Hari ini penulis meminta mahasiswaku untuk membuat deskripsi tentang Alat Tulis yang dibawanya ke kelas. Mereka penulis minta untuk melengkapi karangan deskriptif berikut:
ALAT TULIS TEMAN-TEMANKU
Hari ini ....................tanggal ........ Nopember 2009, teman-temanku ternyata membawa banyak sekali alat tulis, yaitu: (1) ..............., (2) ................., (3)..........................., (4)........................ Di antara teman-teman, ada yang membawa sebanyak .... ........ alat tulis, dan ada pula yang membawa sebanyak ................. alat tulis. Paling sedikit mereka membawa .................(biasanya berupa .................) dan paling banyak mereka membawa ................... alat tulis .
Dari semua alat tulis tersebut, alat tulis yang paling banyak dibawa oleh teman-teman adalah................. Ini terjadi sebab kata mereka .......................................................................
Kalau dilihat dari ukurannya, maka alat-alat ulis itu rata-rata memiliki ukuran panjang ............... cm. Sementara itu, kalau dilihat dari merek-nya, maka untuk jenis alat tulis ..... ..... merek yang paling dominan adalah merek................. Untuk jenis alat tulis .......... yang paling dominan adalah merek..............
Menurut teman-teman, merek ini paling banyak dimiliki karena .....................................................................................
Itu terjadi karena mereka ...........................................................
Malang, 12 Nopember 2009
Penulis
(.................)
Penulis meminta mereka bekerja dalam kelompok untuk membuat deskripsi ini. Penulis dengan sengaja tidak mengarahkan bagaimana mereka harus bekerja. Penulis meminta mereka berdiskusi dalam kelompok untuk memikirkan apa yang harus mereka lakukan dan bagaimana melakukannya. Penulis hanya meminta mereka menyelesaikan pekerjaan itu dalam waktu 1 jam.
Rupanya, dengan tugas begini, para mahasiswa terlihat aktif memikirkan langkah-langkah yang harus dilakukannya, mengembangkan instrumen, mengumpulkan data, mengolah data dan memanfaatkan data yang diperolehnya untuk mengisi dan melengkapi deskripsi yang dimintakan.
Penulis merasa senang dan mereka juga terlihat asyik dan senang mengerjakannya. Tanpa disadari, di samping belajar statistik deskriptif, mereka juga belajar pola pikir ilmiah. Mereka belajar sambil bekerja.
Semoga ide pembelajaran ini memberikan inspirasi bagi teman-teman sekalian.
Amin.
MAHKOTA DEWA
Kamis, 12 November 2009
Selasa, 10 November 2009
MEMFAKTORKAN BENTUK KUADRAT: SEBUAH IDE LAIN
Para siswa kadang kesulitan dalam memfaktorkan bentuk kuadrat. Sebagai akibatnya, mereka menjadi takut belajar matematika.
Pada saat penulis mendampingi para guru MTs dan MA dalam kegiatan PLPG oleh Universitas Negeri Malang di Kota Batu, ada seorang guru MTs yang menawarkan suatu prosedur dalam memfaktorkan bentuk kuadrat.
Tidak semua guru mengenal cara ini. Bahkan, para dosen pun banyak yang tidak mengenalinya. Karena itu, penulis mencoba berbagi dengan para pembaca sekalian. Semoga ide ini menginspirasi guru sekalian dalam membelajarkan pemfaktoran bentuk kuadrat. Semoga pula hal ini mampu menjadikan siswa tidak takut kepada matematika.
Nach
Penulis sudah menuliskan sebuah tulisan singkat tentang prosedur ini. Penulis mempersilahkan siapapun yang ingin mengetahuinya dengan mengunduh tulisan itu di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Pada saat penulis mendampingi para guru MTs dan MA dalam kegiatan PLPG oleh Universitas Negeri Malang di Kota Batu, ada seorang guru MTs yang menawarkan suatu prosedur dalam memfaktorkan bentuk kuadrat.
Tidak semua guru mengenal cara ini. Bahkan, para dosen pun banyak yang tidak mengenalinya. Karena itu, penulis mencoba berbagi dengan para pembaca sekalian. Semoga ide ini menginspirasi guru sekalian dalam membelajarkan pemfaktoran bentuk kuadrat. Semoga pula hal ini mampu menjadikan siswa tidak takut kepada matematika.
Nach
Penulis sudah menuliskan sebuah tulisan singkat tentang prosedur ini. Penulis mempersilahkan siapapun yang ingin mengetahuinya dengan mengunduh tulisan itu di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Jumat, 30 Oktober 2009
PERBANDINGAN SENILAI DAN BERBALIK NILAI
Pada waktu penulis membimbing PLPG, penulis sangat senang dengan ide pembelajaran matematika yang ditampilkan oleh salah seorang guru dari Magetan, ustadz Miftahul Khoir. Sebagaimana guru lainnya, pada waktu praktik pertama, dia lebih banyak berceramah mengajari murid-muridnya. Saya katakan kepada semua, termasuk dia, bahwa praktik pembelajaran seperti itu harus dihilangkan. Saya berikan konsultasi kepada para guru esok harinya untuk membuat RPP yang lebih student centered, lebih banyak aktivitas siswanya daripada penjelasan dari guru.
Nach... pada waktu praktik yang ketiga, dia melakukan praktik pembelajaran matematika yang luar biasa INSPIRING... teman-temannya pun belajar dari praktik dia. Karena itu, saya rasa tidak ada jeleknya kalau praktik pembelajaran itu saya sampaikan di blog ini.
Teman-teman sekalian,
Dia memulai pembelajaran dengan mendongeng. Dia ceritakan bahwa ada seorang gadis desa, umur 10 tahun, yang cantik. Hari ke hari dia makin menyadari bahwa dia cantik sehingga dia pun mulai bersolek dan kelihatan makin cantik. Banyak laki-laki yang tertarik kepadanya sehingga kemudian dia menikah. Pada waktu menikah itu, kurang lebih usia 20 tahun, dia kelihatan cantik sekali.
Pada waktu usia 25 tahun, setelah melahirkan anaknya yang pertama, dia sudah mulai direpotkan dengan pekerjaan mengurus anak dll. Dia tidak lagi memiliki kesempatan untuk bersolek. Semakin lama semakin banyak anaknya dan ia pun makin lama makin berkurang kecantikannya.
Sampai akhirnya dia menginjak usia tua. Rambutnya beruban dan kulitnya keriput sehingga kecantikannya boleh dibilang sudah tinggal bekas-bekasnya saja.
Nach... sampai di sini pak guru ini menghentikan ceritanya.
Dia pun kemudian memberikan masing-masing satu grafik kepada setiap kelompok siswa. Ada yang berbentuk fungsi logaritma, fungsi linier, fungsi kuadrat. Kepada setiap kelompok, pak guru ini meminta anak untuk menyelidiki apakah grafik ini cocok dengan jalannya dongeng yang diceritakannya.
Ternyata murid-murid (yang nota bene para guru) aktif sekali mengerjakan tugas ini. Mereka mencoret-coret grafik yang tidak sesuai dan menawarkan grafik yang menurut mereka bagus. Al hasil, pelajaran berlangsung asyik, menyenangkan, dan menggairahkan.
Para siswa pun diminta untuk berbagi dengan kelompok lain.
Selanjutnya, si guru memilih grafik yang cocok dengan cerita dalam dongeng tersebut dan memberikan tanda pada bagian yang menanjak sebagai perbandingan senilai, dan pada bagian yang menurun sebagai perbandingan berbalik nilai.
Sungguh luar biasa ilustrasi yang diberikannya
Meskipun setelah pembahasan dalam bentuk abstraknya kurang menarik, tetapi penulis sangat tersentuh dengan ide pembelajaran yang ditampilkannya.
Semoga bermanfaat.
Salam
Nach... pada waktu praktik yang ketiga, dia melakukan praktik pembelajaran matematika yang luar biasa INSPIRING... teman-temannya pun belajar dari praktik dia. Karena itu, saya rasa tidak ada jeleknya kalau praktik pembelajaran itu saya sampaikan di blog ini.
Teman-teman sekalian,
Dia memulai pembelajaran dengan mendongeng. Dia ceritakan bahwa ada seorang gadis desa, umur 10 tahun, yang cantik. Hari ke hari dia makin menyadari bahwa dia cantik sehingga dia pun mulai bersolek dan kelihatan makin cantik. Banyak laki-laki yang tertarik kepadanya sehingga kemudian dia menikah. Pada waktu menikah itu, kurang lebih usia 20 tahun, dia kelihatan cantik sekali.
Pada waktu usia 25 tahun, setelah melahirkan anaknya yang pertama, dia sudah mulai direpotkan dengan pekerjaan mengurus anak dll. Dia tidak lagi memiliki kesempatan untuk bersolek. Semakin lama semakin banyak anaknya dan ia pun makin lama makin berkurang kecantikannya.
Sampai akhirnya dia menginjak usia tua. Rambutnya beruban dan kulitnya keriput sehingga kecantikannya boleh dibilang sudah tinggal bekas-bekasnya saja.
Nach... sampai di sini pak guru ini menghentikan ceritanya.
Dia pun kemudian memberikan masing-masing satu grafik kepada setiap kelompok siswa. Ada yang berbentuk fungsi logaritma, fungsi linier, fungsi kuadrat. Kepada setiap kelompok, pak guru ini meminta anak untuk menyelidiki apakah grafik ini cocok dengan jalannya dongeng yang diceritakannya.
Ternyata murid-murid (yang nota bene para guru) aktif sekali mengerjakan tugas ini. Mereka mencoret-coret grafik yang tidak sesuai dan menawarkan grafik yang menurut mereka bagus. Al hasil, pelajaran berlangsung asyik, menyenangkan, dan menggairahkan.
Para siswa pun diminta untuk berbagi dengan kelompok lain.
Selanjutnya, si guru memilih grafik yang cocok dengan cerita dalam dongeng tersebut dan memberikan tanda pada bagian yang menanjak sebagai perbandingan senilai, dan pada bagian yang menurun sebagai perbandingan berbalik nilai.
Sungguh luar biasa ilustrasi yang diberikannya
Meskipun setelah pembahasan dalam bentuk abstraknya kurang menarik, tetapi penulis sangat tersentuh dengan ide pembelajaran yang ditampilkannya.
Semoga bermanfaat.
Salam
Jumat, 21 Agustus 2009
ATURAN BARU OSN SMP TAHUN 2009
Tahun 2009 kemarin, sistem OSN yang digunakan di Direktorat PSMP ternyata berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kalau tahun-tahun sebelumnya wakil dari satu sekolah bisa banyak, maka untuk tahun 2009 kemarin, wakil dari satu sekolah ke OSN tingkat nasional hanya satu orang. Ini menimbulkan beberapa kejutan. Ada yang protes dan ada pula yang senang.
Yang protes adalah mereka yang sudah langganan mengirimkan lebih dari satu wakil ke OSN tingkat nasional. Yang senang adalah mereka yang selama ini kalah bersaing dengan sekolah-sekolah langganan peserta OSN nasional.
Penulis sempat berbincang-bincang dengan beberapa pihak. Ada satu hal yang menurut penulis dapat dijadikan bahan pemikiran.
Dikembangkannya sistem seperti ini karena berharap mutu pendidikan bisa menyebar ke seluruh sekolah, tidak hanya sekolah tertentu. Dengan wakil satu orang per sekolah, peluang sekolah lain mengirimkan wakilnya akan makin besar.
Memang, kebijakan ini mengakibatkan penurunan kualitas peserta OSN tingkat nasional. Kualitas peserta OSN lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Peringkat no 2 di propinsi bisa saja sebenarnya merupakan peringkat 10 kalau satu sekolah bisa mengirimkan lebih banyak anggota.
Namun demikian, untuk jangka panjang, tampaknya anak-anak cerdas yang selama ini mengumpul di satu sekolah mungkin harus berpikir panjang. Kalau mereka tidak yakin akan mampu menjadi juara di suatu sekolah, mungkin mereka akan berpikir untuk sekolah di tempat lain. Asyik juga... di setiap sekolah akan ada anak yang pandai dan itu berarti pemerataan mutu.
Tapi apa pasti begitu?
Wallahu a'lam... penulis tidak terlalu yakin... tetapi ada baiknya dicoba...semoga anak-anak yang pandai ini tidak menjadi warga "elit"...semoga mereka tersebar dan semakin memacu anak lain yang potensinya terpendam untuk meningkatkan diri...
Anyway...
Tampaknya penulis pun ingin agar akses ke soal-soal OSN ini bisa dijangkau oleh semua siswa. Penulis berharap seluruh siswa SMP di Indonesia mengetahui soal-soal tersebut. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyempatkan diri menuliskan kembali soal-soal tersebut dan penulis mempersilahkan siapa saja untuk mengunduh soal-soal tersebut di sini.
Semoga bermanfaat
Yang protes adalah mereka yang sudah langganan mengirimkan lebih dari satu wakil ke OSN tingkat nasional. Yang senang adalah mereka yang selama ini kalah bersaing dengan sekolah-sekolah langganan peserta OSN nasional.
Penulis sempat berbincang-bincang dengan beberapa pihak. Ada satu hal yang menurut penulis dapat dijadikan bahan pemikiran.
Dikembangkannya sistem seperti ini karena berharap mutu pendidikan bisa menyebar ke seluruh sekolah, tidak hanya sekolah tertentu. Dengan wakil satu orang per sekolah, peluang sekolah lain mengirimkan wakilnya akan makin besar.
Memang, kebijakan ini mengakibatkan penurunan kualitas peserta OSN tingkat nasional. Kualitas peserta OSN lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya. Peringkat no 2 di propinsi bisa saja sebenarnya merupakan peringkat 10 kalau satu sekolah bisa mengirimkan lebih banyak anggota.
Namun demikian, untuk jangka panjang, tampaknya anak-anak cerdas yang selama ini mengumpul di satu sekolah mungkin harus berpikir panjang. Kalau mereka tidak yakin akan mampu menjadi juara di suatu sekolah, mungkin mereka akan berpikir untuk sekolah di tempat lain. Asyik juga... di setiap sekolah akan ada anak yang pandai dan itu berarti pemerataan mutu.
Tapi apa pasti begitu?
Wallahu a'lam... penulis tidak terlalu yakin... tetapi ada baiknya dicoba...semoga anak-anak yang pandai ini tidak menjadi warga "elit"...semoga mereka tersebar dan semakin memacu anak lain yang potensinya terpendam untuk meningkatkan diri...
Anyway...
Tampaknya penulis pun ingin agar akses ke soal-soal OSN ini bisa dijangkau oleh semua siswa. Penulis berharap seluruh siswa SMP di Indonesia mengetahui soal-soal tersebut. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis menyempatkan diri menuliskan kembali soal-soal tersebut dan penulis mempersilahkan siapa saja untuk mengunduh soal-soal tersebut di sini.
Semoga bermanfaat
Jumat, 07 Agustus 2009
MENCARI BANYAKNYA FAKTOR SUATU BILANGAN
Salah satu soal OSN Matematika tingkat nasional meminta siswa untuk mencari banyaknya bilangan asli n demikian sehingga n + 10 membagi n^3 + 100.
Setelah melalui manipulasi aljabar, soal tersebut pada dasarnya sama saja dengan soal menghitung banyaknya faktor 900 yang bisa dinyatakan dalam bentuk n + 10 dengan n bilangan asli.
Rupanya cara-cara mencari banyaknya faktor dari suatu bilangan ini sudah jarang kita ingat. Banyak anak yang tidak menguasainya lagi. Bahkan, mungkin banyak pula di antara kita sudah lupa dengan hal itu.
Sehubungan dengan itu, penulis tertarik untuk berbagi pemikiran dengan teman-teman semua. Penulis membuat tulisan singkat sederhana dan agak informal dengan harapan teman-teman bisa memahaminya dengan lebih mudah.
Nach...
Saya persilahkan teman-teman membaca dan mengkaji tulisan tersebut. Kalau perlu, berikan komentar dan tambahan yang penting.
Silahkan diunduh dahulu di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Setelah melalui manipulasi aljabar, soal tersebut pada dasarnya sama saja dengan soal menghitung banyaknya faktor 900 yang bisa dinyatakan dalam bentuk n + 10 dengan n bilangan asli.
Rupanya cara-cara mencari banyaknya faktor dari suatu bilangan ini sudah jarang kita ingat. Banyak anak yang tidak menguasainya lagi. Bahkan, mungkin banyak pula di antara kita sudah lupa dengan hal itu.
Sehubungan dengan itu, penulis tertarik untuk berbagi pemikiran dengan teman-teman semua. Penulis membuat tulisan singkat sederhana dan agak informal dengan harapan teman-teman bisa memahaminya dengan lebih mudah.
Nach...
Saya persilahkan teman-teman membaca dan mengkaji tulisan tersebut. Kalau perlu, berikan komentar dan tambahan yang penting.
Silahkan diunduh dahulu di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Senin, 13 Juli 2009
MEMBELAJARKAN SISTEM PERSAMAAN LINIER
Pembelajaran matematika banyak sekali dilakukan secara deduktif. Pembelajar (Guru) memulai proses pembelajaran dengan menjelaskan definisi, memberikan beberapa contoh, dan diakhiri dengan latihan. Karakteristik matematika yang deduktif sering dijadikan kambing hitam bahwa pembelajaran matematika juga harus deduktif.
Pendidikan Matematika bukanlah Matematika. Pendidikan Matematika adalah ilmu sosial, bukan ilmu "eksakta". Karenanya, pendidikan matematika, sebaiknya juga dilakukan mengikuti kaidah ilmu sosial (dalam hal ini Psychology, Teknologi Pembelajaran, dll). Pembelajaran matematika juga bisa dilakukan dengan pendekatan induktif.
Terkait dengan pandangan di atas, saat ini, guru dituntut untuk melakukan inovasi. Pembelajaran matematika hendaknya tidak lagi mengikuti pola definisi, contoh, dan latihan tersebut.
Sehubungan dengan itu, kemarin sebelum berangkat ke Tuban dalam rangka supervisi pelaksanaan kegiatan pendampingan, penulis sempat menuliskan dalam power point suatu ide pembelajaran matematika, tepatnya ide pembelajaran sistem persamaan linier. Di dalam ide ini, pembelajaran dimulai dengan memberikan masalah dan para pebelajar (siswa) diberi kesempatan untuk memecahkannya secara individual, tanpa penjelasan teorinya terlebih dahulu. Artinya, mereka dituntut untuk menyelesaikan masalah itu berdasarkan pemikiran orisinil mereka.
Selanjutnya, pembelajar meminta pebelajar berbagi ide pemecahan masalah tersebut kepada pasangan, kelompok kecil dan diakhiri dengan berbagi ke kelompok lain dengan mengikuti model sharing ... leave and ... stay. Hal ini dimaksudkan agar terjadi proses komunikasi matematika antar siswa dan memperoleh ide-ide yang di luar bayangan mereka (bukankah dengan begini pemahaman mereka akan lebih mantap). Menurut hemat penulis, mengkomunikasikan ide mendorong siswa untuk melakukan refleksi terhadap apa yang telah dipelajarinya, menata ulang struktur kognitifnya atau skematanya.
Pada pertemuan berikutnya, pembelajar bisa memberikan bacaan yang meminta siswa belajar sendiri metode-metode pemecahan masalah (substitusi, eliminasi, atau bahkan matriks). Pembelajar aktif mendampingi belajar siswa, bukan menjelaskannya. Pembelajar hanya membetikan petunjuk singkat atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong pebelajar berpikir lebih dalam.
Berdasarkan pemahaman mereka tentang macam-macam metode tersebut, pebelajar selanjutnya bisa diminta untuk bekerja dalam kelompok mengklasifikasi, dan mengkonfirmasi pemahamannya secara klasikal. Pembelajaran diakhiri dengan meminta pebelajar melakukan refleksi dan menuliskan hasil refleksinya di buku mereka masing-masing.
Yang jelas, penulis belum sempat mempraktikkan ide ini di kelas nyata. Namun demikian, ide yang telah penulis sampaikan ini berbeda dengan apa yang kebanyakan kita lakukan. Penulis menganjurkan kepada teman-teman untuk mencobakannya di kelas masing-masing. Penulis juga akan mencobakannya.
Teman-teman sekalian,
Manusia adalah tempatnya dosa dan salah. Karenanya, segala tindakan inovasi yang kita lakukan, pasti akan ada kekurangan di sana-sini. Kita tidak boleh takut melakukan kesalahan. Kesalahan itu sudah pasti. TAKUT SALAH hanya akan menyebabkan kita tidak pernah melakukan inovasi dan tidak mengalami kemajuan. Tanpa inovasi, kita hanya mengulangi kesalahan yang sama saja, dan stagnant. Bukankah itu sama saja dengan melecehkan Tuhan. Bukankah itu berarti bahwa kita tidak pernah BERTAUBAT, padahal salah dan dosa sudah pasti.
Menurut hemat penulis, kita harus berani mencobakan sesuatu yang baru. Tidak mengapa kita melakukan kesalahan, karena yang paling penting sesudahnya adalah pelajaran apa yang bisa kita petik dari praktik yang telah kita lakukan itu. LET'S DO NEW MISTAKES, AND DO NOT REPEAT THE SAME MISTAKES.
Karena itu, penulis sangat berharap agar teman-teman mau menerapkan ide ini. Silahkan sesuaikan dengan kondisi kelas masing-masing, memberikan tambahan di sana sini, dan kalau bisa memberikan masukan kepada penulis bagaimana bentuk pembelajaran yang paling berhasil.
Nach...
Itulah saja yang bisa penulis bagikan hari ini. Semoga bermanfaat dan memberikan inspirasi demi kemajuan bangsa.
Oh ya.. berikut file tentang ide pembelajaran yang penulis maksudkan. Silahkan diunduh di sini.
Pendidikan Matematika bukanlah Matematika. Pendidikan Matematika adalah ilmu sosial, bukan ilmu "eksakta". Karenanya, pendidikan matematika, sebaiknya juga dilakukan mengikuti kaidah ilmu sosial (dalam hal ini Psychology, Teknologi Pembelajaran, dll). Pembelajaran matematika juga bisa dilakukan dengan pendekatan induktif.
Terkait dengan pandangan di atas, saat ini, guru dituntut untuk melakukan inovasi. Pembelajaran matematika hendaknya tidak lagi mengikuti pola definisi, contoh, dan latihan tersebut.
Sehubungan dengan itu, kemarin sebelum berangkat ke Tuban dalam rangka supervisi pelaksanaan kegiatan pendampingan, penulis sempat menuliskan dalam power point suatu ide pembelajaran matematika, tepatnya ide pembelajaran sistem persamaan linier. Di dalam ide ini, pembelajaran dimulai dengan memberikan masalah dan para pebelajar (siswa) diberi kesempatan untuk memecahkannya secara individual, tanpa penjelasan teorinya terlebih dahulu. Artinya, mereka dituntut untuk menyelesaikan masalah itu berdasarkan pemikiran orisinil mereka.
Selanjutnya, pembelajar meminta pebelajar berbagi ide pemecahan masalah tersebut kepada pasangan, kelompok kecil dan diakhiri dengan berbagi ke kelompok lain dengan mengikuti model sharing ... leave and ... stay. Hal ini dimaksudkan agar terjadi proses komunikasi matematika antar siswa dan memperoleh ide-ide yang di luar bayangan mereka (bukankah dengan begini pemahaman mereka akan lebih mantap). Menurut hemat penulis, mengkomunikasikan ide mendorong siswa untuk melakukan refleksi terhadap apa yang telah dipelajarinya, menata ulang struktur kognitifnya atau skematanya.
Pada pertemuan berikutnya, pembelajar bisa memberikan bacaan yang meminta siswa belajar sendiri metode-metode pemecahan masalah (substitusi, eliminasi, atau bahkan matriks). Pembelajar aktif mendampingi belajar siswa, bukan menjelaskannya. Pembelajar hanya membetikan petunjuk singkat atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong pebelajar berpikir lebih dalam.
Berdasarkan pemahaman mereka tentang macam-macam metode tersebut, pebelajar selanjutnya bisa diminta untuk bekerja dalam kelompok mengklasifikasi, dan mengkonfirmasi pemahamannya secara klasikal. Pembelajaran diakhiri dengan meminta pebelajar melakukan refleksi dan menuliskan hasil refleksinya di buku mereka masing-masing.
Yang jelas, penulis belum sempat mempraktikkan ide ini di kelas nyata. Namun demikian, ide yang telah penulis sampaikan ini berbeda dengan apa yang kebanyakan kita lakukan. Penulis menganjurkan kepada teman-teman untuk mencobakannya di kelas masing-masing. Penulis juga akan mencobakannya.
