MAHKOTA DEWA

MAHKOTA DEWA
Inilah gambar dari Mahkota Dewa... Tanaman ini dipercaya banyak menyembuhkan penyakit... Nach... Apakah ada di antara teman-teman yang memilik data tentang pertumbuhannya? Adakah model matematika yang bisa kita kembangkan dari data-data itu? ... Kalau pun tidak... apakah mungkin kita bisa belajar matematika daripadanya?

Jumat, 06 Maret 2009

COOPERATIVE LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Kemarin penulis memperoleh email dari teman di Kesamben. Beliau meminta dikirimi file tentang "Pembelajaran Matematika dengan Cooperative Learning", dan "Pembelajaran Matematika Inovatif". File tentang Pembelajaran Matematika Inovatif sudah saya upload, dan sekarang tiba gilirannya file Pembelajaran Matematika dengan Cooperative Learning.

Makalah tentang Pembelajaran Matematika dengan Cooperative Learning ini penulis sajikan dalam acara seminar dan lokakarya (semiloka) di Universitas Negeri Lampung. Pada saat itu penulis diundang untuk menjadi nara sumber. Tapi perlu diingat, bahwa tulisan ini dibuat enam tahun yang lalu, yaitu tahun 2003. Sudah cukup lama.

Makalah ini sebenarnya juga hanya memberikan informasi tentang definisi cooperative learning, syarat terjadinya cooperative learning, dan macam-macam cooperative learning yang bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran matematika. Isinya pun lebih banyak teori, belum memberikan inspirasi pelaksanaan praktisnya di kelas.

Anyway,

Sejak hari minggu hingga hari kamis kemarin (1 s/d 4 Maret 2009), penulis bersama-sama dengan tim konsultan lainnya, diminta untuk membantu proyek DBE3 dari USAID untuk melaksanakan pelatihan pelatih nasional yang akan melatih di tingkat propinsi. Salah satu topik yang dibahas adalah pembelajaran kooperatif atau cooperative learning.

Penulis melihat bahwa teman-teman guru yang ikut dalam pelatihan ini terlalu patuh dengan salah satu syarat pembelajaran kooperatif, heterogenitas anggota kelompok. Akibatnya, ketika merasakan bahwa di tempat praktik mengajar yang ditetapkan mereka belum mengetahui banyak tentang murid-muridnya, teman-teman guru ini ragu dan tidak berani dengan leluasa menerapkan pembelajaran kooperatif. Teman-teman tidak berani mencobakan dan melihat dampaknya. Seakan-akan, sesuatu yang sudah menjadi teori harus selalu diikuti karena selalu cocok dengan realita. Ach... sayang.

Menurut penulis, syarat heterogen semacam itu tidak perlu diambil pusing dalam pertemuan pertama. Yang paling penting adalah bahwa kita harus selalu merefleksikan apa yang sudah terjadi. Bukan heteroginitasnya yang paling penting. The most important thing adalah bagaimana membuat siswa-siswa dalam satu kelompok mau bekerja sama, bahu membahu memecahkan permasalahan atau tugas mereka demi kesuksesan bersama.

Kalau kita memang belum kenal kondisi siswa yang akan dihadapi, heteroginitas kelompok hendaknya jangan terlalu dirisaukan. Kelompokkan saja, dan lakukan pengamatan. Selanjutnya, lakukan reviu dan refleksi agar pada pertemuan atau sesi berikutnya kita sebagai guru sudah bisa mengelompokkan secara lebih baik dan lebih sesuai dengan persyaratannya. Kalau kita tidak berani mencoba, tidak akan pernah ada kemajuan. Mencoba dan salah adalah cikal bakal inovasi. Yang penting, cobakan saja dan lakukan selalu praktik reflektif. InsyaALLAH akan ada kemajuan.

Nachh... kalau teman-teman masih berkeinginan untuk melihat tulisan tersebut, saya persilahkan teman-teman untuk mengunduhnya di sini. Walaupun sudah cukup lama dan sederhana, semoga tulisan tersebut memberikan manfaat bagi kita semua.

Salam

5 komentar:

Anonim mengatakan...

Sebenarnya Cooperative Learning yang konon katanya datang dari barat, akarnya sebenarnya ada di bawah kaki kita, TABAH AIR INDONESIA. Masih ingatkan dengan GOTONG ROYONG?

Konon katanya, Bung Karno pernah mengatakan sebenarnya Pancasila dapat diperas lagi menjadi TRISILA. Trisila ini kemudian diperas lagi menjadi sari pati, yaitu apa yang disebut GOTONG ROYONG.

Sayang akar yang sebenarnya berada di bawah kaki kita tidak sempat tumbuh bahkan melebihi tumit. Mungkinkah ini karena yang di atas tumut, Perut misalnya yang tidak terisi dengan cukup? Mungkinkah ini karena yang di atas perut, JANTUNG, yang konon terdiri beberapa bilik, sementara bilik-bilik itu hanya berisi DUIT?

Atau, mungkinkah ini kita hanya memikirkan apa yang di bawa perut seperti kata MUHTAR LUBIS?

Salam dari UMS,
IH

Abdur Rahman As'ari mengatakan...

Ha ha ha...

Sunggu menarik komentar Pak Idris


Salam

Fransisca Utami mengatakan...

Bapak As'ari yang baik, terima kasih saya telah mengunduh beberapa tulisan Bapak untuk saya pelajari. Hari ini dalam lokakarya yang Bapak As'ari dan Bapak Supriyono pimpin, saya mendapat pencerahan bagaimana seharusnya menjadi guru Matematika yang baik. Banyak hal yang benar-benar baru untuk saya. Sekali lagi terima kasih.
Salam dari Batu,
F.X. Suprih Utami

Abdur Rahman As'ari mengatakan...

Selamat-selamat.

Anda mendapatkan kepercayaan dari NYA untuk menerapkan ilmu itu. Semoga bermanfaat bagi generasi muda Indonesia.

Marianus mengatakan...

Blog yang inspiratif... semoga banyak guru memanfaatkan tulsan Bpk. Abdur Rahman...