Di dalam mengakhiri suatu kegiatan pembelajaran, guru kadang menyampaikan kesimpulan dari pelajaran saat itu dan murid tinggal mencatat. Akibatnya, catatan semua murid seragam, tidak beda satu sama lain.
Praktik di atas, biasanya dilakukan oleh guru yang menganut paham behavioris. Ilmu bagi guru ini adalah sesuatu yang bersifat obyektif dan berada di luar otak anak. Tugas guru adalah mentransfer ilmu tersebut ke otak anak. Karean keobyektivannya, guru sangat peduli dengan ketepatan kata, kalimat, bahkan simbol yang harus direkam anak. Anak tidak boleh mengkonstruksi sesuatu yang lain.
Kalau guru sudah mulai mengenali kaidah konstruktivisme, pembuatan kesimpulan ini kadang sudah diserahkan kepada anak. Anak-anak diminta untuk menuliskan hal-hal penting yang dipelajarinya hari itu, merenungkannya mengapa bisa dipahami atau justru sulit dipahami, dan mempertimbangkan langkah ke depannya. Mereka diminta untuk menggunakan kalimatnya sendiri, sehingga kesimpulan tersebut sering tidak seragam.
Permintaan kepada anak yang demikian ini OK-OK saja. Hanya saja, menurut penulis, ada baiknya kalau guru mencoba menggunakan banyak cara yang berbeda. Dengan cara yang berbeda, minimal anak akan memperoleh pengalaman yang lebih kaya dan terkurangi kejenuhannya.
Apa saja yang bisa dilakukan?
Pada kesempatan ini, penulis mencoba berbagi dua cara yang bisa digunakan untuk mengakhiri suatu kegiatan pembelajaran.
Cara 1.
Sampaikan kepada siswa bahwa membantu siswa yang tidak hadir, atau siswa lain yang tidak mengikuti kegiatan pelajaran hari ini adalah penting dan mulia. Ketidakhadiran akan membuat yang bersangkutan tidak memahami apa yang telah dibahas hari ini. Karena itu, kalau kita bisa membantu mereka yang tidak hadir itu memahami apa yang dipelajari hari ini, sungguh itu merupakan hal yang sangat baik.
Selanjutnya mintalah kepada siswa untuk "menulis sepucuk surat kepada mereka yang tidak hadir itu tentang apa yang dipelajari hari ini, bagaimana proses mempelajarinya, dan di dalam surat itu jangan lupa pula diberikan petunjuk-petunjuk yang bisa digunakan untuk mempermudah pemahaman".
Cara 2.
Sampaikan kepada siswa bahwa mereka mungkin akan ditelepon oleh temannya yang tidak masuk. Mereka tentu ingin mengerti tentang apa yang telah dipelajari. Kita harus mempersiapkan percakapan telepon yang membantu pemahaman teman yang tidak masuk tersebut.
Karena itu, guru bisa meminta siswa untuk "menuliskan suatu percakapan telepon imajinatif yang berisikan tanya jawab antara siswa yang tidak masuk dengan siswa yang masuk pelajaran. Tanya jawab tersebut tentunya tentang apa yang dipelajari, proses belajarnya, dan mungkin pula petunjuk-petunjuk penting yang bisa digunakan untuk membantu mempermudah pemahaman."
Nach... dengan dua cara ini, para siswa ditantang untuk merenungi apa yang telah dipelajari, menganalisis hal-hal yang mungkin akan menyebabkan kesulitan dalam memahaminya, dan memberikan alternatif solusinya.
Bukankah ini sesuatu yang baik dalam belajar?
Penulis yakin, siswa yang berhasil membuat surat atau menuliskan percakapan telepon imajinatif semacam ini akan memiliki pemahaman yang lebih baik. Menjelaskan kepada orang lain, baik secara lisan atau tertulis, akan membantu pemahaman yang lebih baik kepada orang yang menjelaskan ini.
Nach
Itulah yang bisa penulis sharingkan saat ini. Semoga bermanfaat dan memberikan inspirasi kepada teman-teman sekalian dalam membelajarkan siswa-siswa kita.
Salam
MAHKOTA DEWA
Sabtu, 06 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
nice post.....
salm kenal :D
ide cerdas
akan saya praktekkan
Posting Komentar