Teman-teman sekalian,
Manusia adalah tempatnya dosa dan salah. Karenanya, segala tindakan inovasi yang kita lakukan, pasti akan ada kekurangan di sana-sini. Kita tidak boleh takut melakukan kesalahan. Kesalahan itu sudah pasti. TAKUT SALAH hanya akan menyebabkan kita tidak pernah melakukan inovasi dan tidak mengalami kemajuan. Tanpa inovasi, kita hanya mengulangi kesalahan yang sama saja, dan stagnant. Bukankah itu sama saja dengan melecehkan Tuhan. Bukankah itu berarti bahwa kita tidak pernah BERTAUBAT, padahal salah dan dosa sudah pasti.
Menurut hemat penulis, kita harus berani mencobakan sesuatu yang baru. Tidak mengapa kita melakukan kesalahan, karena yang paling penting sesudahnya adalah pelajaran apa yang bisa kita petik dari praktik yang telah kita lakukan itu. LET'S DO NEW MISTAKES, AND DO NOT REPEAT THE SAME MISTAKES.
Karena itu, penulis sangat berharap agar teman-teman mau menerapkan ide ini. Silahkan sesuaikan dengan kondisi kelas masing-masing, memberikan tambahan di sana sini, dan kalau bisa memberikan masukan kepada penulis bagaimana bentuk pembelajaran yang paling berhasil.
Nach...
Itulah saja yang bisa penulis bagikan hari ini. Semoga bermanfaat dan memberikan inspirasi demi kemajuan bangsa.
Oh ya.. berikut file tentang ide pembelajaran yang penulis maksudkan. Silahkan diunduh di sini.
Rabu, 08 Juli 2009
MEMBELAJARKAN BILANGAN ETPF
Minggu kemarin, penulis terlibat dalam kegiatan Bimbingan Teknis bagi guru-guru Matematika yang mengajar di RSBI. Acara yang dilakukan oleh Direktorat Pembinaan SMP, Ditjen MANDIKDASMEN, DEPDIKNAS ini berlangsung di Puncak.
Sesuai dengan skenario, pada tahap awal penulis bersama tim pembina lainnya, meminta guru secara sukarela mempraktikkan pembelajaran matematika dengan bahasa Inggris di depan teman-temannya. Dengan asumsi bahwa mereka telah mengajar sedikitnya dua tahun, penulis yakin praktik ini akan berjalan lancar. Dalam kenyataannya, praktik pun berjalan lancar. Guru mampu menggunakan bahasa Inggris dengan cukup baik, penuh percaya diri, dan gaya menjelaskannya di depan kelas juga cukup baik.
Namun demikian, penulis melihat bahwa praktik pembelajaran yang dilakukan lebih banyak bersifat seperti pembelajaran tradisional. Guru lebih banyak berceramah atau memimpin tanya jawab di depan kelas. Guru lah yang lebih banyak memegang kendali terhadap belajar siswanya. Pembelajaran lebih bersifat teacher centered dan direct instruction.
Mengingat saat ini sudah bukan waktunya guru yang lebih aktif dalam membelajarkan anak, maka penulis memodelkan sebuah pembelajaran yang berbeda. Penulis mengenalkan suatu konsep baru dalam matematika, yang penulis sebut dengan ETPF, menggunakan pembelajaran konstruktivis. Dengan menyediakan contoh dan bukan contohnya, penulis meminta peserta menemukan dan mengkonstruksi sendiri definisi dari ETPF tersebut.
Hasilnya tampak luar biasa. Suasana kelas yang tadinya lemas, lesu, kurang bergairah, berubah menjadi riuh (meskipun tidak mengganggu kelas sebelah), aktif, asyik, dan menyenangkan. Semua peserta berusaha memahami konsep dengan baik.
Nach...
Ada yang tertarik untuk mengetahui model pembelajaran yang telah penulis lakukan? Kalau ya, silahkan diunduh karya penulis itu di sini. Semoga bermanfaat dan memberikan inspirasi bagi pembelajaran matematika yang lainnya.
Salam
Sesuai dengan skenario, pada tahap awal penulis bersama tim pembina lainnya, meminta guru secara sukarela mempraktikkan pembelajaran matematika dengan bahasa Inggris di depan teman-temannya. Dengan asumsi bahwa mereka telah mengajar sedikitnya dua tahun, penulis yakin praktik ini akan berjalan lancar. Dalam kenyataannya, praktik pun berjalan lancar. Guru mampu menggunakan bahasa Inggris dengan cukup baik, penuh percaya diri, dan gaya menjelaskannya di depan kelas juga cukup baik.
Namun demikian, penulis melihat bahwa praktik pembelajaran yang dilakukan lebih banyak bersifat seperti pembelajaran tradisional. Guru lebih banyak berceramah atau memimpin tanya jawab di depan kelas. Guru lah yang lebih banyak memegang kendali terhadap belajar siswanya. Pembelajaran lebih bersifat teacher centered dan direct instruction.
Mengingat saat ini sudah bukan waktunya guru yang lebih aktif dalam membelajarkan anak, maka penulis memodelkan sebuah pembelajaran yang berbeda. Penulis mengenalkan suatu konsep baru dalam matematika, yang penulis sebut dengan ETPF, menggunakan pembelajaran konstruktivis. Dengan menyediakan contoh dan bukan contohnya, penulis meminta peserta menemukan dan mengkonstruksi sendiri definisi dari ETPF tersebut.
Hasilnya tampak luar biasa. Suasana kelas yang tadinya lemas, lesu, kurang bergairah, berubah menjadi riuh (meskipun tidak mengganggu kelas sebelah), aktif, asyik, dan menyenangkan. Semua peserta berusaha memahami konsep dengan baik.
Nach...
Ada yang tertarik untuk mengetahui model pembelajaran yang telah penulis lakukan? Kalau ya, silahkan diunduh karya penulis itu di sini. Semoga bermanfaat dan memberikan inspirasi bagi pembelajaran matematika yang lainnya.
Salam
Sabtu, 27 Juni 2009
KAMUS MATEMATIKA DALAM BAHASA INGGRIS
Penulis berkali-kali mencoba mencarikan kamus matematika dalam bahasa Inggris bagi teman-teman guru yang mengajar matematika dengan bahasa Inggris. Berbulan-bulan bahkan mungkin sudah berbilang tahun, penulis mencari terus bahan tersebut di internet.
Nach...
Beberapa hari yang lalu, penulis berhasil menemukan sebuah kamus. Kamus ini menurut pengarangnya dirancang untuk para siswa. Tetapi, pengarangnya juga mengatakan bahwa kamus ini bisa digunakan pula oleh guru, orang tua siswa, dan juga mahasiswa perguruan tinggi.
Menurut hemat penulis, kamus ini sangat baik. Selain disajikan secara sederhana, kamus ini juga memuat ilustrasi yang memungkinkan pembacanya memahami maksud pengarangnya. Guru-guru matematika yang mengajar di RSBI menurut hemat penulis perlu atau bahkan wajib memiliki buku ini.
Karena penulis memperolehnya secara gratis, maka penulis juga akan membagikannya secara gratis pula. Hanya, teman-teman sekalian perlu menyadari bahwa buku ini mungkin agak berat diunduh. Memorinya cukup besar.
Tapi tak apalah... penulis mempersilahkan teman-teman untuk mengunduhnya di sini. Siapa tahu bisa diunduh dengan mudah dan bermanfaat. Amin.
Salam
NB:
Sepintas penulis membaca definisi sudut. Kelihatannya beda dengan apa yang biasa kita pakai. Teman-teman perlu agak hati-hati juga memahami hal ini.
Nach...
Beberapa hari yang lalu, penulis berhasil menemukan sebuah kamus. Kamus ini menurut pengarangnya dirancang untuk para siswa. Tetapi, pengarangnya juga mengatakan bahwa kamus ini bisa digunakan pula oleh guru, orang tua siswa, dan juga mahasiswa perguruan tinggi.
Menurut hemat penulis, kamus ini sangat baik. Selain disajikan secara sederhana, kamus ini juga memuat ilustrasi yang memungkinkan pembacanya memahami maksud pengarangnya. Guru-guru matematika yang mengajar di RSBI menurut hemat penulis perlu atau bahkan wajib memiliki buku ini.
Karena penulis memperolehnya secara gratis, maka penulis juga akan membagikannya secara gratis pula. Hanya, teman-teman sekalian perlu menyadari bahwa buku ini mungkin agak berat diunduh. Memorinya cukup besar.
Tapi tak apalah... penulis mempersilahkan teman-teman untuk mengunduhnya di sini. Siapa tahu bisa diunduh dengan mudah dan bermanfaat. Amin.
Salam
NB:
Sepintas penulis membaca definisi sudut. Kelihatannya beda dengan apa yang biasa kita pakai. Teman-teman perlu agak hati-hati juga memahami hal ini.
Senin, 22 Juni 2009
TENTANG SEGI EMPAT
Rupanya, pemahaman siswa tentang bangun segi empat masih kacau. Ketika suatu persegipanjang dilukiskan tidak sejajar dengan sudut pandang normal, agak dimiringkan, mereka mengatakan bahwa bangun tersebut bukan persegipanjang.
Demikian pula dengan kaitan antara bangun segi empat yang satu dengan yang lain. Mereka mengatakan bahwa persegi itu bukan rhombus (belah ketupat). Persegi juga bukan persegi panjang.
Menurut hemat penulis, pemahaman mereka perlu dimantapkan. Karena itu, teman-teman guru kayaknya perlu memikirkan ulang bagaimana membelajarkannya.
Anyway,
Beberapa waktu yang lampau, penulis sempat mengunduh suatu power point tentang segi empat. Lumayan bagus, apalagi bagi teman-teman yang mengajar di kelas RSBI, karena tulisannya dalam bahasa Inggris.
Di dalam power point itu, setiap bangunnya dikaji sifat-sifat yang dimilikinya. Pembuat power point ini memulainya dengan mengkaji sifat-sifat jajaran genjang. Semua sifat jajaran genjang tersebut dituliskan satu per satu.
Selanjutnya, pembuat power point ini menguraikan sifat-sifat dari persegi panjang. Dituliskan pula sifat-sifat persegi panjang tersebut. Sifat-sifat persegi panjang yang sama dengan sifat jajaran genjang ditulisnya dengan warna yang sama. Sementara sifat persegi panjang yang tidak dimiliki oleh jajaran genjang ditulis dengan warna yang berbeda.
Proses yang sama dilakukan oleh pembuat power point ini untuk bangun persegi, belah ketupat, dan trapesium.
Berdasarkan kesamaan dan perbedaan sifat itulah pembuat power point ini selanjutnya membuat diagram venn yang mengaitkan hubungan antar bangun-bangun segi empat tersebut.
Teman-teman tertarik untuk mengetahui power point tersebut? Silahkan diunduh di sini.
Semoga bermanfaat
Demikian pula dengan kaitan antara bangun segi empat yang satu dengan yang lain. Mereka mengatakan bahwa persegi itu bukan rhombus (belah ketupat). Persegi juga bukan persegi panjang.
Menurut hemat penulis, pemahaman mereka perlu dimantapkan. Karena itu, teman-teman guru kayaknya perlu memikirkan ulang bagaimana membelajarkannya.
Anyway,
Beberapa waktu yang lampau, penulis sempat mengunduh suatu power point tentang segi empat. Lumayan bagus, apalagi bagi teman-teman yang mengajar di kelas RSBI, karena tulisannya dalam bahasa Inggris.
Di dalam power point itu, setiap bangunnya dikaji sifat-sifat yang dimilikinya. Pembuat power point ini memulainya dengan mengkaji sifat-sifat jajaran genjang. Semua sifat jajaran genjang tersebut dituliskan satu per satu.
Selanjutnya, pembuat power point ini menguraikan sifat-sifat dari persegi panjang. Dituliskan pula sifat-sifat persegi panjang tersebut. Sifat-sifat persegi panjang yang sama dengan sifat jajaran genjang ditulisnya dengan warna yang sama. Sementara sifat persegi panjang yang tidak dimiliki oleh jajaran genjang ditulis dengan warna yang berbeda.
Proses yang sama dilakukan oleh pembuat power point ini untuk bangun persegi, belah ketupat, dan trapesium.
Berdasarkan kesamaan dan perbedaan sifat itulah pembuat power point ini selanjutnya membuat diagram venn yang mengaitkan hubungan antar bangun-bangun segi empat tersebut.
Teman-teman tertarik untuk mengetahui power point tersebut? Silahkan diunduh di sini.
Semoga bermanfaat
Kamis, 11 Juni 2009
ENCYCLOPEDIC SCHOOL
Teman-teman sekalian...
Kapan dan seberapa seringkah anak didik kita berinteraksi dengan materi segitiga, suku banyak, dll yang ada di dalam buku?
Kayaknya, anak didik kita berinteraksi dengan materi-materi tersebut ketika kita membelajarkan materi itu. Frekuensi interaksinya pun jarang sekali: hanya sekali atau dua kali sepanjang usia mereka di jenjang pendidikan yang sedang ditekuni. Satu dua kali dalam 6 tahun ketika di SD. Satu dua kali dalam 3 tahun ketika di SMP, atau di SMA.
Menurut hemat penulis... rendahnya frekuensi mereka berinteraksi dengan ilmu-ilmu yang ada di dalam buku ini membuat mereka CEPAT LUPA dengan apa yang telah dibelajarkan. Sekarang paham, besok atau lusa sudah tidak ingat lagi... Bukankah seperti itu kenyataannya? Bukankah kita seringkali merasa gemas karena usaha pembelajaran yang sudah kita lakukan ternyata tidak bisa tahan lama?
Nach...kita perlu memikirkan bagaimana membantu siswa kita. Sehubungan dengan itu, penulis mencoba memikirkan fasilitasi yang dapat dilakukan oleh guru atau sekolah agar siswa kita bisa lebih tahan lama memahami pengetahuan yang dipelajarinya.
Sepanjang pengalaman penulis menekuni dunia pendidikan... rasa-rasanya belum ada satu sekolah pun yang bisa dikategorikan sebagai PUSAT ILMU. Rasanya belum pernah kita mengalami dimana ketika kita memasuki gerbang sekolah, kita seakan-akan memasuki pusatnya ilmu. Dinding, lantai, dan semua bagian sekolah lebih banyak BERSIH dan HAMPA dari ilmu. Andaikata ada tulisan, paling-paling isinya berupa HIMBAUAN, SEMBOYAN, KATA-KATA MUTIARA, PEPATAH. Cilakanya lagi, kadang tulisan itu tidak dimengerti pula oleh siswa.
ANDAI setiap dinding, taman, lantai, dan segenap bagian dari sekolah tersebut memuat ilmu pengetahuan yang ditata rapi dan indah, sungguh sekolah itu ibaratnya ENCYCLOPEDIC SCHOOL. Ilmu pengetahuan yang semula hanya ada di buku atau di encyclopedia, dan hanya dibaca sesekali saja, sekarang dapat diakses lebih sering. Mereka tidak hanya berinteraksi dengan materi itu sekali dua kali saja. Hampir setiap saat mereka bisa berinteraksi dengan materi ilmu pengetahuan itu tanpa harus membuka buku.
Dengan encyclopedic school, setiap saat anak memiliki akses ke ilmu pengetahuan, berkali-kali. Setiap pandangan mata mereka, baik ketika bermain, istirahat, atau jalan-jalan, pasti akan dihadapkan dengan ilmu pengetahuan. Ilmu itu akan selalu diakses dalam waktu yang jauh lebih sering daripada hanya tersimpan di buku.
Karena itu, menurut hemat penulis, daripada hanya ada di dalam buku, mungkin kalau prosedur menggambar sudut yang kongruen, membuat garis bagi sudut, teorema pythagoras, rumus-rumus dll, akan lebih baik kalau semuanya itu ada di dinding atau taman atau tempat lainnya di sekolah. Sediakan ilmu itu di seluruh lingkungan sekolah. Demikian pula dengan materi matematika yang lain, dan materi mata pelajaran lainnya: IPA, IPS, Bahasa, dll.
Bukankah yang demikian itu memberikan peluang kepada anak untuk tidak mudah lupa?
Nach.. teman-teman sekalian.
Saya ingin mengajak teman-teman untuk menjadikan sekolah masing-masing sebagai ENCYCLOPEDIC SCHOOL.
Caranya mudah kok. Hayo kita unduh ilmu yang ada di buku dan di encyclopedia. Kita print-out ke dalam bentuk digital printing, dan kita pasang di dinding atau diletakkan di dekat pohon, taman, bel sekolah, atau di mana yang sesuai. Buat print out yang indah... jangan terkesan kumuh.
Gantilah secara periodik, sehingga lebih banyak ilmu yang bisa dipelajari anak, dan juga supaya tidak bosan. Selanjutnya, untuk menjaga kelestariannya, kalau perlu, ajak anak untuk bertanggungjawab terhadap penataan, perawatan, dan keamanan dari print out itu.
OK
Itu yang bisa penulis bagikan saat ini. Semoga bermanfaat.
Salam
Kapan dan seberapa seringkah anak didik kita berinteraksi dengan materi segitiga, suku banyak, dll yang ada di dalam buku?
Kayaknya, anak didik kita berinteraksi dengan materi-materi tersebut ketika kita membelajarkan materi itu. Frekuensi interaksinya pun jarang sekali: hanya sekali atau dua kali sepanjang usia mereka di jenjang pendidikan yang sedang ditekuni. Satu dua kali dalam 6 tahun ketika di SD. Satu dua kali dalam 3 tahun ketika di SMP, atau di SMA.
Menurut hemat penulis... rendahnya frekuensi mereka berinteraksi dengan ilmu-ilmu yang ada di dalam buku ini membuat mereka CEPAT LUPA dengan apa yang telah dibelajarkan. Sekarang paham, besok atau lusa sudah tidak ingat lagi... Bukankah seperti itu kenyataannya? Bukankah kita seringkali merasa gemas karena usaha pembelajaran yang sudah kita lakukan ternyata tidak bisa tahan lama?
Nach...kita perlu memikirkan bagaimana membantu siswa kita. Sehubungan dengan itu, penulis mencoba memikirkan fasilitasi yang dapat dilakukan oleh guru atau sekolah agar siswa kita bisa lebih tahan lama memahami pengetahuan yang dipelajarinya.
Sepanjang pengalaman penulis menekuni dunia pendidikan... rasa-rasanya belum ada satu sekolah pun yang bisa dikategorikan sebagai PUSAT ILMU. Rasanya belum pernah kita mengalami dimana ketika kita memasuki gerbang sekolah, kita seakan-akan memasuki pusatnya ilmu. Dinding, lantai, dan semua bagian sekolah lebih banyak BERSIH dan HAMPA dari ilmu. Andaikata ada tulisan, paling-paling isinya berupa HIMBAUAN, SEMBOYAN, KATA-KATA MUTIARA, PEPATAH. Cilakanya lagi, kadang tulisan itu tidak dimengerti pula oleh siswa.
ANDAI setiap dinding, taman, lantai, dan segenap bagian dari sekolah tersebut memuat ilmu pengetahuan yang ditata rapi dan indah, sungguh sekolah itu ibaratnya ENCYCLOPEDIC SCHOOL. Ilmu pengetahuan yang semula hanya ada di buku atau di encyclopedia, dan hanya dibaca sesekali saja, sekarang dapat diakses lebih sering. Mereka tidak hanya berinteraksi dengan materi itu sekali dua kali saja. Hampir setiap saat mereka bisa berinteraksi dengan materi ilmu pengetahuan itu tanpa harus membuka buku.
Dengan encyclopedic school, setiap saat anak memiliki akses ke ilmu pengetahuan, berkali-kali. Setiap pandangan mata mereka, baik ketika bermain, istirahat, atau jalan-jalan, pasti akan dihadapkan dengan ilmu pengetahuan. Ilmu itu akan selalu diakses dalam waktu yang jauh lebih sering daripada hanya tersimpan di buku.
Karena itu, menurut hemat penulis, daripada hanya ada di dalam buku, mungkin kalau prosedur menggambar sudut yang kongruen, membuat garis bagi sudut, teorema pythagoras, rumus-rumus dll, akan lebih baik kalau semuanya itu ada di dinding atau taman atau tempat lainnya di sekolah. Sediakan ilmu itu di seluruh lingkungan sekolah. Demikian pula dengan materi matematika yang lain, dan materi mata pelajaran lainnya: IPA, IPS, Bahasa, dll.
Bukankah yang demikian itu memberikan peluang kepada anak untuk tidak mudah lupa?
Nach.. teman-teman sekalian.
Saya ingin mengajak teman-teman untuk menjadikan sekolah masing-masing sebagai ENCYCLOPEDIC SCHOOL.
Caranya mudah kok. Hayo kita unduh ilmu yang ada di buku dan di encyclopedia. Kita print-out ke dalam bentuk digital printing, dan kita pasang di dinding atau diletakkan di dekat pohon, taman, bel sekolah, atau di mana yang sesuai. Buat print out yang indah... jangan terkesan kumuh.
Gantilah secara periodik, sehingga lebih banyak ilmu yang bisa dipelajari anak, dan juga supaya tidak bosan. Selanjutnya, untuk menjaga kelestariannya, kalau perlu, ajak anak untuk bertanggungjawab terhadap penataan, perawatan, dan keamanan dari print out itu.
OK
Itu yang bisa penulis bagikan saat ini. Semoga bermanfaat.
Salam
Sabtu, 06 Juni 2009
SATU CARA MENGAKHIRI PELAJARAN YANG MENARIK
Di dalam mengakhiri suatu kegiatan pembelajaran, guru kadang menyampaikan kesimpulan dari pelajaran saat itu dan murid tinggal mencatat. Akibatnya, catatan semua murid seragam, tidak beda satu sama lain.
Praktik di atas, biasanya dilakukan oleh guru yang menganut paham behavioris. Ilmu bagi guru ini adalah sesuatu yang bersifat obyektif dan berada di luar otak anak. Tugas guru adalah mentransfer ilmu tersebut ke otak anak. Karean keobyektivannya, guru sangat peduli dengan ketepatan kata, kalimat, bahkan simbol yang harus direkam anak. Anak tidak boleh mengkonstruksi sesuatu yang lain.
Kalau guru sudah mulai mengenali kaidah konstruktivisme, pembuatan kesimpulan ini kadang sudah diserahkan kepada anak. Anak-anak diminta untuk menuliskan hal-hal penting yang dipelajarinya hari itu, merenungkannya mengapa bisa dipahami atau justru sulit dipahami, dan mempertimbangkan langkah ke depannya. Mereka diminta untuk menggunakan kalimatnya sendiri, sehingga kesimpulan tersebut sering tidak seragam.
Permintaan kepada anak yang demikian ini OK-OK saja. Hanya saja, menurut penulis, ada baiknya kalau guru mencoba menggunakan banyak cara yang berbeda. Dengan cara yang berbeda, minimal anak akan memperoleh pengalaman yang lebih kaya dan terkurangi kejenuhannya.
Apa saja yang bisa dilakukan?
Pada kesempatan ini, penulis mencoba berbagi dua cara yang bisa digunakan untuk mengakhiri suatu kegiatan pembelajaran.
Cara 1.
Sampaikan kepada siswa bahwa membantu siswa yang tidak hadir, atau siswa lain yang tidak mengikuti kegiatan pelajaran hari ini adalah penting dan mulia. Ketidakhadiran akan membuat yang bersangkutan tidak memahami apa yang telah dibahas hari ini. Karena itu, kalau kita bisa membantu mereka yang tidak hadir itu memahami apa yang dipelajari hari ini, sungguh itu merupakan hal yang sangat baik.
Selanjutnya mintalah kepada siswa untuk "menulis sepucuk surat kepada mereka yang tidak hadir itu tentang apa yang dipelajari hari ini, bagaimana proses mempelajarinya, dan di dalam surat itu jangan lupa pula diberikan petunjuk-petunjuk yang bisa digunakan untuk mempermudah pemahaman".
Cara 2.
Sampaikan kepada siswa bahwa mereka mungkin akan ditelepon oleh temannya yang tidak masuk. Mereka tentu ingin mengerti tentang apa yang telah dipelajari. Kita harus mempersiapkan percakapan telepon yang membantu pemahaman teman yang tidak masuk tersebut.
Karena itu, guru bisa meminta siswa untuk "menuliskan suatu percakapan telepon imajinatif yang berisikan tanya jawab antara siswa yang tidak masuk dengan siswa yang masuk pelajaran. Tanya jawab tersebut tentunya tentang apa yang dipelajari, proses belajarnya, dan mungkin pula petunjuk-petunjuk penting yang bisa digunakan untuk membantu mempermudah pemahaman."
Nach... dengan dua cara ini, para siswa ditantang untuk merenungi apa yang telah dipelajari, menganalisis hal-hal yang mungkin akan menyebabkan kesulitan dalam memahaminya, dan memberikan alternatif solusinya.
Bukankah ini sesuatu yang baik dalam belajar?
