MAHKOTA DEWA

MAHKOTA DEWA
Inilah gambar dari Mahkota Dewa... Tanaman ini dipercaya banyak menyembuhkan penyakit... Nach... Apakah ada di antara teman-teman yang memilik data tentang pertumbuhannya? Adakah model matematika yang bisa kita kembangkan dari data-data itu? ... Kalau pun tidak... apakah mungkin kita bisa belajar matematika daripadanya?

Senin, 13 Juli 2009

MEMBELAJARKAN SISTEM PERSAMAAN LINIER

Pembelajaran matematika banyak sekali dilakukan secara deduktif. Pembelajar (Guru) memulai proses pembelajaran dengan menjelaskan definisi, memberikan beberapa contoh, dan diakhiri dengan latihan. Karakteristik matematika yang deduktif sering dijadikan kambing hitam bahwa pembelajaran matematika juga harus deduktif.

Pendidikan Matematika bukanlah Matematika. Pendidikan Matematika adalah ilmu sosial, bukan ilmu "eksakta". Karenanya, pendidikan matematika, sebaiknya juga dilakukan mengikuti kaidah ilmu sosial (dalam hal ini Psychology, Teknologi Pembelajaran, dll). Pembelajaran matematika juga bisa dilakukan dengan pendekatan induktif.

Terkait dengan pandangan di atas, saat ini, guru dituntut untuk melakukan inovasi. Pembelajaran matematika hendaknya tidak lagi mengikuti pola definisi, contoh, dan latihan tersebut.

Sehubungan dengan itu, kemarin sebelum berangkat ke Tuban dalam rangka supervisi pelaksanaan kegiatan pendampingan, penulis sempat menuliskan dalam power point suatu ide pembelajaran matematika, tepatnya ide pembelajaran sistem persamaan linier. Di dalam ide ini, pembelajaran dimulai dengan memberikan masalah dan para pebelajar (siswa) diberi kesempatan untuk memecahkannya secara individual, tanpa penjelasan teorinya terlebih dahulu. Artinya, mereka dituntut untuk menyelesaikan masalah itu berdasarkan pemikiran orisinil mereka.

Selanjutnya, pembelajar meminta pebelajar berbagi ide pemecahan masalah tersebut kepada pasangan, kelompok kecil dan diakhiri dengan berbagi ke kelompok lain dengan mengikuti model sharing ... leave and ... stay. Hal ini dimaksudkan agar terjadi proses komunikasi matematika antar siswa dan memperoleh ide-ide yang di luar bayangan mereka (bukankah dengan begini pemahaman mereka akan lebih mantap). Menurut hemat penulis, mengkomunikasikan ide mendorong siswa untuk melakukan refleksi terhadap apa yang telah dipelajarinya, menata ulang struktur kognitifnya atau skematanya.

Pada pertemuan berikutnya, pembelajar bisa memberikan bacaan yang meminta siswa belajar sendiri metode-metode pemecahan masalah (substitusi, eliminasi, atau bahkan matriks). Pembelajar aktif mendampingi belajar siswa, bukan menjelaskannya. Pembelajar hanya membetikan petunjuk singkat atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong pebelajar berpikir lebih dalam.

Berdasarkan pemahaman mereka tentang macam-macam metode tersebut, pebelajar selanjutnya bisa diminta untuk bekerja dalam kelompok mengklasifikasi, dan mengkonfirmasi pemahamannya secara klasikal. Pembelajaran diakhiri dengan meminta pebelajar melakukan refleksi dan menuliskan hasil refleksinya di buku mereka masing-masing.

Yang jelas, penulis belum sempat mempraktikkan ide ini di kelas nyata. Namun demikian, ide yang telah penulis sampaikan ini berbeda dengan apa yang kebanyakan kita lakukan. Penulis menganjurkan kepada teman-teman untuk mencobakannya di kelas masing-masing. Penulis juga akan mencobakannya.

