ruas garis menjadi 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, dll.

Apakah ada cara untuk itu?

Nach...

Penulis masih ingat suatu cara yang dapat digunakan untuk membagi suatu ruas garis menjadi n-bagian sama panjang. Cara ini menyandarkan pada penggunaan garis bantu yang sudah kita ketahui panjangnya, dan memanfaatkan prinsip kesejajaran.

Penulis sempat menguraikan secara singkat cara membagi suatu ruas garis menjadi n-bagian sama panjang di dalam sebuat tulisan singkat. Penulis juga menyajikan pemanfaatannya dalam pemecahan masalah tertentu.

Teman-teman tertarik untuk melihatnya?

Kalau teman-teman tertarik, silahkan diunduh di sini. Semoga bermanfaat.

Salam