Penulis yakin, siswa yang berhasil membuat surat atau menuliskan percakapan telepon imajinatif semacam ini akan memiliki pemahaman yang lebih baik. Menjelaskan kepada orang lain, baik secara lisan atau tertulis, akan membantu pemahaman yang lebih baik kepada orang yang menjelaskan ini.
Nach
Itulah yang bisa penulis sharingkan saat ini. Semoga bermanfaat dan memberikan inspirasi kepada teman-teman sekalian dalam membelajarkan siswa-siswa kita.
Salam
Praktik di atas, biasanya dilakukan oleh guru yang menganut paham behavioris. Ilmu bagi guru ini adalah sesuatu yang bersifat obyektif dan berada di luar otak anak. Tugas guru adalah mentransfer ilmu tersebut ke otak anak. Karean keobyektivannya, guru sangat peduli dengan ketepatan kata, kalimat, bahkan simbol yang harus direkam anak. Anak tidak boleh mengkonstruksi sesuatu yang lain.
Kalau guru sudah mulai mengenali kaidah konstruktivisme, pembuatan kesimpulan ini kadang sudah diserahkan kepada anak. Anak-anak diminta untuk menuliskan hal-hal penting yang dipelajarinya hari itu, merenungkannya mengapa bisa dipahami atau justru sulit dipahami, dan mempertimbangkan langkah ke depannya. Mereka diminta untuk menggunakan kalimatnya sendiri, sehingga kesimpulan tersebut sering tidak seragam.
Permintaan kepada anak yang demikian ini OK-OK saja. Hanya saja, menurut penulis, ada baiknya kalau guru mencoba menggunakan banyak cara yang berbeda. Dengan cara yang berbeda, minimal anak akan memperoleh pengalaman yang lebih kaya dan terkurangi kejenuhannya.
Apa saja yang bisa dilakukan?
Pada kesempatan ini, penulis mencoba berbagi dua cara yang bisa digunakan untuk mengakhiri suatu kegiatan pembelajaran.
Cara 1.
Sampaikan kepada siswa bahwa membantu siswa yang tidak hadir, atau siswa lain yang tidak mengikuti kegiatan pelajaran hari ini adalah penting dan mulia. Ketidakhadiran akan membuat yang bersangkutan tidak memahami apa yang telah dibahas hari ini. Karena itu, kalau kita bisa membantu mereka yang tidak hadir itu memahami apa yang dipelajari hari ini, sungguh itu merupakan hal yang sangat baik.
Selanjutnya mintalah kepada siswa untuk "menulis sepucuk surat kepada mereka yang tidak hadir itu tentang apa yang dipelajari hari ini, bagaimana proses mempelajarinya, dan di dalam surat itu jangan lupa pula diberikan petunjuk-petunjuk yang bisa digunakan untuk mempermudah pemahaman".
Cara 2.
Sampaikan kepada siswa bahwa mereka mungkin akan ditelepon oleh temannya yang tidak masuk. Mereka tentu ingin mengerti tentang apa yang telah dipelajari. Kita harus mempersiapkan percakapan telepon yang membantu pemahaman teman yang tidak masuk tersebut.
Karena itu, guru bisa meminta siswa untuk "menuliskan suatu percakapan telepon imajinatif yang berisikan tanya jawab antara siswa yang tidak masuk dengan siswa yang masuk pelajaran. Tanya jawab tersebut tentunya tentang apa yang dipelajari, proses belajarnya, dan mungkin pula petunjuk-petunjuk penting yang bisa digunakan untuk membantu mempermudah pemahaman."
Nach... dengan dua cara ini, para siswa ditantang untuk merenungi apa yang telah dipelajari, menganalisis hal-hal yang mungkin akan menyebabkan kesulitan dalam memahaminya, dan memberikan alternatif solusinya.
Bukankah ini sesuatu yang baik dalam belajar?
Penulis yakin, siswa yang berhasil membuat surat atau menuliskan percakapan telepon imajinatif semacam ini akan memiliki pemahaman yang lebih baik. Menjelaskan kepada orang lain, baik secara lisan atau tertulis, akan membantu pemahaman yang lebih baik kepada orang yang menjelaskan ini.
Nach
Itulah yang bisa penulis sharingkan saat ini. Semoga bermanfaat dan memberikan inspirasi kepada teman-teman sekalian dalam membelajarkan siswa-siswa kita.
Salam
RPP KITA LUAR BIASA ANEH
Beberapa saat yang lalu penulis berkesempatan melihat bagaimana teman-teman mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Penulis sungguh merasa heran dan prihatin dengan bentuk RPP mereka. Apalagi, mereka mengatakan bahwa bentuk ini sudah merupakan hasil binaan yang berwenang. WOW... luar biasa.. penulis nggak habis pikir dengan kenyataan ini.
Salah satu keprihatinan penulis adalah pada apa yang dituliskan oleh teman-teman di dalam langkah-langkah pembelajaran. Berikut penulis sampaikan salah satu contoh langkah-langkah kegiatannya.
Pendahuluan:
1. Membahas Pekerjaan Rumah (PR)
2. Guru memberitahukan tujuan pembelajaran
Kegiatan Inti:
1. Siswa mengerjakan LKS secara berkelompok
2. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas
3. Siswa menyelesaikan tugas secara individu atau kelompok
4. Ketika siswa menyelesaikan tugas, guru melakukan evaluasi
5. Siswa, dengan bantuan guru, membuat kesimpulan
6. Guru memberikan latihan soal kepada siswa
Penutup
1. Guru memberikan pekerjaan rumah
Coba perhatikan...
Semua langkah tersebut bersifat generik dan bisa diisi dengan konten apapun (IPA, IPS, Bahasa, Kesenian dll). Apa demikian ini langkah-langkah dalam pembelajaran matematika?
Kalau hanya seperti itu, menurut hemat penulis, tak perlulah kita menyusun RPP. Kita tidak membuat pembedaan dalam setiap materi yang akan diajarkan. Apakah kompleksitas materi yang kita ajarkan sama sehingga langkah-langkah pembelajarannya juga disamakan?
Penulis beranggapan bahwa RPP Matematika harus kental dengan matematikanya juga. Betapapun, karakteristik mata pelajaran mempengaruhi strategi pembelajarannya.
Bagaimana menurut pendapat teman-teman?
Semoga ini menjadi perhatian kita bersama.
Salam
Salah satu keprihatinan penulis adalah pada apa yang dituliskan oleh teman-teman di dalam langkah-langkah pembelajaran. Berikut penulis sampaikan salah satu contoh langkah-langkah kegiatannya.
Pendahuluan:
1. Membahas Pekerjaan Rumah (PR)
2. Guru memberitahukan tujuan pembelajaran
Kegiatan Inti:
1. Siswa mengerjakan LKS secara berkelompok
2. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas
3. Siswa menyelesaikan tugas secara individu atau kelompok
4. Ketika siswa menyelesaikan tugas, guru melakukan evaluasi
5. Siswa, dengan bantuan guru, membuat kesimpulan
6. Guru memberikan latihan soal kepada siswa
Penutup
1. Guru memberikan pekerjaan rumah
Coba perhatikan...
Semua langkah tersebut bersifat generik dan bisa diisi dengan konten apapun (IPA, IPS, Bahasa, Kesenian dll). Apa demikian ini langkah-langkah dalam pembelajaran matematika?
Kalau hanya seperti itu, menurut hemat penulis, tak perlulah kita menyusun RPP. Kita tidak membuat pembedaan dalam setiap materi yang akan diajarkan. Apakah kompleksitas materi yang kita ajarkan sama sehingga langkah-langkah pembelajarannya juga disamakan?
Penulis beranggapan bahwa RPP Matematika harus kental dengan matematikanya juga. Betapapun, karakteristik mata pelajaran mempengaruhi strategi pembelajarannya.
Bagaimana menurut pendapat teman-teman?
Semoga ini menjadi perhatian kita bersama.
Salam
Rabu, 27 Mei 2009
KELILING LINGKARAN KECIL DENGAN BESAR KOK SAMA YA?
Selama ini, kita mengetahui bahwa rumus dari keliling lingkaran adalah C=2Ï€r. Ini berarti, nilai C (circumference atau keliling lingkaran) sangat bergantung kepada nilai r. Semakin besar nilai r, semakin besar pula nilai dari C. Apa betul?
Penulis menjadi ragu ketika penulis melakukan eksperimen sebagai berikut.
Kita semua pasti pernah memiliki koin (mata uang logam) untuk alat transaksi jual beli. Koin itu ada yang berukuran kecil dan ada pula yang berukuran lebih besar.
Kalau kita mencari keliling suatu lingkaran, salah satu cara yang biasa dilakukan adalah dengan menempelkan benang di sekeliling lingkaran tersebut, dan diukur. Cara lainnya adalah dengan menggelindingkan lingkaran itu pada suatu garis tertentu sehingga titik yang semula berimpit dengan alas, kembali berimpit dengan alasnya (setelah satu putaran).
Mari kita lakukan.
Kita letakkan lingkaran pada alas, misalnya meja, dan beri tanda titik impit koin dengan meja tersebut dengan titik asal A. Gelindingkan koin tersebut satu putaran penuh sehingga titik A kembali menyentuh alas kembali, sebut itu dengan titik B. Maka ruas garis AB dapat dinyatakan sebagai keliling koin itu kan?
Sekarang coba teman-teman tempelkan dua koin yang berbeda ukuran. Tempelkan demikian sehingga keduanya lengket, dan konsentris (pusat-pusat kedua koin tersebut berimpit). Setelah itu, coba gelindingkan koin yang lengket ini satu putaran penuh. Maka koin yang kecil akan mengikuti gerakan koin yang besar. Kalau kita beri titik A sebagai titik awal menggelindingkan koin besar, dan titik C, titik yang bersesuaian pada koin kecil, maka ketika titik A kembali menyentuh alas, titik C persis juga berada di posisi yang sama. Berarti kelilingnya kan sama.
LHO? Kok bisa? Padahal kita jelas melihat bahwa jari-jarinya tidak sama. Pastilah kelilingnya juga tidak sama. Dimana letak kesalahannya?
Teman-teman sekalian.
Penulis berharap agar ada teman yang berkenan memberikan pencerahan, terutama kepada penulis, agar tidak terjadi kebingungan seperti ini.
Salam
Penulis menjadi ragu ketika penulis melakukan eksperimen sebagai berikut.
Kita semua pasti pernah memiliki koin (mata uang logam) untuk alat transaksi jual beli. Koin itu ada yang berukuran kecil dan ada pula yang berukuran lebih besar.
Kalau kita mencari keliling suatu lingkaran, salah satu cara yang biasa dilakukan adalah dengan menempelkan benang di sekeliling lingkaran tersebut, dan diukur. Cara lainnya adalah dengan menggelindingkan lingkaran itu pada suatu garis tertentu sehingga titik yang semula berimpit dengan alas, kembali berimpit dengan alasnya (setelah satu putaran).
Mari kita lakukan.
Kita letakkan lingkaran pada alas, misalnya meja, dan beri tanda titik impit koin dengan meja tersebut dengan titik asal A. Gelindingkan koin tersebut satu putaran penuh sehingga titik A kembali menyentuh alas kembali, sebut itu dengan titik B. Maka ruas garis AB dapat dinyatakan sebagai keliling koin itu kan?
Sekarang coba teman-teman tempelkan dua koin yang berbeda ukuran. Tempelkan demikian sehingga keduanya lengket, dan konsentris (pusat-pusat kedua koin tersebut berimpit). Setelah itu, coba gelindingkan koin yang lengket ini satu putaran penuh. Maka koin yang kecil akan mengikuti gerakan koin yang besar. Kalau kita beri titik A sebagai titik awal menggelindingkan koin besar, dan titik C, titik yang bersesuaian pada koin kecil, maka ketika titik A kembali menyentuh alas, titik C persis juga berada di posisi yang sama. Berarti kelilingnya kan sama.
LHO? Kok bisa? Padahal kita jelas melihat bahwa jari-jarinya tidak sama. Pastilah kelilingnya juga tidak sama. Dimana letak kesalahannya?
Teman-teman sekalian.
Penulis berharap agar ada teman yang berkenan memberikan pencerahan, terutama kepada penulis, agar tidak terjadi kebingungan seperti ini.
Salam
Senin, 25 Mei 2009
PENDIDIKAN UNTUK KEJAYAAN BANGSA KE DEPAN
Kemarin penulis menjadi salah satu pembicara pada Seminar yang diselenggarakan oleh Yayasan Beasiswa Tunas Bangsa bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya di Mojokerto. Peserta lumayan banyak, kurang lebih sebanyak 500 orang. Penulis bersyukur karena mereka terlihat tertib dan bersemangat ingin belajar. Penulis menyajikan materi tentang "Pembelajaran untuk Kemandirian dan Kejayaan Bangsa Indonesia dalam Menghadapi Era Global".
Pembahasan penulis mulai dengan menyajikan pertanyaan tentang
"Apakah bangsa ini sudah merdeka?".
Penulis sebenarnya ingin mendapatkan jawaban "sudah merdeka", karena pada kenyataannya, kemerdekaan sudah kita proklamasikan sejak tahun 1945. Tetapi, para peserta menyatakan bahwa kita masih belum merdeka. Penulis senang karena dengan ini berarti para peserta tidak akan enak-enak, "ongkang-ongkang" duduk di kursi malas dan menikmati kemerdekaan.
Penulis kemudian mengajak para peserta untuk melihat ciri-ciri bangsa terjajah. Penulis menyatakan bahwa bangsa yang terjajah memiliki dua sifat, yaitu: Intellectual Dependency, dan Servitude of Mind. Dua ciri ini terlihat betul dalam tingkah laku kita sehari-hari.
Penulis kemudian mengupas lebih lanjut bahwa pembelajaran yang kita lakukan selama ini mempunyai kontribusi besar terhadap keterjajahan dan keterpurukan bangsa. Kalau pembelajaran di republik ini tidak berubah dan terus dijalankan seperti yang biasa kita lakukan sekarang, penulis mengemukakan bahwa beberapa puluh tahun ke depan, eksistensi bangsa ini akan musnah. Para peserta terlihat diam, tetapi penulis tidak tahu apa isi hati mereka. Yang jelas, sorot mata sebagian peserta terlihat begitu fokus dengan penjelasan penulis.
Teman-teman sekalian.
Paradigma belajar yang identik dengan menumpuk fakta pengetahuan, dan akuntabilitas pembelajaran yang hanya diukur dengan bukti fisik dokumen administrasi, serta tidak adanya reward dan punishment yang jelas terhadap praktik pembelajaran yang dilakukan di kelas, merupakan beberapa faktor yang penting bagi keterpurukan ini. Selama ini terus dilakukan, kita akan memiliki generasi muda yang lemah. Apakah kita mau menitipkan masa depan bangsa ini kepada generasi muda yang lemah semacam ini? Tentu tidak. Kita harus menciptakan generasi muda yang tangguh, kreatif, dan inovatif, yang mampu bersaing dengan bangsa lain, yang memiliki keunggulan kompetitif atau keunggulan komparatif.
Di bagian akhir, penulis memberikan beberapa saran agar pembelajaran ini mampu membangun kejayaan bangsa ke depan. Teman-teman tertarik untuk mengikuti pikiran penulis? Silahkan unduh power point yang penulis buat di sini, dan selamat mempelajari. Semoga bermanfaat, terutama bagi masa depan bangsa tercinta ini.
Salam
Pembahasan penulis mulai dengan menyajikan pertanyaan tentang
"Apakah bangsa ini sudah merdeka?".
Penulis sebenarnya ingin mendapatkan jawaban "sudah merdeka", karena pada kenyataannya, kemerdekaan sudah kita proklamasikan sejak tahun 1945. Tetapi, para peserta menyatakan bahwa kita masih belum merdeka. Penulis senang karena dengan ini berarti para peserta tidak akan enak-enak, "ongkang-ongkang" duduk di kursi malas dan menikmati kemerdekaan.
Penulis kemudian mengajak para peserta untuk melihat ciri-ciri bangsa terjajah. Penulis menyatakan bahwa bangsa yang terjajah memiliki dua sifat, yaitu: Intellectual Dependency, dan Servitude of Mind. Dua ciri ini terlihat betul dalam tingkah laku kita sehari-hari.
Penulis kemudian mengupas lebih lanjut bahwa pembelajaran yang kita lakukan selama ini mempunyai kontribusi besar terhadap keterjajahan dan keterpurukan bangsa. Kalau pembelajaran di republik ini tidak berubah dan terus dijalankan seperti yang biasa kita lakukan sekarang, penulis mengemukakan bahwa beberapa puluh tahun ke depan, eksistensi bangsa ini akan musnah. Para peserta terlihat diam, tetapi penulis tidak tahu apa isi hati mereka. Yang jelas, sorot mata sebagian peserta terlihat begitu fokus dengan penjelasan penulis.
Teman-teman sekalian.
Paradigma belajar yang identik dengan menumpuk fakta pengetahuan, dan akuntabilitas pembelajaran yang hanya diukur dengan bukti fisik dokumen administrasi, serta tidak adanya reward dan punishment yang jelas terhadap praktik pembelajaran yang dilakukan di kelas, merupakan beberapa faktor yang penting bagi keterpurukan ini. Selama ini terus dilakukan, kita akan memiliki generasi muda yang lemah. Apakah kita mau menitipkan masa depan bangsa ini kepada generasi muda yang lemah semacam ini? Tentu tidak. Kita harus menciptakan generasi muda yang tangguh, kreatif, dan inovatif, yang mampu bersaing dengan bangsa lain, yang memiliki keunggulan kompetitif atau keunggulan komparatif.
Di bagian akhir, penulis memberikan beberapa saran agar pembelajaran ini mampu membangun kejayaan bangsa ke depan. Teman-teman tertarik untuk mengikuti pikiran penulis? Silahkan unduh power point yang penulis buat di sini, dan selamat mempelajari. Semoga bermanfaat, terutama bagi masa depan bangsa tercinta ini.
Salam
Selasa, 12 Mei 2009
SEBUAH IDE PEMBELAJARAN KESEBANGUNAN SEGITIGA
Pembelajaran Matematika yang biasa kita lakukan seringkali terkemas dalam suatu interaksi yang monoton. Guru lebih banyak bicara, dan siswa lebih banyak diam, mendengarkan dan mencatat apa yang dikatakan guru.
Sebenarnya sudah cukup banyak inovasi pembelajaran yang menekankan pentingnya siswa belajar secara aktif. Tetapi, banyak sekali guru yang kesulitan menerapkannya. Entah karena apa, yang jelas banyak guru yang "gelap" dengan ide membelajarkan matematika yang membuat siswa aktif. Mudah-mudahan bukan karena kemalasan.. he he... Maaf.
Nach... beberapa saat yang lalu penulis sempat membuat sebuah ide pembelajaran yang menurut hemat penulis cukup menuntut siswa untuk aktif belajar. Di dalam ide ini, penulis meminta siswa melakukan investigasi, diskusi kelompok, membuat reviu dan refleksi, dan kegiatan siswa aktif lainnya.
Penulis tidak mengetahui apakah ide ini bisa diterapkan dalam satu kali pertemuan atau tidak. Mengapa? Karena yang paling tahu tentang kelas teman-teman, adalah teman-teman sendiri. Walau sudah jadi profesor doktor sekalipun, dia tidak akan dengan serta merta mengenal karakteristik masing-masing kelas. Ide pembelajaran yang ditawarkan bisa saja tidak jalan di kelas itu.
Karena itu, kalau mau diterapkan di kelas teman-teman, penulis mengharapkan agar teman-teman tidak beranggapan bahwa ini adalah ide yang terbaik dan sudah tinggal terapkan. Penulis mempersilahkan teman-teman menyesuaikan saja dengan kondisi kelas yang ada.
Ide ini boleh dilaksanakan dalam satu kali pertemuan saja kemudian diulangi dan dipertajam lagi pada pertemuan berikutnya, atau penggal saja beberapa kegiatan dalam pertemuan pertama, dan lanjutkan sisanya pada pertemuan berikutnya. Bahkan, penulis juga mempersilahkan teman-teman mengadaptasi sesuai kebutuhan. Itu bukan masalah. Yang penting, semoga tulisan ini bisa menginspirasi teman-teman agar mampu membelajarkan siswa-siswanya dengan optimal.
Nach... ada yang tertarik untuk mengetahuinya.
Kalau teman-teman tertarik, penulis sudah mempersiapkan filenya. Penulis mempersilahkan teman-teman sekalian untuk mengunduh file tersebut di sini. Meskipun mungkin tidak ideal, tetapi semoga tetap bermanfaat.
Salam
Sebenarnya sudah cukup banyak inovasi pembelajaran yang menekankan pentingnya siswa belajar secara aktif. Tetapi, banyak sekali guru yang kesulitan menerapkannya. Entah karena apa, yang jelas banyak guru yang "gelap" dengan ide membelajarkan matematika yang membuat siswa aktif. Mudah-mudahan bukan karena kemalasan.. he he... Maaf.
Nach... beberapa saat yang lalu penulis sempat membuat sebuah ide pembelajaran yang menurut hemat penulis cukup menuntut siswa untuk aktif belajar. Di dalam ide ini, penulis meminta siswa melakukan investigasi, diskusi kelompok, membuat reviu dan refleksi, dan kegiatan siswa aktif lainnya.
Penulis tidak mengetahui apakah ide ini bisa diterapkan dalam satu kali pertemuan atau tidak. Mengapa? Karena yang paling tahu tentang kelas teman-teman, adalah teman-teman sendiri. Walau sudah jadi profesor doktor sekalipun, dia tidak akan dengan serta merta mengenal karakteristik masing-masing kelas. Ide pembelajaran yang ditawarkan bisa saja tidak jalan di kelas itu.
Karena itu, kalau mau diterapkan di kelas teman-teman, penulis mengharapkan agar teman-teman tidak beranggapan bahwa ini adalah ide yang terbaik dan sudah tinggal terapkan. Penulis mempersilahkan teman-teman menyesuaikan saja dengan kondisi kelas yang ada.
Ide ini boleh dilaksanakan dalam satu kali pertemuan saja kemudian diulangi dan dipertajam lagi pada pertemuan berikutnya, atau penggal saja beberapa kegiatan dalam pertemuan pertama, dan lanjutkan sisanya pada pertemuan berikutnya. Bahkan, penulis juga mempersilahkan teman-teman mengadaptasi sesuai kebutuhan. Itu bukan masalah. Yang penting, semoga tulisan ini bisa menginspirasi teman-teman agar mampu membelajarkan siswa-siswanya dengan optimal.
Nach... ada yang tertarik untuk mengetahuinya.
Kalau teman-teman tertarik, penulis sudah mempersiapkan filenya. Penulis mempersilahkan teman-teman sekalian untuk mengunduh file tersebut di sini. Meskipun mungkin tidak ideal, tetapi semoga tetap bermanfaat.
Salam
Rabu, 06 Mei 2009
KIAT MENGELOLA PEMBELAJARAN KREATIF
Hari Minggu tanggal 3 Mei 2009 kemarin, penulis diminta untuk menjadi salah satu pembicara dalam Seminar Internasional yang diselenggarakan oleh Yayasan Tunas Bangsa bekerja sama dengan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya. Selain penulis, pembicara yang satunya adalah Mr. Stuart Weston dari Inggris. Stuart menyajikan tentang mengelola sekolah secara kreatif, sementara penulis membahas tentang mengelola pembelajaran yang kreatif.
Peserta seminar ini sungguh banyak sekali. Menurut panitia, jumlahnya mencapai 1500 orang. Bahkan kalau tidak dihentikan, jumlahnya bisa melebihi hal itu.
Dari satu sisi, penulis senang karena peserta banyak sekali. Dengan begitu, penulis bisa berharap bahwa ide-ide penulis bisa didengarkan oleh banyak orang. Tapi, di sisi yang lain, penulis sebenarnya cukup prihatin. Banyak peserta tidak mendengarkan uraian materi penulis, terutama yang duduk di bagian belakang.
Di samping karena kurang bagusnya sound system, kurang banyaknya layar untuk presentasi materi, sudah dibagikannya materi untuk presentasi, serta berdasarkan hasil berbincang-bincang dengan sebagian peserta yang penulis lakukan setelah acara usai, ternyata kebanyakan peserta hanya menginginkan sertifikatnya saja. Itu diperlukan untuk bisa memperoleh sertifikasi guru profesional.
Sungguh sangat sayang kalau semuanya hanya sebatas untuk itu. Tapi, kayaknya itu juga bukan salah mereka. Sistem sertifikasi yang ada, bahkan hampir semua kebijakan pendidikan, lebih menekankan kepada bukti dokumen administratif semata. Di beberapa sekolah, guru banyak yang membuat RPP hanya untuk sekedar lolos keperluan administrasi. RPP tersebut banyak yang hasil copy and paste dari RPP orang lain, dan di kelas RPP tersebut tidak digubris. Mudah-mudahan ini tidak terjadi pada para pembaca blog ini.