Teman-teman sekalian,

Manusia adalah tempatnya dosa dan salah. Karenanya, segala tindakan inovasi yang kita lakukan, pasti akan ada kekurangan di sana-sini. Kita tidak boleh takut melakukan kesalahan. Kesalahan itu sudah pasti. TAKUT SALAH hanya akan menyebabkan kita tidak pernah melakukan inovasi dan tidak mengalami kemajuan. Tanpa inovasi, kita hanya mengulangi kesalahan yang sama saja, dan stagnant. Bukankah itu sama saja dengan melecehkan Tuhan. Bukankah itu berarti bahwa kita tidak pernah BERTAUBAT, padahal salah dan dosa sudah pasti.

Menurut hemat penulis, kita harus berani mencobakan sesuatu yang baru. Tidak mengapa kita melakukan kesalahan, karena yang paling penting sesudahnya adalah pelajaran apa yang bisa kita petik dari praktik yang telah kita lakukan itu. LET'S DO NEW MISTAKES, AND DO NOT REPEAT THE SAME MISTAKES.

Karena itu, penulis sangat berharap agar teman-teman mau menerapkan ide ini. Silahkan sesuaikan dengan kondisi kelas masing-masing, memberikan tambahan di sana sini, dan kalau bisa memberikan masukan kepada penulis bagaimana bentuk pembelajaran yang paling berhasil.

Nach...

Itulah saja yang bisa penulis bagikan hari ini. Semoga bermanfaat dan memberikan inspirasi demi kemajuan bangsa.

Oh ya.. berikut file tentang ide pembelajaran yang penulis maksudkan. Silahkan diunduh di sini.

Rabu, 08 Juli 2009

MEMBELAJARKAN BILANGAN ETPF

Minggu kemarin, penulis terlibat dalam kegiatan Bimbingan Teknis bagi guru-guru Matematika yang mengajar di RSBI. Acara yang dilakukan oleh Direktorat Pembinaan SMP, Ditjen MANDIKDASMEN, DEPDIKNAS ini berlangsung di Puncak.

Sesuai dengan skenario, pada tahap awal penulis bersama tim pembina lainnya, meminta guru secara sukarela mempraktikkan pembelajaran matematika dengan bahasa Inggris di depan teman-temannya. Dengan asumsi bahwa mereka telah mengajar sedikitnya dua tahun, penulis yakin praktik ini akan berjalan lancar. Dalam kenyataannya, praktik pun berjalan lancar. Guru mampu menggunakan bahasa Inggris dengan cukup baik, penuh percaya diri, dan gaya menjelaskannya di depan kelas juga cukup baik.

Namun demikian, penulis melihat bahwa praktik pembelajaran yang dilakukan lebih banyak bersifat seperti pembelajaran tradisional. Guru lebih banyak berceramah atau memimpin tanya jawab di depan kelas. Guru lah yang lebih banyak memegang kendali terhadap belajar siswanya. Pembelajaran lebih bersifat teacher centered dan direct instruction.

Mengingat saat ini sudah bukan waktunya guru yang lebih aktif dalam membelajarkan anak, maka penulis memodelkan sebuah pembelajaran yang berbeda. Penulis mengenalkan suatu konsep baru dalam matematika, yang penulis sebut dengan ETPF, menggunakan pembelajaran konstruktivis. Dengan menyediakan contoh dan bukan contohnya, penulis meminta peserta menemukan dan mengkonstruksi sendiri definisi dari ETPF tersebut.

Hasilnya tampak luar biasa. Suasana kelas yang tadinya lemas, lesu, kurang bergairah, berubah menjadi riuh (meskipun tidak mengganggu kelas sebelah), aktif, asyik, dan menyenangkan. Semua peserta berusaha memahami konsep dengan baik.

Nach...

Ada yang tertarik untuk mengetahui model pembelajaran yang telah penulis lakukan? Kalau ya, silahkan diunduh karya penulis itu di sini. Semoga bermanfaat dan memberikan inspirasi bagi pembelajaran matematika yang lainnya.

Salam