Anyway ...
Betapapun, penulis tetap ingin berbagi segala ide yang penulis punyai ... termasuk ide yang penulis sampaikan dalam seminar tersebut... Karena itu, meskipun teman-teman tidak mengikuti seminar, jangan khawatir... Penulis mempersilahkan mengunduh tulisan tersebut di sini. Silahkan dipelajari dan semoga bermanfaat.
Salam
Peserta seminar ini sungguh banyak sekali. Menurut panitia, jumlahnya mencapai 1500 orang. Bahkan kalau tidak dihentikan, jumlahnya bisa melebihi hal itu.
Dari satu sisi, penulis senang karena peserta banyak sekali. Dengan begitu, penulis bisa berharap bahwa ide-ide penulis bisa didengarkan oleh banyak orang. Tapi, di sisi yang lain, penulis sebenarnya cukup prihatin. Banyak peserta tidak mendengarkan uraian materi penulis, terutama yang duduk di bagian belakang.
Di samping karena kurang bagusnya sound system, kurang banyaknya layar untuk presentasi materi, sudah dibagikannya materi untuk presentasi, serta berdasarkan hasil berbincang-bincang dengan sebagian peserta yang penulis lakukan setelah acara usai, ternyata kebanyakan peserta hanya menginginkan sertifikatnya saja. Itu diperlukan untuk bisa memperoleh sertifikasi guru profesional.
Sungguh sangat sayang kalau semuanya hanya sebatas untuk itu. Tapi, kayaknya itu juga bukan salah mereka. Sistem sertifikasi yang ada, bahkan hampir semua kebijakan pendidikan, lebih menekankan kepada bukti dokumen administratif semata. Di beberapa sekolah, guru banyak yang membuat RPP hanya untuk sekedar lolos keperluan administrasi. RPP tersebut banyak yang hasil copy and paste dari RPP orang lain, dan di kelas RPP tersebut tidak digubris. Mudah-mudahan ini tidak terjadi pada para pembaca blog ini.
Anyway ...
Betapapun, penulis tetap ingin berbagi segala ide yang penulis punyai ... termasuk ide yang penulis sampaikan dalam seminar tersebut... Karena itu, meskipun teman-teman tidak mengikuti seminar, jangan khawatir... Penulis mempersilahkan mengunduh tulisan tersebut di sini. Silahkan dipelajari dan semoga bermanfaat.
Salam
Sabtu, 18 April 2009
BELAJAR DARI KESUKSESAN SMP 8 YOGYAKARTA DALAM MENGIKUTI OSN
Dalam waktu dekat, mungkin minggu depan, seleksi Olimpiade Sains Nasional (OSN), tingkat SMP/MTs akan segera dilakukan. Sesudah itu segera menyusul seleksi tingkat propinvi, dan terakhir seleksi tingkat nasional (biasanya bulan Agustus atau September).
Meskipun beberapa daerah telah menunjukkan kemajuan, masih banyak lagi daerah yang boleh dibilang "gagal". Masih ada peserta OSN dari daerah tertentu yang memperoleh sekor kurang dari 7 dari maksimal 70. OSN yang dimaksudkan untuk meningkatkan mutu ini tampaknya masih belum berhasil. Persebaran mutu pendidikan matematika di Indonesia masih memprihatinkan. Anak-anak yang seharusnya potensial (gifted and talented) masih belum mampu menunjukkan kinerja optimalnya. Ini tentu terkait erat dengan pembinaan bagi anak-anak gifted talented itu. Pembelajaran yang tidak membedakan antara anak potensial ini dengan anak-anak pada umumnya, bahkan dengan anak yang berkesulitan belajar, tentu tidak akan mungkin membantu anak potensial ini tumbuh berkembang secara optimal.
Mungkin ada baiknya teman-teman menengok bagaimana pembinaan anak-anak gifted and talented ini di SMP 8 Yogyakarta. Berdasarkan pengamatan penulis, prestasi anak SMP 8 Yogyakarta sangat luar biasa. Setiap tahun selalu saja ada yang memperoleh medali. Meskipun belum memperoleh juara I tingkat nasional, tetapi cukup banyak anak yang berprestasi dari SMP 8 ini. Karena itu, kita bisa belajar dari pembinaan di sana.
Penulis sempat meminta Pak Wiworo untuk berbagi dengan kita bagaimana membina anak-anak SMP 8 Yogyakarta. Ternyata beliau memberikan kepaga penulis beberapa artikel yang sudah pernah dimuat di Jurnal Mahkota Matematika Universitas Negeri Malang.
Tulisan itu memang dibuat pada tahun 2006. Akan tetapi, menurut penulis, esensinya sangat penting untuk kita petik hikmahnya. Dari membaca tulisan tersebut, kita bisa belajar bagaimana membina anak didik kita agar mampu memiliki semangat juang yang tinggi, sukses, tetapi tetap rendah hati.
Nach.. tulisan beliau saya sajikan di dalam blog ini. Kalau ada di antara teman-teman yang berkenan untuk mempelajarinya, penulis mempersilahkan teman-teman untuk mengunduhnya di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Meskipun beberapa daerah telah menunjukkan kemajuan, masih banyak lagi daerah yang boleh dibilang "gagal". Masih ada peserta OSN dari daerah tertentu yang memperoleh sekor kurang dari 7 dari maksimal 70. OSN yang dimaksudkan untuk meningkatkan mutu ini tampaknya masih belum berhasil. Persebaran mutu pendidikan matematika di Indonesia masih memprihatinkan. Anak-anak yang seharusnya potensial (gifted and talented) masih belum mampu menunjukkan kinerja optimalnya. Ini tentu terkait erat dengan pembinaan bagi anak-anak gifted talented itu. Pembelajaran yang tidak membedakan antara anak potensial ini dengan anak-anak pada umumnya, bahkan dengan anak yang berkesulitan belajar, tentu tidak akan mungkin membantu anak potensial ini tumbuh berkembang secara optimal.
Mungkin ada baiknya teman-teman menengok bagaimana pembinaan anak-anak gifted and talented ini di SMP 8 Yogyakarta. Berdasarkan pengamatan penulis, prestasi anak SMP 8 Yogyakarta sangat luar biasa. Setiap tahun selalu saja ada yang memperoleh medali. Meskipun belum memperoleh juara I tingkat nasional, tetapi cukup banyak anak yang berprestasi dari SMP 8 ini. Karena itu, kita bisa belajar dari pembinaan di sana.
Penulis sempat meminta Pak Wiworo untuk berbagi dengan kita bagaimana membina anak-anak SMP 8 Yogyakarta. Ternyata beliau memberikan kepaga penulis beberapa artikel yang sudah pernah dimuat di Jurnal Mahkota Matematika Universitas Negeri Malang.
Tulisan itu memang dibuat pada tahun 2006. Akan tetapi, menurut penulis, esensinya sangat penting untuk kita petik hikmahnya. Dari membaca tulisan tersebut, kita bisa belajar bagaimana membina anak didik kita agar mampu memiliki semangat juang yang tinggi, sukses, tetapi tetap rendah hati.
Nach.. tulisan beliau saya sajikan di dalam blog ini. Kalau ada di antara teman-teman yang berkenan untuk mempelajarinya, penulis mempersilahkan teman-teman untuk mengunduhnya di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Jumat, 17 April 2009
JAWABAN SOAL NO 5 OSN HARI 2 OSN SMP NAS 2008
Soal No 5 yang dikeluarkan pada hari II OSN tingkat nasional tahun 2008 adalah soal tentang geometri ruang. Banyak sekali peserta OSN yang kesulitan dengan soal ini.
Umumnya, para peserta kesulitan menggambarkan bentuk perpotongan dari bidang dengan bangun dimensi 3-nya.
Salah satu cara yang perlu dilakukan anak adalah memotong benda-benda kongkrit dan melihat bentuk perpotongannya. Mungkin bisa menggunakan tahu, terasi, atau "malam", anak akan lebih terbantu mengetahuinya.
Nach.. penulis mencoba menyajikan salah satu cara menjawab masalah tersebut di dalam blog ini. Kalau teman-teman ada yang berkenan membacanya, penulis mempersilahkan untuk mengunduhnya di sini.
Semoga bermanfaat.
Salam
Umumnya, para peserta kesulitan menggambarkan bentuk perpotongan dari bidang dengan bangun dimensi 3-nya.
Salah satu cara yang perlu dilakukan anak adalah memotong benda-benda kongkrit dan melihat bentuk perpotongannya. Mungkin bisa menggunakan tahu, terasi, atau "malam", anak akan lebih terbantu mengetahuinya.
Nach.. penulis mencoba menyajikan salah satu cara menjawab masalah tersebut di dalam blog ini. Kalau teman-teman ada yang berkenan membacanya, penulis mempersilahkan untuk mengunduhnya di sini.
Semoga bermanfaat.
Salam
Minggu, 12 April 2009
MODEL PEMBELAJARAN SPL2V BERACUAN KONSTRUKTIVE & MENGGUNAKAN SOFTWARE MICROSOFT MATH
Masih ingatkah bagaimana biasanya kita membelajarkan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPL2V)?
Ketika membelajarkan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPL2V), langkah-langkah pembelajaran yang biasanya dilakukan oleh penulis dan mungkin guru yang lain pada umumnya adalah:
(1) menjelaskan secara klasikal langkah-langkah menjalankan suatu metode penyelesaian soal SPL2V,
(2) memberikan contoh penerapan langkah tersebut, dan
(3) memberikan soal-soal latihan.
Ini wajar dilakukan karena kita terbiasa dengan model pembelajaran yang berhulu kepada paradigma behavioris.
Sebagai orang yang juga belajar tentang paradigma kognitivis dan konstruktivis, serta melihat kenyataan betapa banyak siswa yang tetap gagal memahami SPL2V serta materi matematika lainnya kendatipun mereka telah dilatih dengan banyak soal dan dalam waktu yang lama, penulis tertantang untuk mencari model pembelajaran yang lain.
Beberapa waktu terakhir ini, penulis memperoleh suatu software dari mengunduh di dunia maya, yaitu Microsoft Math. Dengan software ini, anak bisa dengan mudahnya menentukan penyelesaian dari persamaan satu variabel, sistem persamaan dua variabel, dan bahkan sampai sistem persamaan enam variabel. Khusus untuk sistem persamaan linear dua variabel (SPL2V), penggunaan metode eliminasi, substitusi, dan matriks dengan gamblang diuraikan di dalam penyelesaian yang menggunakan software ini.
Sungguh sayang kalau software ini hanya digunakan sebagai alat saja. Akan lebih baik kalau software ini juga digunakan untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan berpikir matematis siswa. Karena itu, penulis mencoba mengusulkan suatu model pembelajaran SPL2V yang beracuan konstruktivis dan memanfaatkan software Microsoft Math.
Nach...
Penulis sempat membuat tulisan sederhana tentang usulan model pembelajaran yang dimaksud di atas. Kalau ada di antara teman-teman yang ingin membaca tulisan tersebut, silahkan tulisan tersebut diunduh di sini. Silahkan dikaji, diujicobakan, dan diperbaiki. Kalau berkenan, penulis ingin agar teman-teman sekalian menyampaikan hasil ujicobanya kepada penulis atau kepada seluruh khalayak di blog ini.
Semoga bermanfaat.
Amin
Ketika membelajarkan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPL2V), langkah-langkah pembelajaran yang biasanya dilakukan oleh penulis dan mungkin guru yang lain pada umumnya adalah:
(1) menjelaskan secara klasikal langkah-langkah menjalankan suatu metode penyelesaian soal SPL2V,
(2) memberikan contoh penerapan langkah tersebut, dan
(3) memberikan soal-soal latihan.
Ini wajar dilakukan karena kita terbiasa dengan model pembelajaran yang berhulu kepada paradigma behavioris.
Sebagai orang yang juga belajar tentang paradigma kognitivis dan konstruktivis, serta melihat kenyataan betapa banyak siswa yang tetap gagal memahami SPL2V serta materi matematika lainnya kendatipun mereka telah dilatih dengan banyak soal dan dalam waktu yang lama, penulis tertantang untuk mencari model pembelajaran yang lain.
Beberapa waktu terakhir ini, penulis memperoleh suatu software dari mengunduh di dunia maya, yaitu Microsoft Math. Dengan software ini, anak bisa dengan mudahnya menentukan penyelesaian dari persamaan satu variabel, sistem persamaan dua variabel, dan bahkan sampai sistem persamaan enam variabel. Khusus untuk sistem persamaan linear dua variabel (SPL2V), penggunaan metode eliminasi, substitusi, dan matriks dengan gamblang diuraikan di dalam penyelesaian yang menggunakan software ini.
Sungguh sayang kalau software ini hanya digunakan sebagai alat saja. Akan lebih baik kalau software ini juga digunakan untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan berpikir matematis siswa. Karena itu, penulis mencoba mengusulkan suatu model pembelajaran SPL2V yang beracuan konstruktivis dan memanfaatkan software Microsoft Math.
Nach...
Penulis sempat membuat tulisan sederhana tentang usulan model pembelajaran yang dimaksud di atas. Kalau ada di antara teman-teman yang ingin membaca tulisan tersebut, silahkan tulisan tersebut diunduh di sini. Silahkan dikaji, diujicobakan, dan diperbaiki. Kalau berkenan, penulis ingin agar teman-teman sekalian menyampaikan hasil ujicobanya kepada penulis atau kepada seluruh khalayak di blog ini.
Semoga bermanfaat.
Amin
Jumat, 10 April 2009
MEMIMPIKAN SEKOLAH SEBAGAI SUMBER ILMU PENGETAHUAN
Sekolah merupakan tempat anak menempa diri, menggali potensi, belajar menguasai ilmu pengetahuan. Sekolah adalah pusat ilmu pengetahuan. Tetapi, apakah memang seperti itu yang terjadi?
Kalau kita lihat kenyataan, apa yang penulis sampaikan di atas boleh dibilang hanya mimpi belaka. Sekolah jauh dari sosok “sumber ilmu pengetahuan”. Hampir setiap ruang, lorong, dan ruang terbuka di sekolah tidak mencerminkan bahwa sekolah adalah sumber ilmu pengetahuan. Dinding-dinding sekolah hanya dicat dengan warna tertentu, kosong dari coretan, gambar yang memberikan inspirasi tentang ilmu pengetahuan. Andaikata ada tulisan, yang ditulis hanyalah slogan-slogan dan pepatah saja.
Penulis memimpikan adanya sekolah yang memberikan kesempatan sehingga setiap mata siswa memandang di situlah siswa bisa membaca dan belajar ilmu pengetahuan. Penulis membayangkan setiap jengkal dinding diisi dengan beragam tulisan atau lukisan antara lain: rumus-rumus, ilustrasi, deskripsi ilmuwan, imajinasi, dan lain-lain. Karena itu, begitu orang masuk ke sekolah, suasana pusat ilmu sangat kental terasa. Masuk ke sekolah harus memberikan kesan khusus, bahwa inilah tempatnya ilmu pengetahuan dibina dan dikembangkan.
Tentu saja, selain itu masih banyak lagi yang harus tampak. Yang paling menonjol adalah pembelajaran harus lebih mendorong aktivitas siswa bekerja, mengamati, merefleksi, dan memprediksikan kemungkinan ke depan perlu terwujud juga dalam keseharian. Di sekolah, tampak sekali aktivitas orang-orang yang bertekun-tekun mencari, menganalisis, dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dengan itu semua, penulis membayangkan betapa siswa akan terbantu memahami, atau sekedar menghafalkan hal-hal penting dalam ilmu pengetahuan. Bahkan, mungkin saja akan tumbuh suatu imajinasi bagaimana mengembangkan ilmu pengetahuan. Bukankah Bill Gates mengatakan bahwa yang paling penting dalam pendidikan saat ini adalah membantu anak memiliki imajinasi sains.
Semoga ada kepala sekolah yang mau memiliki mimpi serupa. Kepala Sekolah lah penentu utama kemajuan sekolah. Kepala Sekolahnya "loyo", tidak ada kemajuan di sekolah itu. Tetapi, kalau kepala sekolahnya energik, tidak mudah puas, selalu ingin berkembang, maju pulalah sekolah itu.
Kalau masalah 'kesan kumuh' yang seringkali dikeluhkan, bukankah sekarang ini kita bisa membuatnya seperti banner yang digunakan oleh para calon legislatif. Bukankah banner demikian cukup awet dan tahan lama. Nach...buat saja banner-banner tentang ilmu pengetahuan yang indah, ganti secara periodik. Semoga kesan kumuh bisa dieliminir. Siapa mau coba?
Semoga bermanfaat.
Kalau kita lihat kenyataan, apa yang penulis sampaikan di atas boleh dibilang hanya mimpi belaka. Sekolah jauh dari sosok “sumber ilmu pengetahuan”. Hampir setiap ruang, lorong, dan ruang terbuka di sekolah tidak mencerminkan bahwa sekolah adalah sumber ilmu pengetahuan. Dinding-dinding sekolah hanya dicat dengan warna tertentu, kosong dari coretan, gambar yang memberikan inspirasi tentang ilmu pengetahuan. Andaikata ada tulisan, yang ditulis hanyalah slogan-slogan dan pepatah saja.
Penulis memimpikan adanya sekolah yang memberikan kesempatan sehingga setiap mata siswa memandang di situlah siswa bisa membaca dan belajar ilmu pengetahuan. Penulis membayangkan setiap jengkal dinding diisi dengan beragam tulisan atau lukisan antara lain: rumus-rumus, ilustrasi, deskripsi ilmuwan, imajinasi, dan lain-lain. Karena itu, begitu orang masuk ke sekolah, suasana pusat ilmu sangat kental terasa. Masuk ke sekolah harus memberikan kesan khusus, bahwa inilah tempatnya ilmu pengetahuan dibina dan dikembangkan.
Tentu saja, selain itu masih banyak lagi yang harus tampak. Yang paling menonjol adalah pembelajaran harus lebih mendorong aktivitas siswa bekerja, mengamati, merefleksi, dan memprediksikan kemungkinan ke depan perlu terwujud juga dalam keseharian. Di sekolah, tampak sekali aktivitas orang-orang yang bertekun-tekun mencari, menganalisis, dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dengan itu semua, penulis membayangkan betapa siswa akan terbantu memahami, atau sekedar menghafalkan hal-hal penting dalam ilmu pengetahuan. Bahkan, mungkin saja akan tumbuh suatu imajinasi bagaimana mengembangkan ilmu pengetahuan. Bukankah Bill Gates mengatakan bahwa yang paling penting dalam pendidikan saat ini adalah membantu anak memiliki imajinasi sains.
Semoga ada kepala sekolah yang mau memiliki mimpi serupa. Kepala Sekolah lah penentu utama kemajuan sekolah. Kepala Sekolahnya "loyo", tidak ada kemajuan di sekolah itu. Tetapi, kalau kepala sekolahnya energik, tidak mudah puas, selalu ingin berkembang, maju pulalah sekolah itu.
Kalau masalah 'kesan kumuh' yang seringkali dikeluhkan, bukankah sekarang ini kita bisa membuatnya seperti banner yang digunakan oleh para calon legislatif. Bukankah banner demikian cukup awet dan tahan lama. Nach...buat saja banner-banner tentang ilmu pengetahuan yang indah, ganti secara periodik. Semoga kesan kumuh bisa dieliminir. Siapa mau coba?
Semoga bermanfaat.
Kamis, 09 April 2009
JARI JARI LINGKARAN LUAR SUATU SEGITIGA
Kalau pada tulisan sebelumnya penulis menyajikan cara menghitung jari-jari lingkaran dalam suatu segitiga, maka dalam kesempatan ini penulis akan menyajikan cara menghitung jari-jari lingkaran luar suatu segitiga.
Seperti sebelumnya, inspirasi penulisan ini berasal dari kegiatan penulis mereviu buku teks pembelajaran matematika untuk kelas SBI yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan SLTP. Di dalam buku teks tersebut hanya disajikan cara-cara melukis lingkaran luar suatu segitiga. Buku itu tidak memuat sama sekali cara-cara menghitung panjang jari-jari lingkaran luar suatu segitiga.
Sementara itu, di kelas yang reguler, yakni kelas yang menggunakan bahasa Indonesia, guru tidak hanya menyajikan cara melukisnya. Beberapa soal yang terkait dengan pelukisan lingkaran luar ini juga disajikan. Salah satu jenis soal yang dimuat adalah soal yang menuntut siswa menghitung panjang jari-jari lingkaran luar.
Karena itu, sungguh kasihan siswa bila mereka tidak mengenal itu. Bisa jadi, mereka akan dilecehkan oleh siswa yang lain karena tidak mempelajari hal-hal yang biasa dipelajari di kelas standar. Ini bisa merusak kepercayaan diri siswa kelas SBI.
Mengingat mereka adalah siswa-siswa pilihan, penulis mencoba berbagi dengan teman-teman, terutama teman-teman guru yang mengajar di SBI, bagaimana cara menemukan rumus untuk menghitung panjang jari-jari lingkaran luar. Silahkan diunduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Seperti sebelumnya, inspirasi penulisan ini berasal dari kegiatan penulis mereviu buku teks pembelajaran matematika untuk kelas SBI yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan SLTP. Di dalam buku teks tersebut hanya disajikan cara-cara melukis lingkaran luar suatu segitiga. Buku itu tidak memuat sama sekali cara-cara menghitung panjang jari-jari lingkaran luar suatu segitiga.
Sementara itu, di kelas yang reguler, yakni kelas yang menggunakan bahasa Indonesia, guru tidak hanya menyajikan cara melukisnya. Beberapa soal yang terkait dengan pelukisan lingkaran luar ini juga disajikan. Salah satu jenis soal yang dimuat adalah soal yang menuntut siswa menghitung panjang jari-jari lingkaran luar.
Karena itu, sungguh kasihan siswa bila mereka tidak mengenal itu. Bisa jadi, mereka akan dilecehkan oleh siswa yang lain karena tidak mempelajari hal-hal yang biasa dipelajari di kelas standar. Ini bisa merusak kepercayaan diri siswa kelas SBI.
Mengingat mereka adalah siswa-siswa pilihan, penulis mencoba berbagi dengan teman-teman, terutama teman-teman guru yang mengajar di SBI, bagaimana cara menemukan rumus untuk menghitung panjang jari-jari lingkaran luar. Silahkan diunduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Rabu, 08 April 2009
JARI JARI LINGKARAN DALAM SUATU SEGITIGA
Beberapa waktu yang lalu penulis diminta mereviu buku teks Matematika dari Direktorat Pembinaan SLTP. Buku itu adalah buku yang akan digunakan untuk sekolah-sekolah yang termasuk dalam kelompok Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
Penulis tertarik pada salah satu pasal, kalau tidak salah pasal 6.6., yaitu pasal tentang lingkaran dalam suatu segitiga. Di buku itu, dijabarkan langkah-langkah yang diperlukan untuk melukiskan lingkaran dalam segitiga. Tugas-tugas yang diberikan pun lebih banyak hanya melukis lingkaran dalam segitiga. Hampir tidak ada satu soal pun yang menanyakan panjang jari-jari lingkaran dalam suatu segitiga. Kalau pun ada, soal yang diberikan pun hanya berbunyi "dapatkah kalian menemukan panjang jari-jari lingkaran dalam suatu segitiga?' Sementara itu, di kelas-kelas yang reguler, penulis melihat banyak guru yang menindaklanjuti dengan mencari panjang jari-jari lingkaran dalamnya.
Kondisi ini menantang penulis untuk berbagi dengan teman-teman, terutama teman-teman yang mengajar di kelas-kelas SBI, agar tidak lupa juga mengajarkan hal ini. Toch mereka memiliki waktu yang lebih banyak, dan muridnya pun cenderung pilihan.
Penulis sempat menuliskan bagaimana cara mencari jari-jari lingkaran dalam suatu segitiga. Kalau teman-teman berkenan membaca, silahkan unduh tulisan berikut di sini dan semoga bermanfaat.
Salam
Penulis tertarik pada salah satu pasal, kalau tidak salah pasal 6.6., yaitu pasal tentang lingkaran dalam suatu segitiga. Di buku itu, dijabarkan langkah-langkah yang diperlukan untuk melukiskan lingkaran dalam segitiga. Tugas-tugas yang diberikan pun lebih banyak hanya melukis lingkaran dalam segitiga. Hampir tidak ada satu soal pun yang menanyakan panjang jari-jari lingkaran dalam suatu segitiga. Kalau pun ada, soal yang diberikan pun hanya berbunyi "dapatkah kalian menemukan panjang jari-jari lingkaran dalam suatu segitiga?' Sementara itu, di kelas-kelas yang reguler, penulis melihat banyak guru yang menindaklanjuti dengan mencari panjang jari-jari lingkaran dalamnya.
Kondisi ini menantang penulis untuk berbagi dengan teman-teman, terutama teman-teman yang mengajar di kelas-kelas SBI, agar tidak lupa juga mengajarkan hal ini. Toch mereka memiliki waktu yang lebih banyak, dan muridnya pun cenderung pilihan.
Penulis sempat menuliskan bagaimana cara mencari jari-jari lingkaran dalam suatu segitiga. Kalau teman-teman berkenan membaca, silahkan unduh tulisan berikut di sini dan semoga bermanfaat.
Salam
Selasa, 07 April 2009
RPP ERA SERTIFIKASI GURU
Beberapa hari yang lalu saya diberi tahu teman bahwa para guru banyak yang gelisah tentang RPP. Banyak di antara mereka yang menyatakan bahwa RPP tidak bisa dibuat biasa. Kalau ingin lulus sertifikasi, RPP harus disesuaikan dengan apa yang disyaratkan dalam sertifikasi guru.
Penulis kaget mendengarkan pernyataan itu. Meskipun penulis juga seorang dosen, tetapi selama ini penulis tidak terlibat dalam mensertifikasi guru. Penyebabnya adalah penulis sedang mengikuti kuliah. Tapi penulis juga senang dengan kondisi itu. Penulis tidak ikut terlibat dalam menentukan kelulusan atau ketidaklulusan guru yang disertifikasi. Apalagi melihat kenyataan banyak sekali kasus yang tidak baik dalam sertifikasi ini. Penulis tidak mau menyebutkan dalam forum ini.
Kakagetan penulis itu ditindaklanjuti dengan mewawancarai beberapa teman dosen tentang penilaian dalam sertifikasi. Teman-teman dosen ternyata tertawa mendengar pernyataan penulis. Mereka mengatakan bahwa teman-teman guru itu terlalu "ketakutan" dan ketakutannya tidak pada tempatnya.
Teman-teman mengatakan bahwa kontribusi RPP dalam nilai untuk sertifikasi guru hanya 40. Umumnya, teman-teman sudah bisa mendapatkan sekitar 25 poin, karena ada beberapa unsur yang dengan sendirinya sudah jelas tampak dalam RPP yang biasa dituliskan teman-teman. Mereka mengatakan, tidak seharusnya teman-teman ketakutan dengan masalah RPP ini.
Langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah melihat panduan penilaian portofolio sertifikasi guru. Dari buku 3 yang penulis dapatkan, ternyata memang hanya kecil sekali kontribusi RPP itu. Pemerintah tampaknya memiliki pandangan "ke depan guru harus lebih baik". Karena itu, upaya peningkatan profesionalisme guru memperoleh penilaian yang lebih besar daripada sekedar RPP.
Mungkin teman-teman sudah mengetahui semua panduan penilaian sertifikasi guru itu. Namun, andaikata teman-teman tidak mengetahuinya, berikut penulis buatkan sebuah power point sederhana tentang rubrik penilaian portofolio guru. Penulis mempersilahkan teman-teman mengunduh power point tersebut di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Penulis kaget mendengarkan pernyataan itu. Meskipun penulis juga seorang dosen, tetapi selama ini penulis tidak terlibat dalam mensertifikasi guru. Penyebabnya adalah penulis sedang mengikuti kuliah. Tapi penulis juga senang dengan kondisi itu. Penulis tidak ikut terlibat dalam menentukan kelulusan atau ketidaklulusan guru yang disertifikasi. Apalagi melihat kenyataan banyak sekali kasus yang tidak baik dalam sertifikasi ini. Penulis tidak mau menyebutkan dalam forum ini.
Kakagetan penulis itu ditindaklanjuti dengan mewawancarai beberapa teman dosen tentang penilaian dalam sertifikasi. Teman-teman dosen ternyata tertawa mendengar pernyataan penulis. Mereka mengatakan bahwa teman-teman guru itu terlalu "ketakutan" dan ketakutannya tidak pada tempatnya.
Teman-teman mengatakan bahwa kontribusi RPP dalam nilai untuk sertifikasi guru hanya 40. Umumnya, teman-teman sudah bisa mendapatkan sekitar 25 poin, karena ada beberapa unsur yang dengan sendirinya sudah jelas tampak dalam RPP yang biasa dituliskan teman-teman. Mereka mengatakan, tidak seharusnya teman-teman ketakutan dengan masalah RPP ini.
Langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah melihat panduan penilaian portofolio sertifikasi guru. Dari buku 3 yang penulis dapatkan, ternyata memang hanya kecil sekali kontribusi RPP itu. Pemerintah tampaknya memiliki pandangan "ke depan guru harus lebih baik". Karena itu, upaya peningkatan profesionalisme guru memperoleh penilaian yang lebih besar daripada sekedar RPP.
Mungkin teman-teman sudah mengetahui semua panduan penilaian sertifikasi guru itu. Namun, andaikata teman-teman tidak mengetahuinya, berikut penulis buatkan sebuah power point sederhana tentang rubrik penilaian portofolio guru. Penulis mempersilahkan teman-teman mengunduh power point tersebut di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Rabu, 01 April 2009
SOAL OPEN ENDED
Beberapa hari yang lalu, di dalam kegiatan pelatihan bagi guru-guru SD di Surabaya, penulis memberikan soal sebagai berikut:
"Perhatikan lima bilangan berikut: 15, 20,23, 25, dan 27. Salah satu dari bilangan tersebut tidak cocok untuk dikumpulkan dengan yang lain. Bilangan berapakah yang dimaksudkan?"
Jawaban dari teman-teman guru ternyata cukup banyak.
1. Bilangan yang dimaksud adalah 15, karena bilangan yang lain memiliki angka puluhan 2, sedang 15 memiliki angka pilihan bukan 2.
2. Bilangan tersebut adalah 20, karena yang lain adalah bilangan ganjil, sementara 20 adalah bukan bilangan ganjil.
3. Bilangan yang tidak pantas masuk ke dalam kelompok tersebut adalah 23, karena bilangan yang lain bukan bilangan prima.
4. Bilangan yang dimaksud adalah 25, karena 25 adalah bilangan kuadrat, sementara yang lain bukan bilangan kuadrat.
5. Bilangan tersebut adalah 27, karena 27 adalah bilangan pangkat 3 sedang yang lain bukan.
Tentu saja semua jawaban tersebut benar. Penulis memang berharap agar mereka mau dan mampu melakukan hal tersebut. Penulis mengharapkan agar mereka menggunakan proses berpikir analitis kritis, kreatif, dan evaluatif untuk menjawabnya. Ternyata mereka mau dan mampu melakukan pemikiran tingkat tinggi.
Menurut hemat penulis, penugasan semacam inilah yang membantu anak belajar berpikir melalui matematika. Dengan penugasan semacam ini, mereka, para siswa, tidak hanya belajar matematika. Mereka juga belajar berpikir dengan menggunakan matematika sebagai bahannya.
Penulis membayangkan bahwa dengan belajar seperti ini, pemikiran anak akan terus dipacu untuk tumbuh dan berkembang. Dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi semacam ini, penulis bisa berharap bahwa pada suatu saat, bangsa ini akan mencapai kemajuan dan berdiri sama tinggi dengan bangsa maju lainnya.
Penulis yakin bahwa kalau anak didik kita dibelajarkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, mereka akan lebih memiliki kemampuan bertahan hidup dan bahkan kemampuan mewarnai kehidupan. Mereka akan menjadi penerus generasi yang mengibarkan warisan budaya bangsa yang mempesona. Alangkah indah dan hebatnya mimpi ini.
Karena itu, menurut hemat penulis, sungguh sangat bijak sekali bila sekali waktu kita sebagai guru memberikan soal-soal open-ended (soal dengan banyak jawaban benar) di dalam pembelajaran yang dilakukan. Kita berikan kesempatan anak untuk memanfaatkan matematika yang dimilikinya untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi tersebut.
Tentu, kita perlu banyak bentuk soal seperti ini. Untuk itu, penulis mengharapkan agar salah satu bentuk kegiatan MGMP atau KKG adalah membuat soal open ended. Bukankah hal itu sangat mungkin?
Mari kita coba... semoga kita bisa berkontribusi untuk kemajuan bangsa dan negara.
Semoga bermanfaat.
Salam
"Perhatikan lima bilangan berikut: 15, 20,23, 25, dan 27. Salah satu dari bilangan tersebut tidak cocok untuk dikumpulkan dengan yang lain. Bilangan berapakah yang dimaksudkan?"
Jawaban dari teman-teman guru ternyata cukup banyak.
1. Bilangan yang dimaksud adalah 15, karena bilangan yang lain memiliki angka puluhan 2, sedang 15 memiliki angka pilihan bukan 2.
2. Bilangan tersebut adalah 20, karena yang lain adalah bilangan ganjil, sementara 20 adalah bukan bilangan ganjil.
3. Bilangan yang tidak pantas masuk ke dalam kelompok tersebut adalah 23, karena bilangan yang lain bukan bilangan prima.
4. Bilangan yang dimaksud adalah 25, karena 25 adalah bilangan kuadrat, sementara yang lain bukan bilangan kuadrat.
5. Bilangan tersebut adalah 27, karena 27 adalah bilangan pangkat 3 sedang yang lain bukan.
Tentu saja semua jawaban tersebut benar. Penulis memang berharap agar mereka mau dan mampu melakukan hal tersebut. Penulis mengharapkan agar mereka menggunakan proses berpikir analitis kritis, kreatif, dan evaluatif untuk menjawabnya. Ternyata mereka mau dan mampu melakukan pemikiran tingkat tinggi.
Menurut hemat penulis, penugasan semacam inilah yang membantu anak belajar berpikir melalui matematika. Dengan penugasan semacam ini, mereka, para siswa, tidak hanya belajar matematika. Mereka juga belajar berpikir dengan menggunakan matematika sebagai bahannya.
Penulis membayangkan bahwa dengan belajar seperti ini, pemikiran anak akan terus dipacu untuk tumbuh dan berkembang. Dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi semacam ini, penulis bisa berharap bahwa pada suatu saat, bangsa ini akan mencapai kemajuan dan berdiri sama tinggi dengan bangsa maju lainnya.
Penulis yakin bahwa kalau anak didik kita dibelajarkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, mereka akan lebih memiliki kemampuan bertahan hidup dan bahkan kemampuan mewarnai kehidupan. Mereka akan menjadi penerus generasi yang mengibarkan warisan budaya bangsa yang mempesona. Alangkah indah dan hebatnya mimpi ini.
Karena itu, menurut hemat penulis, sungguh sangat bijak sekali bila sekali waktu kita sebagai guru memberikan soal-soal open-ended (soal dengan banyak jawaban benar) di dalam pembelajaran yang dilakukan. Kita berikan kesempatan anak untuk memanfaatkan matematika yang dimilikinya untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi tersebut.
Tentu, kita perlu banyak bentuk soal seperti ini. Untuk itu, penulis mengharapkan agar salah satu bentuk kegiatan MGMP atau KKG adalah membuat soal open ended. Bukankah hal itu sangat mungkin?
Mari kita coba... semoga kita bisa berkontribusi untuk kemajuan bangsa dan negara.
Semoga bermanfaat.
Salam
MEMBAGI RUAS GARIS SAMA PANJANG
Membagi ruas garis menjadi dua sama panjang mungkin bukan merupakan pekerjaan mudah. Demikian pula dengan membagi ruas garis menjadi 4, 8, 16, 32, dll. Sepanjang masih merupakan kepangkatan dari 2, maka itu masih mudah dilakukan. Semuanya cukup dilakukan dengan mengandalkan kemampuan membagi ruas garis menjadi dua bagian sama panjang.
Akan tetapi, membagi suatu ruas garis menjadi 3 bagian sama panjang, merupakan hal yang selama ini sudah tidak kita pelajari. demikian pula dengan membagi suatu ruas garis menjadi 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, dll.
Apakah ada cara untuk itu?
Nach...
Penulis masih ingat suatu cara yang dapat digunakan untuk membagi suatu ruas garis menjadi n-bagian sama panjang. Cara ini menyandarkan pada penggunaan garis bantu yang sudah kita ketahui panjangnya, dan memanfaatkan prinsip kesejajaran.
Penulis sempat menguraikan secara singkat cara membagi suatu ruas garis menjadi n-bagian sama panjang di dalam sebuat tulisan singkat. Penulis juga menyajikan pemanfaatannya dalam pemecahan masalah tertentu.
Teman-teman tertarik untuk melihatnya?
Kalau teman-teman tertarik, silahkan diunduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Akan tetapi, membagi suatu ruas garis menjadi 3 bagian sama panjang, merupakan hal yang selama ini sudah tidak kita pelajari. demikian pula dengan membagi suatu ruas garis menjadi 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, dll.
Apakah ada cara untuk itu?
Nach...
Penulis masih ingat suatu cara yang dapat digunakan untuk membagi suatu ruas garis menjadi n-bagian sama panjang. Cara ini menyandarkan pada penggunaan garis bantu yang sudah kita ketahui panjangnya, dan memanfaatkan prinsip kesejajaran.
Penulis sempat menguraikan secara singkat cara membagi suatu ruas garis menjadi n-bagian sama panjang di dalam sebuat tulisan singkat. Penulis juga menyajikan pemanfaatannya dalam pemecahan masalah tertentu.
Teman-teman tertarik untuk melihatnya?
Kalau teman-teman tertarik, silahkan diunduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Jumat, 27 Maret 2009
MEMBAGI LUAS SEGITIGA MENJADI DUA SAMA DENGAN GARIS TEGAK LURUS ALAS
Teman-teman sekalian yang penulis cintai...
Seminggu yang lalu penulis diberi suatu soal yang menurut penulis sangat memenuhi ciri masalah. Ia menarik untuk dipecahkan, tetapi tidak terlihat dengan segera bagaimana memecahkannya.
Berhari-hari penulis dan juga teman-teman mencoba memecahkan masalah tersebut, namun tak satupun juga mampu memecahkannya. Sampai suatu ketika, seorang dosen yang sudah purna, Bp. Drs. Suwito, datang dan memberikan alternatif jawabannya kepada kami.
Kamipun terkesan dengan jawaban beliau. Oleh karena itu, penulis ingin berbagi dengan teman-teman bagaimana beliau memikirkan dan menjawab permasalahan ini. Penulis menyediakan tulisan yang memuat pemikiran beliau tersebut untuk di unduh di sini. Semoga dengan itu, teman-teman sekalian memperoleh manfaat.
Namun demikian, di dalam tulisan tersebut, penulis juga mengemukakan pemikiran tentang rendahnya mutu pendidikan kita. Penulis ingin mendapatkan masukan dari teman-teman pembaca sekalian bagaimana meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia ini ke depan. Tentunya, penulis ingin upaya yang tidak berbasis proyek semata. Adakah teman-teman yang berkenan untuk memberikan ide?
Semoga bermanfaat.
Seminggu yang lalu penulis diberi suatu soal yang menurut penulis sangat memenuhi ciri masalah. Ia menarik untuk dipecahkan, tetapi tidak terlihat dengan segera bagaimana memecahkannya.
Berhari-hari penulis dan juga teman-teman mencoba memecahkan masalah tersebut, namun tak satupun juga mampu memecahkannya. Sampai suatu ketika, seorang dosen yang sudah purna, Bp. Drs. Suwito, datang dan memberikan alternatif jawabannya kepada kami.
Kamipun terkesan dengan jawaban beliau. Oleh karena itu, penulis ingin berbagi dengan teman-teman bagaimana beliau memikirkan dan menjawab permasalahan ini. Penulis menyediakan tulisan yang memuat pemikiran beliau tersebut untuk di unduh di sini. Semoga dengan itu, teman-teman sekalian memperoleh manfaat.
Namun demikian, di dalam tulisan tersebut, penulis juga mengemukakan pemikiran tentang rendahnya mutu pendidikan kita. Penulis ingin mendapatkan masukan dari teman-teman pembaca sekalian bagaimana meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia ini ke depan. Tentunya, penulis ingin upaya yang tidak berbasis proyek semata. Adakah teman-teman yang berkenan untuk memberikan ide?
Semoga bermanfaat.
Rabu, 18 Maret 2009
PECAHAN BASIC
Pecahan basic merupakan salah satu bentuk pecahan sederhana. Pecahan basic adalah pecahan yang pembilangnya lebih kecil dari penyebutnya. Di tempat kita, di Indonesia, pecahan basic ini seringkali disebut dengan "pecahan sempurna"?
Karena itu, pecahan basic ini tidak pernah berpenyebut 1.
Nach... beberapa waktu yang lalu ada suatu masalah yang mempertanyakan tentang jumlah dari pecahan basic dimana penyebutnya mulai dari 2 sampai dengan 100.
Menurut hemat penulis, soal itu cukup menarik untuk disajikan kepada para murid. Bahkan penulis pun tertarik serta tertantang untuk memecahkannya. Bukankah ini suatu syarat dari suatu soal bisa disebut masalah?
Penulis pun kemudian mengerjakan soal tersebut.
Setelah mencoba menggunakan strategi mendaftar anggota-anggotanya, penulis melihat bahwa masalah ini merupakan masalah penjumlahan barisan bilangan. Penulis pun berhasil menemukan jawabannya yaitu sebesar 2475. Akan tetapi, penulis ingin para pengunjung blog ini memberikan masukan tentang benar tidaknya proses berpikir yang telah penulis lakukan.
Untuk itu, penulis ingin menyampaikan jawaban penulis tersebut di dalam blog ini. Silahkan diunduh di sini, dan seperti dikemukakan di atas, tolong agar proses dan hasilnya ini dikaji secara cermat. Semoga bermanfaat.
Salam
Karena itu, pecahan basic ini tidak pernah berpenyebut 1.
Nach... beberapa waktu yang lalu ada suatu masalah yang mempertanyakan tentang jumlah dari pecahan basic dimana penyebutnya mulai dari 2 sampai dengan 100.
Menurut hemat penulis, soal itu cukup menarik untuk disajikan kepada para murid. Bahkan penulis pun tertarik serta tertantang untuk memecahkannya. Bukankah ini suatu syarat dari suatu soal bisa disebut masalah?
Penulis pun kemudian mengerjakan soal tersebut.
Setelah mencoba menggunakan strategi mendaftar anggota-anggotanya, penulis melihat bahwa masalah ini merupakan masalah penjumlahan barisan bilangan. Penulis pun berhasil menemukan jawabannya yaitu sebesar 2475. Akan tetapi, penulis ingin para pengunjung blog ini memberikan masukan tentang benar tidaknya proses berpikir yang telah penulis lakukan.
Untuk itu, penulis ingin menyampaikan jawaban penulis tersebut di dalam blog ini. Silahkan diunduh di sini, dan seperti dikemukakan di atas, tolong agar proses dan hasilnya ini dikaji secara cermat. Semoga bermanfaat.
Salam
Minggu, 08 Maret 2009
KEGIATAN MGMP YANG MENARIK
MGMP merupakan salah satu wadah peningkatan profesional yang penting bagi para guru. Pemerintah telah berusaha mendorong agar MGMP bisa berdaya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Tetapi, kenyataan menunjukkan betapa MGMP tidak begitu disukai oleh para guru. Menghadiri MGMP belum merupakan kebutuhan bagi para guru.
Menurut hemat penulis, hal ini terjadi karena kegiatan MGMP belum memenuhi kebutuhan para guru. Kegiatan MGMP belum memberikan solusi bagi kegalauan dan kesulitan yang dihadapi para guru. Selama ini, kegiatan di MGMP belum mencerminkan huruf M pertama yang mengawali kata MGMP. Kegiatan MGMP tidak diisi dengan musyawarah.
Beberapa hari yang lalu, ketika ada pelatihan pelatih nasional untuk program DBE 3, penulis sempat mempraktikkan ide penulis tentang kegiatan praktis MGMP. Meskipun hanya berjalan sekitar setengah jam, peserta merasakan bahwa kalau kegiatan MGMP berlangsung seperti itu, peserta akan merasakan pentingnya hadir dalam kegiatan MGMP.
Apa yang terjadi?
Penulis membagi peserta ke dalam 3 kelompok. Masing-masing kelompok dianggap sebagai forum MGMP.
Pada kelompok pertama, dibicarakan tentang rencana pembelajaran. Skenarionya adalah sebagai berikut: (a) diskusi tentang ciri-ciri RPP yang baik ditinjau dari kontribusinya terhadap pengembangan potensi anak, bukan ditinjau dari sisi administrasi, (b) membahas baik tidaknya suatu contoh RPP yang dikembangkan oleh guru dari luar negeri, (c) mendiskusikan hal-hal yang perlu dilakukan agar RPP tersebut menjadi lebih baik.
Pada kelompok kedua, dibicarakan tentang tugas yang menarik dan menantang. Skenarionya adalah sebagai berikut: (a) peserta diberi tugas menantang dan diminta untuk menyelesaikannya, (b) mendiskusikan kekuatan dan potensi dari tugas menantang tersebut kalau diterapkan di dalam kelas, (c) menyusun tugas menantang. Karena waktu, musyawarah di kelompok ini dihentikan hanya sampai di situ.
Pada kelompok ketiga, dibicarakan tentang penilaian terhadap hasil karya anak. Peserta diberikan tiga contoh tugas anak, dan diminta untuk menilainya atau memberikan skor. Selanjutnya, tiga tugas itu dipertukarkan dan peserta diminta kembali untuk menilainya. Demikian seterusnya sehingga tiga putaran terselenggara. Selanjutnya, peserta diminta untuk menilai objektif tidaknya penilaian yang diberikan. Setelah dibicarakan tentang pentingnya rubrik, peserta kemudian diberi rubrik dan diminta untuk menggunakan rubrik tersebut untuk melakukan penilaian kembali terhadap hasil karya tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan rubrik membantu hasil penilaian yang lebih adil. Sayang, kegiatan tidak bisa dilanjutkan dengan mengembangkan rubrik.
Sebenarnya kegiatan-kegiatan tersebut masih bisa dilanjutkan. Para peserta bisa diminta untuk menyusun sendiri RPP, Soal Menantang, atau Rubrik. Setelah menerapkan di kelas, mereka bisa kembali ke forum MGMP dan mendiskusikan proses dan hasil penerapannya, dan merevisinya.
Penulis sempat membuat power point untuk jenis kegiatan MGMP matematika yang bisa dilakukan. Kalau teman-teman sekalian tertarik, penulis mempersilahkan untuk mengunduhnya di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Menurut hemat penulis, hal ini terjadi karena kegiatan MGMP belum memenuhi kebutuhan para guru. Kegiatan MGMP belum memberikan solusi bagi kegalauan dan kesulitan yang dihadapi para guru. Selama ini, kegiatan di MGMP belum mencerminkan huruf M pertama yang mengawali kata MGMP. Kegiatan MGMP tidak diisi dengan musyawarah.
Beberapa hari yang lalu, ketika ada pelatihan pelatih nasional untuk program DBE 3, penulis sempat mempraktikkan ide penulis tentang kegiatan praktis MGMP. Meskipun hanya berjalan sekitar setengah jam, peserta merasakan bahwa kalau kegiatan MGMP berlangsung seperti itu, peserta akan merasakan pentingnya hadir dalam kegiatan MGMP.
Apa yang terjadi?
Penulis membagi peserta ke dalam 3 kelompok. Masing-masing kelompok dianggap sebagai forum MGMP.
Pada kelompok pertama, dibicarakan tentang rencana pembelajaran. Skenarionya adalah sebagai berikut: (a) diskusi tentang ciri-ciri RPP yang baik ditinjau dari kontribusinya terhadap pengembangan potensi anak, bukan ditinjau dari sisi administrasi, (b) membahas baik tidaknya suatu contoh RPP yang dikembangkan oleh guru dari luar negeri, (c) mendiskusikan hal-hal yang perlu dilakukan agar RPP tersebut menjadi lebih baik.
Pada kelompok kedua, dibicarakan tentang tugas yang menarik dan menantang. Skenarionya adalah sebagai berikut: (a) peserta diberi tugas menantang dan diminta untuk menyelesaikannya, (b) mendiskusikan kekuatan dan potensi dari tugas menantang tersebut kalau diterapkan di dalam kelas, (c) menyusun tugas menantang. Karena waktu, musyawarah di kelompok ini dihentikan hanya sampai di situ.
Pada kelompok ketiga, dibicarakan tentang penilaian terhadap hasil karya anak. Peserta diberikan tiga contoh tugas anak, dan diminta untuk menilainya atau memberikan skor. Selanjutnya, tiga tugas itu dipertukarkan dan peserta diminta kembali untuk menilainya. Demikian seterusnya sehingga tiga putaran terselenggara. Selanjutnya, peserta diminta untuk menilai objektif tidaknya penilaian yang diberikan. Setelah dibicarakan tentang pentingnya rubrik, peserta kemudian diberi rubrik dan diminta untuk menggunakan rubrik tersebut untuk melakukan penilaian kembali terhadap hasil karya tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan rubrik membantu hasil penilaian yang lebih adil. Sayang, kegiatan tidak bisa dilanjutkan dengan mengembangkan rubrik.
Sebenarnya kegiatan-kegiatan tersebut masih bisa dilanjutkan. Para peserta bisa diminta untuk menyusun sendiri RPP, Soal Menantang, atau Rubrik. Setelah menerapkan di kelas, mereka bisa kembali ke forum MGMP dan mendiskusikan proses dan hasil penerapannya, dan merevisinya.
Penulis sempat membuat power point untuk jenis kegiatan MGMP matematika yang bisa dilakukan. Kalau teman-teman sekalian tertarik, penulis mempersilahkan untuk mengunduhnya di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Jumat, 06 Maret 2009
COOPERATIVE LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Kemarin penulis memperoleh email dari teman di Kesamben. Beliau meminta dikirimi file tentang "Pembelajaran Matematika dengan Cooperative Learning", dan "Pembelajaran Matematika Inovatif". File tentang Pembelajaran Matematika Inovatif sudah saya upload, dan sekarang tiba gilirannya file Pembelajaran Matematika dengan Cooperative Learning.
Makalah tentang Pembelajaran Matematika dengan Cooperative Learning ini penulis sajikan dalam acara seminar dan lokakarya (semiloka) di Universitas Negeri Lampung. Pada saat itu penulis diundang untuk menjadi nara sumber. Tapi perlu diingat, bahwa tulisan ini dibuat enam tahun yang lalu, yaitu tahun 2003. Sudah cukup lama.
Makalah ini sebenarnya juga hanya memberikan informasi tentang definisi cooperative learning, syarat terjadinya cooperative learning, dan macam-macam cooperative learning yang bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran matematika. Isinya pun lebih banyak teori, belum memberikan inspirasi pelaksanaan praktisnya di kelas.
Anyway,
Sejak hari minggu hingga hari kamis kemarin (1 s/d 4 Maret 2009), penulis bersama-sama dengan tim konsultan lainnya, diminta untuk membantu proyek DBE3 dari USAID untuk melaksanakan pelatihan pelatih nasional yang akan melatih di tingkat propinsi. Salah satu topik yang dibahas adalah pembelajaran kooperatif atau cooperative learning.
Penulis melihat bahwa teman-teman guru yang ikut dalam pelatihan ini terlalu patuh dengan salah satu syarat pembelajaran kooperatif, heterogenitas anggota kelompok. Akibatnya, ketika merasakan bahwa di tempat praktik mengajar yang ditetapkan mereka belum mengetahui banyak tentang murid-muridnya, teman-teman guru ini ragu dan tidak berani dengan leluasa menerapkan pembelajaran kooperatif. Teman-teman tidak berani mencobakan dan melihat dampaknya. Seakan-akan, sesuatu yang sudah menjadi teori harus selalu diikuti karena selalu cocok dengan realita. Ach... sayang.
Menurut penulis, syarat heterogen semacam itu tidak perlu diambil pusing dalam pertemuan pertama. Yang paling penting adalah bahwa kita harus selalu merefleksikan apa yang sudah terjadi. Bukan heteroginitasnya yang paling penting. The most important thing adalah bagaimana membuat siswa-siswa dalam satu kelompok mau bekerja sama, bahu membahu memecahkan permasalahan atau tugas mereka demi kesuksesan bersama.
Kalau kita memang belum kenal kondisi siswa yang akan dihadapi, heteroginitas kelompok hendaknya jangan terlalu dirisaukan. Kelompokkan saja, dan lakukan pengamatan. Selanjutnya, lakukan reviu dan refleksi agar pada pertemuan atau sesi berikutnya kita sebagai guru sudah bisa mengelompokkan secara lebih baik dan lebih sesuai dengan persyaratannya. Kalau kita tidak berani mencoba, tidak akan pernah ada kemajuan. Mencoba dan salah adalah cikal bakal inovasi. Yang penting, cobakan saja dan lakukan selalu praktik reflektif. InsyaALLAH akan ada kemajuan.
Nachh... kalau teman-teman masih berkeinginan untuk melihat tulisan tersebut, saya persilahkan teman-teman untuk mengunduhnya di sini. Walaupun sudah cukup lama dan sederhana, semoga tulisan tersebut memberikan manfaat bagi kita semua.
Salam
Makalah tentang Pembelajaran Matematika dengan Cooperative Learning ini penulis sajikan dalam acara seminar dan lokakarya (semiloka) di Universitas Negeri Lampung. Pada saat itu penulis diundang untuk menjadi nara sumber. Tapi perlu diingat, bahwa tulisan ini dibuat enam tahun yang lalu, yaitu tahun 2003. Sudah cukup lama.
Makalah ini sebenarnya juga hanya memberikan informasi tentang definisi cooperative learning, syarat terjadinya cooperative learning, dan macam-macam cooperative learning yang bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran matematika. Isinya pun lebih banyak teori, belum memberikan inspirasi pelaksanaan praktisnya di kelas.
Anyway,
Sejak hari minggu hingga hari kamis kemarin (1 s/d 4 Maret 2009), penulis bersama-sama dengan tim konsultan lainnya, diminta untuk membantu proyek DBE3 dari USAID untuk melaksanakan pelatihan pelatih nasional yang akan melatih di tingkat propinsi. Salah satu topik yang dibahas adalah pembelajaran kooperatif atau cooperative learning.
Penulis melihat bahwa teman-teman guru yang ikut dalam pelatihan ini terlalu patuh dengan salah satu syarat pembelajaran kooperatif, heterogenitas anggota kelompok. Akibatnya, ketika merasakan bahwa di tempat praktik mengajar yang ditetapkan mereka belum mengetahui banyak tentang murid-muridnya, teman-teman guru ini ragu dan tidak berani dengan leluasa menerapkan pembelajaran kooperatif. Teman-teman tidak berani mencobakan dan melihat dampaknya. Seakan-akan, sesuatu yang sudah menjadi teori harus selalu diikuti karena selalu cocok dengan realita. Ach... sayang.
Menurut penulis, syarat heterogen semacam itu tidak perlu diambil pusing dalam pertemuan pertama. Yang paling penting adalah bahwa kita harus selalu merefleksikan apa yang sudah terjadi. Bukan heteroginitasnya yang paling penting. The most important thing adalah bagaimana membuat siswa-siswa dalam satu kelompok mau bekerja sama, bahu membahu memecahkan permasalahan atau tugas mereka demi kesuksesan bersama.
Kalau kita memang belum kenal kondisi siswa yang akan dihadapi, heteroginitas kelompok hendaknya jangan terlalu dirisaukan. Kelompokkan saja, dan lakukan pengamatan. Selanjutnya, lakukan reviu dan refleksi agar pada pertemuan atau sesi berikutnya kita sebagai guru sudah bisa mengelompokkan secara lebih baik dan lebih sesuai dengan persyaratannya. Kalau kita tidak berani mencoba, tidak akan pernah ada kemajuan. Mencoba dan salah adalah cikal bakal inovasi. Yang penting, cobakan saja dan lakukan selalu praktik reflektif. InsyaALLAH akan ada kemajuan.
Nachh... kalau teman-teman masih berkeinginan untuk melihat tulisan tersebut, saya persilahkan teman-teman untuk mengunduhnya di sini. Walaupun sudah cukup lama dan sederhana, semoga tulisan tersebut memberikan manfaat bagi kita semua.
Salam
MENGINOVASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Dua tahun yang lalu, tepatnya tanggal 15 & 16 Maret 2007, penulis diundang oleh teman-teman di PPPG Matematika (sekarang P4TK Matematika) untuk menyajikan pemikiran dalam seminar dan lokakarya Pembelajaran Matematika. Topik yang diserahkan kepada penulis adalah Pembelajaran Matematika Inovatif.
Semula penulis mencoba untuk memberikan contoh pembelajaran matematika inovatif. Tetapi mengingat mengingat forum seminar tersebut luar biasa, dalam artian minimal semua widya iswara matematika dari semua LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan) di seluruh Indonesia akan hadir, penulis merasa sangat sayang kalau kesempatan yang baik tersebut hanya sekedar menyajikan kumpulan model-model pembelajaran matematika inovatif yang kecil-kecil.
Oleh karena itu, pada kesempatan tersebut penulis membicarakan point-point penting dari pembelajaran matematika yang mempunyai peluang untuk meningkatkan capaian matematika siswanya dan juga sesuai dengan kebutuhan hidup manusia di abad ke-21. Penulis tidak menyajikan satu bentuk pembelajaran matematika inovatif yang paling bagus dan paling layak disebarluaskan di semua LPMP di seluruh wilayah nusantara.
Penulis mengupas tentang CTL, RME, PAKEM serta pembelajaran inovatif lainnya dengan menggunakan senjata: Tujuan Belajar, Dimensi Belajar, Kemahiran Matematika,taksonomi Bloom yang baru, serta perbandingan kurikulum negara maju dengan negara yang sedang atau kurang berkembang. Penulis mengambil kesimpulan bahwa yang lebih penting bukanlah menciptakan inovasi pembelajaran, melainkan menjalankan pembelajaran-pembelajaran yang sudah ada secara optimal.
Kalau ada di antara teman-teman yang berkenan untuk membaca dan mengkaji buah pikiran penulis, makalah yang disampaikan penulis dalam forum itu sekarang tersedia di dalam blog ini. Teman-teman bisa mengunduhnya di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Semula penulis mencoba untuk memberikan contoh pembelajaran matematika inovatif. Tetapi mengingat mengingat forum seminar tersebut luar biasa, dalam artian minimal semua widya iswara matematika dari semua LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan) di seluruh Indonesia akan hadir, penulis merasa sangat sayang kalau kesempatan yang baik tersebut hanya sekedar menyajikan kumpulan model-model pembelajaran matematika inovatif yang kecil-kecil.
Oleh karena itu, pada kesempatan tersebut penulis membicarakan point-point penting dari pembelajaran matematika yang mempunyai peluang untuk meningkatkan capaian matematika siswanya dan juga sesuai dengan kebutuhan hidup manusia di abad ke-21. Penulis tidak menyajikan satu bentuk pembelajaran matematika inovatif yang paling bagus dan paling layak disebarluaskan di semua LPMP di seluruh wilayah nusantara.
Penulis mengupas tentang CTL, RME, PAKEM serta pembelajaran inovatif lainnya dengan menggunakan senjata: Tujuan Belajar, Dimensi Belajar, Kemahiran Matematika,taksonomi Bloom yang baru, serta perbandingan kurikulum negara maju dengan negara yang sedang atau kurang berkembang. Penulis mengambil kesimpulan bahwa yang lebih penting bukanlah menciptakan inovasi pembelajaran, melainkan menjalankan pembelajaran-pembelajaran yang sudah ada secara optimal.
Kalau ada di antara teman-teman yang berkenan untuk membaca dan mengkaji buah pikiran penulis, makalah yang disampaikan penulis dalam forum itu sekarang tersedia di dalam blog ini. Teman-teman bisa mengunduhnya di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Rabu, 04 Maret 2009
SUDUT DAN BANGUN DATAR
Pada tahun 2006, IndoMS bekerjasama dengan Sekolah Tara Salvia mengadakan kegiatan workshop dan seminar dengan tajuk "Adventure in Math". Penulis diundang menjadi salah satu pembicara, dan topik yang harus disajikan adalah "Sudut dan Bangun Datar".
Pada tahap awal, penulis menyajikan beberapa kasus aktivitas pembelajaran matematika yang dirancang oleh guru. Penulis, selanjutnya, meminta kepada para peserta seminar dan workshop untuk mendiskusikan kualitas dari aktivitas pembelajaran tersebut dan merancang ide perbaikan yang mungkin dilakukan.
Setelah aktivitas seperti itu, penulis selanjutnya mengajak para peserta untuk mengkaji secara lebih tajam apa yang dimaksud dengan "kompeten dalam matematika". Penulis membagi kompeten dalam matematika ke dalam empat level, yaitu: understanding competence, dealing with competence, utilization competence, dan development competence.
Di dalam kegiatan workshopnya, penulis selanjutnya meminta para peserta untuk mengeksplorasi bentuk-bentuk kegiatan belajar dalam rangka membantu para siswa memiliki kompetensi matematika, terutama understanding, dealing with, dan utilization competence.
Penulis membuat power point tentang hal itu. Kalau ada di antara teman-teman yang tertarik mengkajinya, silahkan di unduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Pada tahap awal, penulis menyajikan beberapa kasus aktivitas pembelajaran matematika yang dirancang oleh guru. Penulis, selanjutnya, meminta kepada para peserta seminar dan workshop untuk mendiskusikan kualitas dari aktivitas pembelajaran tersebut dan merancang ide perbaikan yang mungkin dilakukan.
Setelah aktivitas seperti itu, penulis selanjutnya mengajak para peserta untuk mengkaji secara lebih tajam apa yang dimaksud dengan "kompeten dalam matematika". Penulis membagi kompeten dalam matematika ke dalam empat level, yaitu: understanding competence, dealing with competence, utilization competence, dan development competence.
Di dalam kegiatan workshopnya, penulis selanjutnya meminta para peserta untuk mengeksplorasi bentuk-bentuk kegiatan belajar dalam rangka membantu para siswa memiliki kompetensi matematika, terutama understanding, dealing with, dan utilization competence.
Penulis membuat power point tentang hal itu. Kalau ada di antara teman-teman yang tertarik mengkajinya, silahkan di unduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
ICT DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Bulan yang lalu, penulis diundang oleh Himpunan Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP Universitas Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur. Penulis diminta untuk menjadi pembicara dalam seminar nasional tersebut. Rencana semula, seminar akan diadakan pada tanggal 14 Februari. Akan tetapi, karena sesuatu dan lain hal, acara ditunda tanggal 21 Februari 2009.
Penulis sebenarnya sudah mempersiapkan diri. Penulis sudah menyusun dan mengirimkan makalah yang rencananya akan penulis sajikan dalam seminar tersebut. Akan tetapi, karena acaranya ditunda, dan pada tanggal penundaan itu penulis sudah ada janji dengan teman-teman MGMP Wilayah Madiun, Ngawi, Ponorogo, Magetan, dan Pacitan untuk bersama-sama belajar tentang pembelajaran matematika dalam bahasa Inggris, maka penulis pun akhirnya memutuskan untuk tidak bisa menghadiri acara seminar tersebut.
Panitia meminta pendapat penulis tentang pengganti pembicara. Penulis menawarkan dua nama, yaitu Drs. Agus Suhastono, M.Pd dari Universitas Mulawarman, dan Dr. Cholis Sa'dijah, M.Pd, M.A. dari Universitas Negeri Malang. Dua-duanya adalah teman penulis. Panitia akhirnya berhasil meminta bu Cholis untuk menjadi pembicara dalam seminar tersebut, dan makalah yang sudah penulis kembangkan pun ternyata masih dimanfaatkan juga oleh panitia dan Bu Cholis.
Karena itu, kalau di antara teman-teman ada yang berminat untuk melihat dan mengkaji makalah yang penulis kembangkan, saya mempersilahkan untuk diunduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Penulis sebenarnya sudah mempersiapkan diri. Penulis sudah menyusun dan mengirimkan makalah yang rencananya akan penulis sajikan dalam seminar tersebut. Akan tetapi, karena acaranya ditunda, dan pada tanggal penundaan itu penulis sudah ada janji dengan teman-teman MGMP Wilayah Madiun, Ngawi, Ponorogo, Magetan, dan Pacitan untuk bersama-sama belajar tentang pembelajaran matematika dalam bahasa Inggris, maka penulis pun akhirnya memutuskan untuk tidak bisa menghadiri acara seminar tersebut.
Panitia meminta pendapat penulis tentang pengganti pembicara. Penulis menawarkan dua nama, yaitu Drs. Agus Suhastono, M.Pd dari Universitas Mulawarman, dan Dr. Cholis Sa'dijah, M.Pd, M.A. dari Universitas Negeri Malang. Dua-duanya adalah teman penulis. Panitia akhirnya berhasil meminta bu Cholis untuk menjadi pembicara dalam seminar tersebut, dan makalah yang sudah penulis kembangkan pun ternyata masih dimanfaatkan juga oleh panitia dan Bu Cholis.
Karena itu, kalau di antara teman-teman ada yang berminat untuk melihat dan mengkaji makalah yang penulis kembangkan, saya mempersilahkan untuk diunduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Sabtu, 28 Februari 2009
MENJADIKAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERPERAN UNTUK KEMAJUAN SAINS, TEKNOLOGI, DAN INDUSTRI
Tadi pagi di Universitas Jember, penulis diminta untuk menjadi pembicara utama dalam Seminar Nasional dengan tema "PERAN MATEMATIKA DALAM MEMBANGUN INDONESIA DI BIDANG SAINS,TEKNOLOGI, DAN INDUSTRI".
Menurut hemat penulis, peserta dari seminar ini memang bisa dikatakan menasional. Peserta berasal dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali, dll. Ada yang dosen, guru, dan mahasiswa program Pasca Sarjana.
Di dalam kesempatan ini, penulis mencoba menguraikan syarat-syarat agar pembelajaran matematika bisa berperan untuk kemajuan Sains, Teknologi, dan Industri. Penulis menyatakan bahwa pendidikan matematika harus menciptakan siswa atau mahasiswa yang: (a) mahir matematika, (b) memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, (c) memiliki kecerdasan interpersonal dan intrapersonal, serta (d) menguasai ICT.
Di dalam paparan tersebut penulis menguraikan pula beberapa isyu pembelajaran matematika kita yang masih belum memungkinkan untuk berperan dalam kemajuan sains teknologi dan industri. Di antaranya penulis menyatakan bahwa pembelajaran kita belum diarahkan untuk menjadikan siswa atau mahasiswa mahir matematika. Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk sekedar lulus ujian negara. Pembelajaran pula tidak mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, kurang mendorong dimilikinya penguasaan lintas disiplin ilmu, dan lain-lain.
Kalau di antara teman-teman ada yang ingin mengetahui apa yang saya sajikan, berikut saya sajikan power point dan makalah yang saya buat. Silahkan di unduh. Kalau teman-teman perhatikan, maka tulisan tersebut cukup sederhana saja. Namun demikian, penulis tetap berharap semoga tulisan ini bisa menginspirasi upaya peningkatan kualitas pendidikan matematika Indonesia. Semoga.
Salam
Menurut hemat penulis, peserta dari seminar ini memang bisa dikatakan menasional. Peserta berasal dari Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali, dll. Ada yang dosen, guru, dan mahasiswa program Pasca Sarjana.
Di dalam kesempatan ini, penulis mencoba menguraikan syarat-syarat agar pembelajaran matematika bisa berperan untuk kemajuan Sains, Teknologi, dan Industri. Penulis menyatakan bahwa pendidikan matematika harus menciptakan siswa atau mahasiswa yang: (a) mahir matematika, (b) memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, (c) memiliki kecerdasan interpersonal dan intrapersonal, serta (d) menguasai ICT.
Di dalam paparan tersebut penulis menguraikan pula beberapa isyu pembelajaran matematika kita yang masih belum memungkinkan untuk berperan dalam kemajuan sains teknologi dan industri. Di antaranya penulis menyatakan bahwa pembelajaran kita belum diarahkan untuk menjadikan siswa atau mahasiswa mahir matematika. Pembelajaran lebih banyak diarahkan untuk sekedar lulus ujian negara. Pembelajaran pula tidak mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, kurang mendorong dimilikinya penguasaan lintas disiplin ilmu, dan lain-lain.
Kalau di antara teman-teman ada yang ingin mengetahui apa yang saya sajikan, berikut saya sajikan power point dan makalah yang saya buat. Silahkan di unduh. Kalau teman-teman perhatikan, maka tulisan tersebut cukup sederhana saja. Namun demikian, penulis tetap berharap semoga tulisan ini bisa menginspirasi upaya peningkatan kualitas pendidikan matematika Indonesia. Semoga.
Salam
Kamis, 26 Februari 2009
HIMPUNAN KOSONG: TUNGGAL ATAU JAMAK?
Misalkan kita punya tiga himpunan, yaitu:
Himpunan A adalah himpunan bilangan real yang kuadratnya negatif.
Himpunan B adalah himpunan bilangan bulat dimana hasil kali dua bilangan berurutannya tidak habis dibagi oleh 2.
Himpunan C adalah himpunan bilangan asli lebih dari 3 yang kuadratnya kurang dari 10.
Tidak ada bilangan real yang kuadratnya negatif. Tidak ada hasil kali dua bilangan bulat berurutan yang tidak habis dibagi 2. Tidak ada pula bilangan asli lebih dari 3 yang kuadratnya kurang dari 10. Karena itu, semua himpunan itu adalah himpunan kosong.
Lho... sebenarnya ada berapa sich banyaknya himpunan kosong tersebut?
Pernah ada kejadian dimana mahasiswa, pasca sarjana lagi, gagal membuktikan bahwa himpunan kosong itu tunggal. Meskipun sudah diberi petunjuk macam-macam, dia tidak mampu membuktikannya.
Ada banyak alasan yang dapat dikemukakan. Menurut penulis, sedikitnya ada dua alasan. Pertama, mungkin dia tidak terbiasa dengan kegiatan membuktikan. Kedua, mungkin dia sudah grogi dan menjadi tidak percaya diri dengan kemampuannya.
Tidak terbiasanya seseorang melakukan kegiatan membuktikan, akan menyulitkan yang bersangkutan ketika diminta membuktikan. Ketika grogi dan tidak percaya diri hinggap di dalam diri seorang pebelajar, kemampuan yang dimilikinya turun drastis, mungkin sampai 50 persen. Karena itu, wajar kalau dia tidak bisa membuktikan.
Tetapi apakah semua perlu belajar membuktikan. Menurut hemat penulis, kita harus lihat-lihat siapa pebelajarnya. Anak yang gifted dan talented cenderung membutuhkan kegiatan membuktikan ini. Perlu diingat, anak yang demikian ini jumlahnya tidak terlalu banyak. Yang lain mungkin kurang begitu membutuhkan. Karena itu, kita harus pandai-pandai kapan kita memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar membuktikan dan kapan tidak. Minimal kita harus pandai-pandai menerapkan differentiated instruction. Kita bedakan isi dan cara belajar anak.
Nach... saya sempat menuliskan singkat tentang bukti dari ketunggalan himpunan kosong. Saya sediakan tulisan itu untuk diunduh oleh teman sekalian di sini dan saya persilahkan pula untuk dikaji. Semoga memberikan manfaat.
Salam
Himpunan A adalah himpunan bilangan real yang kuadratnya negatif.
Himpunan B adalah himpunan bilangan bulat dimana hasil kali dua bilangan berurutannya tidak habis dibagi oleh 2.
Himpunan C adalah himpunan bilangan asli lebih dari 3 yang kuadratnya kurang dari 10.
Tidak ada bilangan real yang kuadratnya negatif. Tidak ada hasil kali dua bilangan bulat berurutan yang tidak habis dibagi 2. Tidak ada pula bilangan asli lebih dari 3 yang kuadratnya kurang dari 10. Karena itu, semua himpunan itu adalah himpunan kosong.
Lho... sebenarnya ada berapa sich banyaknya himpunan kosong tersebut?
Pernah ada kejadian dimana mahasiswa, pasca sarjana lagi, gagal membuktikan bahwa himpunan kosong itu tunggal. Meskipun sudah diberi petunjuk macam-macam, dia tidak mampu membuktikannya.
Ada banyak alasan yang dapat dikemukakan. Menurut penulis, sedikitnya ada dua alasan. Pertama, mungkin dia tidak terbiasa dengan kegiatan membuktikan. Kedua, mungkin dia sudah grogi dan menjadi tidak percaya diri dengan kemampuannya.
Tidak terbiasanya seseorang melakukan kegiatan membuktikan, akan menyulitkan yang bersangkutan ketika diminta membuktikan. Ketika grogi dan tidak percaya diri hinggap di dalam diri seorang pebelajar, kemampuan yang dimilikinya turun drastis, mungkin sampai 50 persen. Karena itu, wajar kalau dia tidak bisa membuktikan.
Tetapi apakah semua perlu belajar membuktikan. Menurut hemat penulis, kita harus lihat-lihat siapa pebelajarnya. Anak yang gifted dan talented cenderung membutuhkan kegiatan membuktikan ini. Perlu diingat, anak yang demikian ini jumlahnya tidak terlalu banyak. Yang lain mungkin kurang begitu membutuhkan. Karena itu, kita harus pandai-pandai kapan kita memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar membuktikan dan kapan tidak. Minimal kita harus pandai-pandai menerapkan differentiated instruction. Kita bedakan isi dan cara belajar anak.
Nach... saya sempat menuliskan singkat tentang bukti dari ketunggalan himpunan kosong. Saya sediakan tulisan itu untuk diunduh oleh teman sekalian di sini dan saya persilahkan pula untuk dikaji. Semoga memberikan manfaat.
Salam
STRATEGI PEMECAHAN MASALAH
Salah satu syarat agar kita mahir matematika adalah dimilikinya berbagai macam strategi pemecahan masalah. Kepemilikan berbagai macam strategi ini bisa membantu siswa untuk memulai menangani masalah. Meskipun mungkin tidak bisa langsung memecahkan masalahnya, dengan menerapkan salah satu strategi terlebih dahulu, ada peluang masalah tersebut akan lebih mudah dikenali dan dapat digunakan strategi lain atau kombinasi dari berbagai strategi yang mampu memecahkannya. Karena itu, siswa perlu dikenalkan dengan berbagai macam strategi pemecahan masalah.
Ada banyak sekali strategi pemecahan masalah yang perlu dikenal oleh siswa. Masalah yang sifatnya membuktikan berbeda strategi pemecahannya dengan masalah yang sifatnya membutuhkan perhitungan. Untuk itu, kita memang harus rajin-rajin mencari sumber, dan buku-buku untuk strategi pemecahan masalah ini sebenarnya cukup banyak tersedia di internet. Dibutuhkan ketekunan untuk mencari dan selanjutnya dibutuhkan kemauan membaca dan memahaminya. Tetapi, asal ada kemauan, pasti ada jalan.
Oh ya...
Kalau tidak salah... salah satu X dalam pembelajaran di SBI (terutama jenjang SMP) adalah strategi pemecahan masalah.... karena itu, teman-teman guru di SBI perlu memiliki bahan untuk membelajarkan strategi pemecahan masalah ini.
Nach... penulis mempunyai power point yang didapatkan dari internet. Dengan senang hati penulis berkenan untuk berbagi dengan teman-teman sekalian. Di samping penulis gunakan dalam perkuliahan, terutama untuk masalah-masalah yang tidak terlalu sulit, power point ini juga penulis gunakan untuk workshop dengan guru-guru jenjang sekolah dasar dan SMP. Teman-teman tertarik untuk mengetahui dan memilikinya?
Kalau ya, power point itu saya persilahkan untuk diunduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Ada banyak sekali strategi pemecahan masalah yang perlu dikenal oleh siswa. Masalah yang sifatnya membuktikan berbeda strategi pemecahannya dengan masalah yang sifatnya membutuhkan perhitungan. Untuk itu, kita memang harus rajin-rajin mencari sumber, dan buku-buku untuk strategi pemecahan masalah ini sebenarnya cukup banyak tersedia di internet. Dibutuhkan ketekunan untuk mencari dan selanjutnya dibutuhkan kemauan membaca dan memahaminya. Tetapi, asal ada kemauan, pasti ada jalan.
Oh ya...
Kalau tidak salah... salah satu X dalam pembelajaran di SBI (terutama jenjang SMP) adalah strategi pemecahan masalah.... karena itu, teman-teman guru di SBI perlu memiliki bahan untuk membelajarkan strategi pemecahan masalah ini.
Nach... penulis mempunyai power point yang didapatkan dari internet. Dengan senang hati penulis berkenan untuk berbagi dengan teman-teman sekalian. Di samping penulis gunakan dalam perkuliahan, terutama untuk masalah-masalah yang tidak terlalu sulit, power point ini juga penulis gunakan untuk workshop dengan guru-guru jenjang sekolah dasar dan SMP. Teman-teman tertarik untuk mengetahui dan memilikinya?
Kalau ya, power point itu saya persilahkan untuk diunduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Rabu, 25 Februari 2009
BUKU CLASSROOM LANGUAGE UNTUK GURU-GURU RSBI
Teman-teman guru, terutama yang di RSBI, pastilah merasakan betapa lemahnya bahasa Inggris yang dulu kita pelajari sejak SMP sampai sarjana. Tidak heran kalau teman-teman seringkali mengalami kesulitan untuk mengajarkan matematika dalam bahasa Inggris. Di samping penguasaan istilah teknis matematis, penguasaan classroom language yang digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari di dalam kelas pun sangat perlu. Kalau tidak, maka yang diucapkan dari hari ke hari sama saja.
Nach...
Saya sempat mengunduh suatu buku tentang classroom language. Teman-teman bisa mempelajarinya dengan seksama. Mudah-mudahan dengan begitu, bahasa komunikasi yang kita lakukan di dalam kelas bisa lebih bervariasi dan tidak membosankan.
Ada yang tertarik untuk melihatnya?
Kalau ya, silahkan unduh di sini. Buku ini cukup lengkap, dan oleh karenanya saya mohon maaf kalau ukuran filenya agak besar. Ini bisa mengakibatkan teman-teman memerlukan waktu yang sedikit agak lama untuk mengunduhnya. Tetapi mudah-mudahan itu semua seimbang dengan manfaatnya. Rasa-rasanya kita perlu punya itu kok. Siapa tahu, setelah sekian tahun tidak ada pilihan lain selain mengajarkan matematika dalam bahasa Inggris. Wallahu a'lam.
Meskipun sudah memiliki buku ini, teman-teman masih tetap perlu dampingan dari orang yang tahu matematika dan bahasa Inggrisnya sekaligus. Tahu bahasa Inggrisnya saja, tidak akan mungkin mampu membelajarkan substansinya. Tahu matematikanya saja, tentu tidak akan bisa mengajarkan dalam bahasa Inggris. Teman-teman guru di RSBI harus terus berlatih berkomunikasi matematis dalam bahasa Inggris.
Prinsip belajar bahasa, apapun itu, cuma satu: PRAKTIKKAN. Semakin sering kita berlatih mempraktikkan dan ada feedback yang tepat, semakin lancar kita berbahasanya. Yang penting, jangan takut salah. Bahasa Inggris kan bukan bahasa kita sendiri. Bukankah jarang sekali kita mendapat nilai 10 dalam raport bahasa Indonesia. Padahal bahasa Indonesia adalah bahasa Ibu.
Selamat mengunduh dan mempelajari. Semoga bermanfaat.
Salam
Nach...
Saya sempat mengunduh suatu buku tentang classroom language. Teman-teman bisa mempelajarinya dengan seksama. Mudah-mudahan dengan begitu, bahasa komunikasi yang kita lakukan di dalam kelas bisa lebih bervariasi dan tidak membosankan.
Ada yang tertarik untuk melihatnya?
Kalau ya, silahkan unduh di sini. Buku ini cukup lengkap, dan oleh karenanya saya mohon maaf kalau ukuran filenya agak besar. Ini bisa mengakibatkan teman-teman memerlukan waktu yang sedikit agak lama untuk mengunduhnya. Tetapi mudah-mudahan itu semua seimbang dengan manfaatnya. Rasa-rasanya kita perlu punya itu kok. Siapa tahu, setelah sekian tahun tidak ada pilihan lain selain mengajarkan matematika dalam bahasa Inggris. Wallahu a'lam.
Meskipun sudah memiliki buku ini, teman-teman masih tetap perlu dampingan dari orang yang tahu matematika dan bahasa Inggrisnya sekaligus. Tahu bahasa Inggrisnya saja, tidak akan mungkin mampu membelajarkan substansinya. Tahu matematikanya saja, tentu tidak akan bisa mengajarkan dalam bahasa Inggris. Teman-teman guru di RSBI harus terus berlatih berkomunikasi matematis dalam bahasa Inggris.
Prinsip belajar bahasa, apapun itu, cuma satu: PRAKTIKKAN. Semakin sering kita berlatih mempraktikkan dan ada feedback yang tepat, semakin lancar kita berbahasanya. Yang penting, jangan takut salah. Bahasa Inggris kan bukan bahasa kita sendiri. Bukankah jarang sekali kita mendapat nilai 10 dalam raport bahasa Indonesia. Padahal bahasa Indonesia adalah bahasa Ibu.
Selamat mengunduh dan mempelajari. Semoga bermanfaat.
Salam
Selasa, 24 Februari 2009
ALGEBRA TILE
Operasi bilangan, terutama yang menyangkut bilangan negatif, kadang masih merepotkan bagi anak-anak. Sampai jenjang SMP pun kadang-kadang mereka masih tidak mahir. Guru pun kadang bingung bagaimana mengajarkan supaya anak paham dengan baik.
Menurut hemat penulis, salah satu cara yang lumayan baik untuk membelajarkan tentang operasi bilangan bulat adalah dengan menggunakan Algebra Tile dan beberapa derivasinya.
Beberapa waktu yang lalu penulis sempat mengelana di dunia maya dan menemukan sebuah power point tentang Algebra Tile. Power point yang dikembangkan oleh David McReynolds (dari AIMS PreK-16 Project) dan Noel Villarreal (dari South Texas Rural Systemic Initiative) ini terdiri dari 56 halaman dan merupakan power point yang cukup lengkap. Bukan hanya berisi penjelasan tentang operasi bilangan, power point ini memuat juga cara-cara membelajarkan tentang operasi polinom, mulai dari penjumlahan, pengurangan, perkalian, bahkan pembagian. Sungguh lengkap.
Saya ingin teman-teman sekalian, terutama para guru, bisa mengenali, mereviu, dan kalau memang cocok menggunakan power point ini di kelas masing-masing. Bahkan, saya juga mendorong teman-teman yang menyukai ICT untuk mengembangkannya lebih lanjut. Karena itu, saya sharekan power point tersebut dan saya persilahkan teman-teman sekalian mengunduh file itu di sini.
Namun demikian, saya juga ingin mendorong teman-teman untuk tidak sekedar pasif menerima. Mari kita pikirkan penggunaan power point ini dengan seksama. Sampai berapa lama kita harus menggunakan power point ini? Mana yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan "look for the pattern" saja? Apakah perlu keduanya dikombinasikan? dll. Masih banyak pertanyaan penelitian yang bisa kita ajukan.
Mari kita lakukan penelitian tindakan kelas. Semoga dengan begitu, kita akan memperoleh ilmu yang lebih baik dalam membelajarkan. Semoga bermanfaat.
Salam
Menurut hemat penulis, salah satu cara yang lumayan baik untuk membelajarkan tentang operasi bilangan bulat adalah dengan menggunakan Algebra Tile dan beberapa derivasinya.
Beberapa waktu yang lalu penulis sempat mengelana di dunia maya dan menemukan sebuah power point tentang Algebra Tile. Power point yang dikembangkan oleh David McReynolds (dari AIMS PreK-16 Project) dan Noel Villarreal (dari South Texas Rural Systemic Initiative) ini terdiri dari 56 halaman dan merupakan power point yang cukup lengkap. Bukan hanya berisi penjelasan tentang operasi bilangan, power point ini memuat juga cara-cara membelajarkan tentang operasi polinom, mulai dari penjumlahan, pengurangan, perkalian, bahkan pembagian. Sungguh lengkap.
Saya ingin teman-teman sekalian, terutama para guru, bisa mengenali, mereviu, dan kalau memang cocok menggunakan power point ini di kelas masing-masing. Bahkan, saya juga mendorong teman-teman yang menyukai ICT untuk mengembangkannya lebih lanjut. Karena itu, saya sharekan power point tersebut dan saya persilahkan teman-teman sekalian mengunduh file itu di sini.
Namun demikian, saya juga ingin mendorong teman-teman untuk tidak sekedar pasif menerima. Mari kita pikirkan penggunaan power point ini dengan seksama. Sampai berapa lama kita harus menggunakan power point ini? Mana yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan "look for the pattern" saja? Apakah perlu keduanya dikombinasikan? dll. Masih banyak pertanyaan penelitian yang bisa kita ajukan.
Mari kita lakukan penelitian tindakan kelas. Semoga dengan begitu, kita akan memperoleh ilmu yang lebih baik dalam membelajarkan. Semoga bermanfaat.
Salam
Senin, 23 Februari 2009
JAWABAN SOAL NO 2 HARI 2 OSN SMP NAS 2008
Teman-teman sekalian,
Seringkali kita mempersepsi bahwa soal OSN itu adalah soal pembuktian. Meskipun tidak selalu benar, persepsi semacam itu memang tidak bisa disalahkan. Banyak soal-soal yang dikeluarkan dalam OSN yang berbentuk seperti itu.
Nach
Pada tahun 2008 yang lalu, ada satu soal yang agak berbeda. Soalnya menuntut anak melakukan eksplorasi. Anak diminta untuk melakukan salah satu strategi pemecahan masalah, yaitu: Guess and Check Strategy. Anak diminta untuk menebak salah satu jawaban dan kemudian memeriksa apakah jawaban itu masuk akal atau tidak.
Soal nomer 2 hari ke-2 OSN tingkat nasional tahun 2008 kemarin adalah sebagai berikut:
Seorang pemilik toko menginginkan bisa menimbang berbagai macam berat benda (dalam bilangan asli) hanya dengan 4 anak timbangan yang berbeda. (Sebagai contoh, jika dia memiliki anak timbangan 1, 2, 5 dan 10, dia bisa menimbang berat 1 kg, 2 kg, 3 kg (1 + 2), 4 kg (5 -1), 5 kg, 6 kg,7 kg, 8 kg, 9 kg (10 - 1), 10 kg, 11 kg, 12 kg, 13 kg (10 + 1 + 2), 14 kg (10 + 5 -1), 15 kg, 16 kg, 17 kg,dan 18 kg). Kalau dia ingin bisa menimbang semua berat dari 1 kg sampai dengan 40 kg, tentukan empat anak timbangan yang harus dimilikinya. Berikan penjelasan bahwa jawaban kalian benar!
Mungkin ada baiknya teman-teman mencoba menemukan jawabnya terlebih dahulu. Mudah-mudahan dengan mengerjakannya terlebih dahulu, teman-teman akan memiliki sense tertentu yang bermanfaat untuk membelajarkan anak-anak.
Namun demikian, kalau teman-teman memang sudah tidak sabar untuk melihat komposisi yang dimaksudkan, saya mempersilahkan teman-teman sekalian mengunduh jawaban dari soal itu di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Seringkali kita mempersepsi bahwa soal OSN itu adalah soal pembuktian. Meskipun tidak selalu benar, persepsi semacam itu memang tidak bisa disalahkan. Banyak soal-soal yang dikeluarkan dalam OSN yang berbentuk seperti itu.
Nach
Pada tahun 2008 yang lalu, ada satu soal yang agak berbeda. Soalnya menuntut anak melakukan eksplorasi. Anak diminta untuk melakukan salah satu strategi pemecahan masalah, yaitu: Guess and Check Strategy. Anak diminta untuk menebak salah satu jawaban dan kemudian memeriksa apakah jawaban itu masuk akal atau tidak.
Soal nomer 2 hari ke-2 OSN tingkat nasional tahun 2008 kemarin adalah sebagai berikut:
Seorang pemilik toko menginginkan bisa menimbang berbagai macam berat benda (dalam bilangan asli) hanya dengan 4 anak timbangan yang berbeda. (Sebagai contoh, jika dia memiliki anak timbangan 1, 2, 5 dan 10, dia bisa menimbang berat 1 kg, 2 kg, 3 kg (1 + 2), 4 kg (5 -1), 5 kg, 6 kg,7 kg, 8 kg, 9 kg (10 - 1), 10 kg, 11 kg, 12 kg, 13 kg (10 + 1 + 2), 14 kg (10 + 5 -1), 15 kg, 16 kg, 17 kg,dan 18 kg). Kalau dia ingin bisa menimbang semua berat dari 1 kg sampai dengan 40 kg, tentukan empat anak timbangan yang harus dimilikinya. Berikan penjelasan bahwa jawaban kalian benar!
Mungkin ada baiknya teman-teman mencoba menemukan jawabnya terlebih dahulu. Mudah-mudahan dengan mengerjakannya terlebih dahulu, teman-teman akan memiliki sense tertentu yang bermanfaat untuk membelajarkan anak-anak.
Namun demikian, kalau teman-teman memang sudah tidak sabar untuk melihat komposisi yang dimaksudkan, saya mempersilahkan teman-teman sekalian mengunduh jawaban dari soal itu di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Minggu, 22 Februari 2009
JUMLAH BARISAN TAK HINGGA
Ketika kita ditanya berapakah nilai dari S = 1+ 1/2 + 1/4 + 1/8 + 1/16 + ... yaitu jumlah tak terhingga barisan geometri dengan suku pertama 1 dan rasio 1/2, pada umumnya kita dengan mudahnya menjawab bahwa nilai S = 2. Kita menggunakan rumus S = a / (1 - r). Tetapi, apakah benar demikian?
Untuk membahas masalah ini, penulis memberikan beberapa ilustrasi tentang jumlah barisan tak hingga yang tidak masuk akal. Pertama, penulis ajukan contoh bahwa jumlah tak terhingga dari barisan aritmetik 1 + 1 + 1 + 1 + 1.....adalah -1. Kemudian, penulis juga menunjukkan bahwa 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + .... sama dengan -3. Penulis juga menunjukkan contoh jumlah tak terhingga dari barisan geometri. Penulis tunjukkan bahwa 1 + 2 + 4 + 8 + 16 + 32 + ... sama dengan -1.
Contoh-ocntoh tersebut merupakan contoh betapa kita harus hati-hati dalam menentukan jumlah tak terhingga dari barisan, baik barisan aritmetik, maupun barisan geometri. Kita harus mengetahui bahwa yang fixed nilanya adalah limit jumlahnya, bukan jumlahnya itu sendiri. Itupun hanya untuk barisan-barisan tertentu, salah satu di antaranya adalah barisan yang bounded.
Penulis sempat menuliskan secara singkat tentang jumlah tak terhingga barisan ini. Tentu tidak sempurna, dan oleh karena itu penulis mengundang teman-teman untuk memberikan komentar, kritik, saran, atau apapun. Untuk itu, penulis mempersilahkan teman-teman mengunduhnya di sini, dan tolong dikaji serta berikan komentar. Semoga bermanfaat.
Salam
Untuk membahas masalah ini, penulis memberikan beberapa ilustrasi tentang jumlah barisan tak hingga yang tidak masuk akal. Pertama, penulis ajukan contoh bahwa jumlah tak terhingga dari barisan aritmetik 1 + 1 + 1 + 1 + 1.....adalah -1. Kemudian, penulis juga menunjukkan bahwa 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + .... sama dengan -3. Penulis juga menunjukkan contoh jumlah tak terhingga dari barisan geometri. Penulis tunjukkan bahwa 1 + 2 + 4 + 8 + 16 + 32 + ... sama dengan -1.
Contoh-ocntoh tersebut merupakan contoh betapa kita harus hati-hati dalam menentukan jumlah tak terhingga dari barisan, baik barisan aritmetik, maupun barisan geometri. Kita harus mengetahui bahwa yang fixed nilanya adalah limit jumlahnya, bukan jumlahnya itu sendiri. Itupun hanya untuk barisan-barisan tertentu, salah satu di antaranya adalah barisan yang bounded.
Penulis sempat menuliskan secara singkat tentang jumlah tak terhingga barisan ini. Tentu tidak sempurna, dan oleh karena itu penulis mengundang teman-teman untuk memberikan komentar, kritik, saran, atau apapun. Untuk itu, penulis mempersilahkan teman-teman mengunduhnya di sini, dan tolong dikaji serta berikan komentar. Semoga bermanfaat.
Salam
Senin, 16 Februari 2009
MODEL, STRATEGI, METODE, DAN KETRAMPILAN MEMBELAJARKAN
Seperti pernah penulis sampaikan beberapa waktu yang lalu, penulis pernah ditanya oleh mahasiswa tentang perbedaan antara model, pendekatan, metode, dll. Meskipun penulis sendiri tidak terlalu mempermasalahkan perbedaan di antara istilah-istilah tersebut, penulis terdorong juga untuk melakukan pencarian. Penulis berhasil menemukan artikel yang menceritakan hubungan antara model pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, dan keterampilan membelajarkan. Pada kesempatan ini penulis ingin berbagi pengetahuan yang penulis peroleh.
Menurut informasi yang penulis dapat dari http://conversion.pdf360.com/APWPDF/wwwsasked-gov-skca_docs_policy_approach_instrapp03-html_benqq1gw.pdf, model pembelajaran merupakan unsur yang paling luas. Ia seakan-akan menjadi payung filosofis dari penerapan strategi, metode, dan keterampilan membelajarkan lain.
Berangkat dari filosofi yang ada di dalam model pembelajaran ini, seorang guru kemudian memilih strategi pembelajaran yang akan dilakukannya. Ia boleh memilih strategi direct, indirect, dll. Kalau dikaitkan dengan bacaan lain, strategi ini mencakup juga bagaimana bahan diolah, ditata, diurutkan, dikomunikasikan, bahkan interaksi belajar yang dikehendaki (organizational, delivery, and management strategy).
Selanjutnya, setelah strategi ini ditetapkan, guru akan menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan. Dia bisa menggunakan ceramah, tanya jawab, diskusi, bermain peran, seminar, dll.
Terakhir, adalah keterampilan membelajarkan yang antara lain memuat kemampuan menjelaskan, bertanya, membimbing, bahkan termasuk juga kemampuan merencanakan, menata, dan mengelola suasana kelas.
Saya sudah mempersiapkan sebuah power point ringkas tentang hubungan antara model, strategi, metode, dan keterampilan ini. Kalau Anda mau merujuk langsung ke sumbernya, di atas penulis sudah sebutkan sumbernya.
Mungkin ada di antara teman-teman sekalian yang tidak setuju dengan uraian di dalam tulisan tersebut. Itu sah-sah saja. Apalagi, seperti yang saya sampaikan sebelumnya, saya tidak terlalu peduli dengan itu. Yang paling penting bagi saya, dan harapannya bagi kita semua, adalah anak-anak belajar dan berkembang seoptimal mungkin.
Namun demikian, saya mempersilahkan untuk mengunduh dan melihat tulisan singkat dalam power point tersebut di sini. Silahkan dikaji dan semoga memberikan manfaat.
Salam
Menurut informasi yang penulis dapat dari http://conversion.pdf360.com/APWPDF/wwwsasked-gov-skca_docs_policy_approach_instrapp03-html_benqq1gw.pdf, model pembelajaran merupakan unsur yang paling luas. Ia seakan-akan menjadi payung filosofis dari penerapan strategi, metode, dan keterampilan membelajarkan lain.
Berangkat dari filosofi yang ada di dalam model pembelajaran ini, seorang guru kemudian memilih strategi pembelajaran yang akan dilakukannya. Ia boleh memilih strategi direct, indirect, dll. Kalau dikaitkan dengan bacaan lain, strategi ini mencakup juga bagaimana bahan diolah, ditata, diurutkan, dikomunikasikan, bahkan interaksi belajar yang dikehendaki (organizational, delivery, and management strategy).
Selanjutnya, setelah strategi ini ditetapkan, guru akan menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan. Dia bisa menggunakan ceramah, tanya jawab, diskusi, bermain peran, seminar, dll.
Terakhir, adalah keterampilan membelajarkan yang antara lain memuat kemampuan menjelaskan, bertanya, membimbing, bahkan termasuk juga kemampuan merencanakan, menata, dan mengelola suasana kelas.
Saya sudah mempersiapkan sebuah power point ringkas tentang hubungan antara model, strategi, metode, dan keterampilan ini. Kalau Anda mau merujuk langsung ke sumbernya, di atas penulis sudah sebutkan sumbernya.
Mungkin ada di antara teman-teman sekalian yang tidak setuju dengan uraian di dalam tulisan tersebut. Itu sah-sah saja. Apalagi, seperti yang saya sampaikan sebelumnya, saya tidak terlalu peduli dengan itu. Yang paling penting bagi saya, dan harapannya bagi kita semua, adalah anak-anak belajar dan berkembang seoptimal mungkin.
Namun demikian, saya mempersilahkan untuk mengunduh dan melihat tulisan singkat dalam power point tersebut di sini. Silahkan dikaji dan semoga memberikan manfaat.
Salam
MENENTUKAN KUARTIL DATA
Ketika dulu saya di Sekolah Dasar, bahkan sampai di SMP, saya mengalami kesulitan dalam menentukan nilai Quartil sekumpulan data. Itu semua tak lepas dari tidak jelasnya aturan main dalam penentuan kuartil. Gurunya hanya mengatakan "pokoknya, kalian bagi dua dulu datanya, sesudah itu bagi dua lagi. Nach... yang ditengah-tengah dari hasil pembagian kedua inilah yang disebut Quartil. Kalau yang di bawah disebut Quartil Bawah, sedang yang di atas di sebut Quartil Atas".
Apakah teman-teman pernah mengalami?
Kalau pernah mengalami, mungkin tulisan sederhana berikut mungkin bermanfaat. Pak Swasono Raharjo berkenan berbagi ilmunya kepada kita tentang rumus yang bisa digunakan untuk menentukan letak quartil.
Teman-teman tertarik untuk mengetahuinya? Kalau tertarik, silahkan unduh di sini dan coba simak dengan baik. Semoga memberikan manfaat.
Salam
Apakah teman-teman pernah mengalami?
Kalau pernah mengalami, mungkin tulisan sederhana berikut mungkin bermanfaat. Pak Swasono Raharjo berkenan berbagi ilmunya kepada kita tentang rumus yang bisa digunakan untuk menentukan letak quartil.
Teman-teman tertarik untuk mengetahuinya? Kalau tertarik, silahkan unduh di sini dan coba simak dengan baik. Semoga memberikan manfaat.
Salam
Kamis, 12 Februari 2009
TENTANG NILAI MUTLAK
Kemarin saya sempat berbincang dengan bapak Sudirman, M.Si., dosen Jurusan Matematika Universitas Negeri Malang. Seperti sebelumnya, kemarin beliau mengemukakan betapa banyak guru kita yang lemah dalam konsep matematika. Kemarin beliau memberikan contoh dua soal matematika, dua-duanya tentang nilai mutlak, yang dijawab salah oleh para guru. Kata beliau, soal itu diberikan pada waktu PLPG, dan beliau sangat prihatin dengan hal itu.
Pertama beliau memberikan soal: "Tentukan himpunan penyelesaian dari |-x|=-x". Kata beliau, jawaban dari para guru adalah Himpunan Kosong. Kedua, beliau meminta para guru untuk memberikan sekor terhadap jawaban siswa yang menjawab pertaksamaan |x-2|>3x+2. Ketika pak Sudirman memperlihatkan jawaban itu selangkah demi selangkah, semua guru sepakat bahwa sekor untuk jawaban itu adalah 100, artinya jawaban siswa benar.
Beliau melihat bahwa para guru sering terkecoh dengan tanda "-" yang berada di depan suatu variabel. Tanda "-" itu sering mengakibatkan guru menganggap bahwa nilai dari ungkapan itu negatif, padahal bisa saja positif.
Kedua, beliau melihat bahwa para guru kadang juga tidak memperhatikan kapan suatu prosedur bisa dilakukan. Ini terbukti dari jawaban mereka yang membenarkan jawaban siswa terhadap soal pertaksamaan. Para guru tidak menyalahkan bahwa jika a < b maka kuadrat dari a lebih kecil dari kuadrat dari b.
Ketiga, beliau melihat bahwa guru kadang juga tidak menguasai definisi dari suatu konsep, dalam hal ini, nilai mutlak dengan baik.
Nach... penulis kemudian menyempatkan diri untuk menuliskan hasil bincang-bincang itu ke dalam suatu bentuk tulisan. Penulis juga sempat merenungkan mengapa hal ini masih juga terjadi dan apa yang perlu dilakukan ke depan. Dengan senang hati penulis bersedia berbagi isi tulisan tersebut. Penulis sudah menyediakannya di dalam blog ini dan bagi teman-teman yang berkeinginan melihat soal berikut jawaban dan hasil renungan penulis, silahkan unduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Pertama beliau memberikan soal: "Tentukan himpunan penyelesaian dari |-x|=-x". Kata beliau, jawaban dari para guru adalah Himpunan Kosong. Kedua, beliau meminta para guru untuk memberikan sekor terhadap jawaban siswa yang menjawab pertaksamaan |x-2|>3x+2. Ketika pak Sudirman memperlihatkan jawaban itu selangkah demi selangkah, semua guru sepakat bahwa sekor untuk jawaban itu adalah 100, artinya jawaban siswa benar.
Beliau melihat bahwa para guru sering terkecoh dengan tanda "-" yang berada di depan suatu variabel. Tanda "-" itu sering mengakibatkan guru menganggap bahwa nilai dari ungkapan itu negatif, padahal bisa saja positif.
Kedua, beliau melihat bahwa para guru kadang juga tidak memperhatikan kapan suatu prosedur bisa dilakukan. Ini terbukti dari jawaban mereka yang membenarkan jawaban siswa terhadap soal pertaksamaan. Para guru tidak menyalahkan bahwa jika a < b maka kuadrat dari a lebih kecil dari kuadrat dari b.
Ketiga, beliau melihat bahwa guru kadang juga tidak menguasai definisi dari suatu konsep, dalam hal ini, nilai mutlak dengan baik.
Nach... penulis kemudian menyempatkan diri untuk menuliskan hasil bincang-bincang itu ke dalam suatu bentuk tulisan. Penulis juga sempat merenungkan mengapa hal ini masih juga terjadi dan apa yang perlu dilakukan ke depan. Dengan senang hati penulis bersedia berbagi isi tulisan tersebut. Penulis sudah menyediakannya di dalam blog ini dan bagi teman-teman yang berkeinginan melihat soal berikut jawaban dan hasil renungan penulis, silahkan unduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Rabu, 11 Februari 2009
SEPULUH METODE PEMBELAJARAN
Beberapa mahasiswa bertanya kepada penulis tentang perbedaan dari metode, model, strategi, dan pendekatan dalam pembelajaran. Pertanyaan itu mengemuka karena kata mereka ada dosen yang mempertanyakan tentang maksud dari istilah-istilah tersebut pada saat ujian skiripsi. Tetapi itu wajar, karena pengalaman penulis menunjukkan bahwa para guru pun banyak mempertanyakan hal itu.
Sebenarnya, penulis termasuk orang yang tidak terlalu memikirkan tentang hal itu. Bagi penulis, yang paling penting, bagaimana membuat siswa belajar sesuatu yang penting dan bermanfaat bagi kehidupannya kelak.
Tapi, ... baiklah. Penulsi akan mencoba menyampaikan metode mengajar terlebih dahulu. Semoga di kesempatan yang lain, penulis bisa menuliskan hal yang lainnya lagi.
Metode Mengajar merupakan salah satu keterampilan yang perlu dimiliki oleh guru, termasuk guru matematika. Dengan metode mengajar yang tepat, murid akan belajar secara optimal. Ada banyak macam metode mengajar. Semuanya harus dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhannya. Tidak ada satu metode, menurut penulis, yang lebih baik dari metode yang lain. Asal disesuaikan dengan porsi dan tempatnya, semua metode mengajar itu baik.
Selama ini, sedikitnya ada 10 metode mengajar yang penulis kenal. Metode-metode itu antara lain: presentasi, demonstrasi, diskusi, permainan, dll. Pada beberapa kesempatan, penulis sempat menuliskan gambaran umum dari metode-metode itu berikut contoh penerapannya. Mungkin tulisan tersebut bermanfaat bagi para pembaca. Karena itu, kalau Anda ingin tahu apa isinya, silahkan unduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Sebenarnya, penulis termasuk orang yang tidak terlalu memikirkan tentang hal itu. Bagi penulis, yang paling penting, bagaimana membuat siswa belajar sesuatu yang penting dan bermanfaat bagi kehidupannya kelak.
Tapi, ... baiklah. Penulsi akan mencoba menyampaikan metode mengajar terlebih dahulu. Semoga di kesempatan yang lain, penulis bisa menuliskan hal yang lainnya lagi.
Metode Mengajar merupakan salah satu keterampilan yang perlu dimiliki oleh guru, termasuk guru matematika. Dengan metode mengajar yang tepat, murid akan belajar secara optimal. Ada banyak macam metode mengajar. Semuanya harus dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhannya. Tidak ada satu metode, menurut penulis, yang lebih baik dari metode yang lain. Asal disesuaikan dengan porsi dan tempatnya, semua metode mengajar itu baik.
Selama ini, sedikitnya ada 10 metode mengajar yang penulis kenal. Metode-metode itu antara lain: presentasi, demonstrasi, diskusi, permainan, dll. Pada beberapa kesempatan, penulis sempat menuliskan gambaran umum dari metode-metode itu berikut contoh penerapannya. Mungkin tulisan tersebut bermanfaat bagi para pembaca. Karena itu, kalau Anda ingin tahu apa isinya, silahkan unduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Selasa, 10 Februari 2009
TOPIK UNTUK PENELITIAN PTK
Minggu kemarin saya didatangi oleh dua orang ibu dari IGTKI. Beliau meminta saya untuk memberikan semacam pelatihan untuk PTK bagi guru-guru TK. Saya tanyakan berapa lama pelatihannya. Semula beliau menjawab hanya satu hari. Saya katakan, kalau hanya satu hari, maka yang diperoleh hanya sekedar wawasan saja. Mungkin peserta pelatihan akan mengetahui apa itu PTK, tetapi bisa jadi mereka tetap tidak mampu menjalankan PTK. Karena itu, saya kemudian ajak beliau berdiskusi tentang rencana tersebut.
Rupanya, kesempatan diskusi itu digunakan pula oleh beliau untuk belajar tentang PTK. Maka, saya pun dengan senang hati melayani pertanyaan-pertanyaan atau komentar-komentar beliau.
Salah satu pertanyaan yang menarik untuk saya sampaikan di dalam forum ini adalah: "Pak, masalah apa sajakah yang harus dituliskan dalam PTK itu? Apakah harus didahului dengan kajian kepustakaan? Kata seseorang yang sudah memenangkan hadiah lomba karya ilmiah, masalah dalam PTK itu memiliki kriteria-kriteria yang sulit".
Nach...
Sayapun kemudian menjawab seperti berikut..
Penelitian itu dapat dikelompokkan ke dalam dua hal. Pertama, penelitian dalam rangka mengembangkan suatu ilmu, dan penelitian dalam rangka memecahkan masalah praktis sehari-hari. PTK, termasuk dalam penelitian dalam rangka memecahkan masalah sehari-hari. Yang diteliti dalam PTK adalah tindak tanduk atau tingkah laku yang kita jalankan di dalam kelas. Melalui PTK ini kita ingin memperoleh pengetahuan tentang bagaimana tingkah laku atau tindakan yang harus kita lakukan agar apa yang kita prihatinkan dalam pembelajaran bisa terselesaikan.
Karena itu, masalah dalam PTK berangkat dari permasalahan yang terjadi di kelas kita. Apa yang menjadi keprihatinan kita ketika kita menjalankan pembelajaran? Kita tidak perlu bermimpi untuk menemukan suatu ilmu yang baru. Asalkan kita mempunyai keprihatinan tertentu, maka kita sebenarnya sudah punya masalah untuk diteliti dengan PTK.
Beliau berdua kemudian sempat menyampaikan keprihatinan beliau. Dikatakan bahwa sebenarnya kurikulum di TK tidak menghendaki anak mahir membaca. Tetapi, karena tuntutan masyarakat, di TK pun diberikan pelajaran membaca. Hal ini, menjadikan pembelajaran membaca tidak optimal. Banyak anak yang tetap tidak mampu membaca dengan baik.
Nach... saya pun kemudian memberikan suatu masukan. Salah satu PTK yang bisa beliau lakukan adalah meneliti bagaimana melaksanakan pembelajaran membaca yang mampu meningkatkan prosentase anak bisa membaca. Saya minta beliau menceritakan bagaimana tindakan pembelajaran membaca yang selama ini dilakukan.
Dari uraian beliau tentang tindakan membaca tersebut, saya ajak untuk mengkaji apakah tindakan itu cocok dengan karakteristik anak TK. Apakah ada bentuk tindakan pembelajaran lain yang kira-kira lebih cocok untuk anak TK sesuai dengan teori belajar.
Diskusi itu pun berlangsung cukup lama, dan alhamdulillah beliau merasa puas.
Tentu saya tidak bisa menuangkan sepenuhnya apa yang terjadi dalam diskusi tersebut. Tetapi, saya ingin menekankan bahwa kita tidak perlu muluk-muluk dalam menetapkan masalah yang akan kita kaji dalam PTK. Cukup dengan keprihatinan yang kita miliki, tambahkan datanya, maka kita sudah layak untuk mempertanyakan tindakan yang biasa kita lakukan, dan kita teliti untuk menemukan tindakan yang lebih baik.
Semoga sharing singkat ini bermanfaat.
Salam
Rupanya, kesempatan diskusi itu digunakan pula oleh beliau untuk belajar tentang PTK. Maka, saya pun dengan senang hati melayani pertanyaan-pertanyaan atau komentar-komentar beliau.
Salah satu pertanyaan yang menarik untuk saya sampaikan di dalam forum ini adalah: "Pak, masalah apa sajakah yang harus dituliskan dalam PTK itu? Apakah harus didahului dengan kajian kepustakaan? Kata seseorang yang sudah memenangkan hadiah lomba karya ilmiah, masalah dalam PTK itu memiliki kriteria-kriteria yang sulit".
Nach...
Sayapun kemudian menjawab seperti berikut..
Penelitian itu dapat dikelompokkan ke dalam dua hal. Pertama, penelitian dalam rangka mengembangkan suatu ilmu, dan penelitian dalam rangka memecahkan masalah praktis sehari-hari. PTK, termasuk dalam penelitian dalam rangka memecahkan masalah sehari-hari. Yang diteliti dalam PTK adalah tindak tanduk atau tingkah laku yang kita jalankan di dalam kelas. Melalui PTK ini kita ingin memperoleh pengetahuan tentang bagaimana tingkah laku atau tindakan yang harus kita lakukan agar apa yang kita prihatinkan dalam pembelajaran bisa terselesaikan.
Karena itu, masalah dalam PTK berangkat dari permasalahan yang terjadi di kelas kita. Apa yang menjadi keprihatinan kita ketika kita menjalankan pembelajaran? Kita tidak perlu bermimpi untuk menemukan suatu ilmu yang baru. Asalkan kita mempunyai keprihatinan tertentu, maka kita sebenarnya sudah punya masalah untuk diteliti dengan PTK.
Beliau berdua kemudian sempat menyampaikan keprihatinan beliau. Dikatakan bahwa sebenarnya kurikulum di TK tidak menghendaki anak mahir membaca. Tetapi, karena tuntutan masyarakat, di TK pun diberikan pelajaran membaca. Hal ini, menjadikan pembelajaran membaca tidak optimal. Banyak anak yang tetap tidak mampu membaca dengan baik.
Nach... saya pun kemudian memberikan suatu masukan. Salah satu PTK yang bisa beliau lakukan adalah meneliti bagaimana melaksanakan pembelajaran membaca yang mampu meningkatkan prosentase anak bisa membaca. Saya minta beliau menceritakan bagaimana tindakan pembelajaran membaca yang selama ini dilakukan.
Dari uraian beliau tentang tindakan membaca tersebut, saya ajak untuk mengkaji apakah tindakan itu cocok dengan karakteristik anak TK. Apakah ada bentuk tindakan pembelajaran lain yang kira-kira lebih cocok untuk anak TK sesuai dengan teori belajar.
Diskusi itu pun berlangsung cukup lama, dan alhamdulillah beliau merasa puas.
Tentu saya tidak bisa menuangkan sepenuhnya apa yang terjadi dalam diskusi tersebut. Tetapi, saya ingin menekankan bahwa kita tidak perlu muluk-muluk dalam menetapkan masalah yang akan kita kaji dalam PTK. Cukup dengan keprihatinan yang kita miliki, tambahkan datanya, maka kita sudah layak untuk mempertanyakan tindakan yang biasa kita lakukan, dan kita teliti untuk menemukan tindakan yang lebih baik.
Semoga sharing singkat ini bermanfaat.
Salam
Minggu, 08 Februari 2009
BOLEHKAN KALKULATOR DIGUNAKAN SISWA DI KELAS?
Kalkulator merupakan alat yang mampu membantu memudahkan perhitungan. Pengoperasian bilangan-bilangan besar dapat dilakukan dengan mudah kalau kita menggunakan kalkulator. Karena itu, guru tidak jarang melarang siswa untuk membawa dan menggunakan kalkulator dalam pembelajaran. Mereka khawatir penggunaan kalkulator hanya akan membuat siswa tidak pandai berhitung. Apakah memang seharusnya demikian?
Seperti yang saya sering sampaikan, pembelajaran matematika hendaknya diarahkan mampu membantu siswa menjadi mahir matematika (menguasai konsepnya, lancar menjalankan prosedur, memiliki penalaran yang adaptif, menguasai banyak strategi pemecahan masalah,dan memiliki disposisi yang produktif). Kalau penggunaan kalkulator dalam pembalajaran hanya sesederhana peran dan fungsinya sebagai alat hitung tentu hal itu tidak akan mampu menjadikan siswa mahir matematika. Penggunaan kalkulator di kelas hendaknya lebih dari itu.
Di samping bisa digunakan untuk membantu memudahkan anak untuk berhitung, Kalkulator sebenarnya juga bisa digunakan sebagai alat untuk membantu anak mengembangkan kemampuan bernalar, dimilikinya strategi pemecahan masalah, dan juga disposisi yang produktif. Sebagai contoh, coba ajak siswa untuk memecahkan masalah berikut:
"Suatu kalkulator ternyata memiliki beberapa tombol yang rusak. Selain tombol operasi, hanya ada dua tombol yang masih fungsional, yaitu tombol 4 dan 9. Andaikan di layar display kita diminta untuk menentukan hasil kali dari 1493 dengan 931, tentukan 5 cara menekan tombol bilangan 4 dan 9 agar hasil perkalian itu bisa ditampilkan di layar. Agar diperoleh penekanan tombol yang seminimal mungkin, coba sebutkan urutan tombol yang harus ditekan (termasuk operasinya)".
Dengan begitu, kalkulator tidak hanya digunakan untuk menghitung, tetapi lebih untuk pemecahan masalah. Mereka harus menggunakan kemampuan berpikir kritis, kreatif agar bisa memecahkan masalah itu. Dengan begitu, mereka akan dibantu mengembangkan kemampuan bernalarnya, strategi memecahkan masalahnya, dan sikap positifnya terhadap matematika.
Nach...
Memang, kalau kita membelajarkan anak hanya untuk berhitung biasa, penggunaan kalkulator di kelas bisa membuat anak merasa terbantu. Bahkan mereka mungkin akan memiliki ketergantungan terhadap kalkulator. Karena itu, wajar jikga ada kekhawatiran terhadap dampak diijinkannya penggunaan kalkulator ini di kelas.
Menurut saya, sebenarnya kita tidak perlu terlalu khawatir. Seperti yang saya sebutkan pada tulisan terdahulu, cobalah gunakan "one minute math" untuk menjadikan anak-anak memiliki otomatisasi dalam pengoperasian bilangan, terutama yang merupakan fakta-fakta dasar. Berikan mereka 20 -- 40 soal operasi bilangan dan mereka harus menyelesaikannya dalam 1 menit saja. Kalau mereka sudah berhasil melampaui kegiatan "one minute math" ini, mereka akan memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuan berhitungnya dan tidak akan terlalu bergantung kepada kalkulator dalam berhitung.
Bahkan, kalaupun mereka diijinkan untuk menggunakan kalkulator, dengan jumlah soal yang cukup banyak, mereka akan memerlukan waktu yang banyak untuk membaca soal dan menekan tombol kalkulator. Mereka tidak akan mendapatkan hasil optimal, bahkan bisa-bisa tidak pernah lulus dari kegiatan one minute math tersebut. Pada akhirnya, mereka akan melihat bahwa "otomatisasi" yang diperoleh dari kegiatan one minute math ini lebih memberikan manfaat daripada harus menekan tombol-tombol kalkulator.
Karena itu, menurut hemat saya, penggunaan kalkulator di kelas syah-syah saja. Kita tidak perlu melarang murid saya menggunakan kalkulator. Yang paling penting adalah bagaimana kita memanfaatkan kalkulator untuk keperluan belajar siswa yang lebih baik. Kita lah yang harus pandai-pandai memanfaatkannya.
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat bagi kita.
Salam
Seperti yang saya sering sampaikan, pembelajaran matematika hendaknya diarahkan mampu membantu siswa menjadi mahir matematika (menguasai konsepnya, lancar menjalankan prosedur, memiliki penalaran yang adaptif, menguasai banyak strategi pemecahan masalah,dan memiliki disposisi yang produktif). Kalau penggunaan kalkulator dalam pembalajaran hanya sesederhana peran dan fungsinya sebagai alat hitung tentu hal itu tidak akan mampu menjadikan siswa mahir matematika. Penggunaan kalkulator di kelas hendaknya lebih dari itu.
Di samping bisa digunakan untuk membantu memudahkan anak untuk berhitung, Kalkulator sebenarnya juga bisa digunakan sebagai alat untuk membantu anak mengembangkan kemampuan bernalar, dimilikinya strategi pemecahan masalah, dan juga disposisi yang produktif. Sebagai contoh, coba ajak siswa untuk memecahkan masalah berikut:
"Suatu kalkulator ternyata memiliki beberapa tombol yang rusak. Selain tombol operasi, hanya ada dua tombol yang masih fungsional, yaitu tombol 4 dan 9. Andaikan di layar display kita diminta untuk menentukan hasil kali dari 1493 dengan 931, tentukan 5 cara menekan tombol bilangan 4 dan 9 agar hasil perkalian itu bisa ditampilkan di layar. Agar diperoleh penekanan tombol yang seminimal mungkin, coba sebutkan urutan tombol yang harus ditekan (termasuk operasinya)".
Dengan begitu, kalkulator tidak hanya digunakan untuk menghitung, tetapi lebih untuk pemecahan masalah. Mereka harus menggunakan kemampuan berpikir kritis, kreatif agar bisa memecahkan masalah itu. Dengan begitu, mereka akan dibantu mengembangkan kemampuan bernalarnya, strategi memecahkan masalahnya, dan sikap positifnya terhadap matematika.
Nach...
Memang, kalau kita membelajarkan anak hanya untuk berhitung biasa, penggunaan kalkulator di kelas bisa membuat anak merasa terbantu. Bahkan mereka mungkin akan memiliki ketergantungan terhadap kalkulator. Karena itu, wajar jikga ada kekhawatiran terhadap dampak diijinkannya penggunaan kalkulator ini di kelas.
Menurut saya, sebenarnya kita tidak perlu terlalu khawatir. Seperti yang saya sebutkan pada tulisan terdahulu, cobalah gunakan "one minute math" untuk menjadikan anak-anak memiliki otomatisasi dalam pengoperasian bilangan, terutama yang merupakan fakta-fakta dasar. Berikan mereka 20 -- 40 soal operasi bilangan dan mereka harus menyelesaikannya dalam 1 menit saja. Kalau mereka sudah berhasil melampaui kegiatan "one minute math" ini, mereka akan memiliki kepercayaan diri terhadap kemampuan berhitungnya dan tidak akan terlalu bergantung kepada kalkulator dalam berhitung.
Bahkan, kalaupun mereka diijinkan untuk menggunakan kalkulator, dengan jumlah soal yang cukup banyak, mereka akan memerlukan waktu yang banyak untuk membaca soal dan menekan tombol kalkulator. Mereka tidak akan mendapatkan hasil optimal, bahkan bisa-bisa tidak pernah lulus dari kegiatan one minute math tersebut. Pada akhirnya, mereka akan melihat bahwa "otomatisasi" yang diperoleh dari kegiatan one minute math ini lebih memberikan manfaat daripada harus menekan tombol-tombol kalkulator.
Karena itu, menurut hemat saya, penggunaan kalkulator di kelas syah-syah saja. Kita tidak perlu melarang murid saya menggunakan kalkulator. Yang paling penting adalah bagaimana kita memanfaatkan kalkulator untuk keperluan belajar siswa yang lebih baik. Kita lah yang harus pandai-pandai memanfaatkannya.
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat bagi kita.
Salam
Langganan:
Postingan (Atom)
Arsip Blog
-
▼
2009
(67)
-
►
April
(9)
- BELAJAR DARI KESUKSESAN SMP 8 YOGYAKARTA DALAM MEN...
- JAWABAN SOAL NO 5 OSN HARI 2 OSN SMP NAS 2008
- MODEL PEMBELAJARAN SPL2V BERACUAN KONSTRUKTIVE & M...
- MEMIMPIKAN SEKOLAH SEBAGAI SUMBER ILMU PENGETAHUAN
- JARI JARI LINGKARAN LUAR SUATU SEGITIGA
- JARI JARI LINGKARAN DALAM SUATU SEGITIGA
- RPP ERA SERTIFIKASI GURU
- SOAL OPEN ENDED
- MEMBAGI RUAS GARIS SAMA PANJANG
-
►
Februari
(15)
- MENJADIKAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERPERAN UNTUK ...
- HIMPUNAN KOSONG: TUNGGAL ATAU JAMAK?
- STRATEGI PEMECAHAN MASALAH
- BUKU CLASSROOM LANGUAGE UNTUK GURU-GURU RSBI
- ALGEBRA TILE
- JAWABAN SOAL NO 2 HARI 2 OSN SMP NAS 2008
- JUMLAH BARISAN TAK HINGGA
- MODEL, STRATEGI, METODE, DAN KETRAMPILAN MEMBELAJA...
- MENENTUKAN KUARTIL DATA
- TENTANG NILAI MUTLAK
- SEPULUH METODE PEMBELAJARAN
- TOPIK UNTUK PENELITIAN PTK
- BOLEHKAN KALKULATOR DIGUNAKAN SISWA DI KELAS?
-
►
April
(9)