Menguasai berbagai strategi pemecahan masalah merupakan salah satu di antara prasyarat terbentuknya kemahiran matematis. Penguasaan strategi pemecahan masalah berkontribusi dalam salah satu faktor kemahiran matematis, yaitu strategic competence.
Karena itu, para siswa perlu dibiasakan untuk menguasai strategi pemecahan masalah. Namun demikian, anak juga perlu dibiasakan untuk menerapkan strategi itu dengan cara yang baik. Cara yang baik itu antara lain dengan mengikuti tahap-tahap pemecahan masalah ala Polya.
Di dalam kesempatan ini, penulis sempat membuat contoh-contoh metode pemecahan masalah pada berbagai macam strategi pemecahan masalah. Penulis membiasakan anak untuk mengikuti langkah-langkah "mirip Polya". Alih-alih Understand the Problem, Device A Plan, Implement the Plan, dan Look Back, penulis menggunakan istilah "Cari Tahu", "Pilih Strategi", "Lakukan", dan "Periksa Ulang".
Kalau ada yang tertarik dengan tulisan ini, saya persilahkan teman-teman untuk mengunduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
MAHKOTA DEWA
Jumat, 30 Januari 2009
Kamis, 29 Januari 2009
MODEL PEMBELAJARAN
Kadang kita bingung membedakan model, metode, pendekatan, dan strategi pembelajaran. Untuk teman-teman yang tertarik dan berkepentingan dengan teknologi pembelajaran, memahami perbedaan hal ini merupakan hal yang penting. Bagi seorang praktisi, mungkin saja kita tidak perlu kenal istilahnya. Yang lebih dipentingkan dalam hal ini adalah bagaimana guru melaksanakan pembelajaran sehingga anak belajar sesuatu yang bermanfaat bagi masa depannya.
Tentu akan lebih baik kalau kita mengetahui apa artinya dan mampu mewujudkannya di dalam kelas. Nach, sehubungan dengan itu, saya sempat mengkaji sebuah buku karya BRUCE JOICE, MARSHA WEIL, and BEVERLY SHOWERS yang kalau tidak salah judulnya adalah Models of Teaching. Saya membuat satu power point secara singkat tentang model-model pembelajaran tersebut.
Dengan senang hati saya mengundang teman-teman untuk mengkaji ringkasan tersebut. Kalau teman-teman berkenan, saya persilahkan teman-teman untuk mengunduhnya di sini, mengkaji dan memanfaatkannya. Mudah-mudahan teman bisa memperoleh gambaran tentang apa itu model pembelajaran, dan di kesempatan yang lainnya saya akan mencoba melengkapi dan mengangkat konsep yang lainnya.
Semoga bermanfaat.
Salam
Tentu akan lebih baik kalau kita mengetahui apa artinya dan mampu mewujudkannya di dalam kelas. Nach, sehubungan dengan itu, saya sempat mengkaji sebuah buku karya BRUCE JOICE, MARSHA WEIL, and BEVERLY SHOWERS yang kalau tidak salah judulnya adalah Models of Teaching. Saya membuat satu power point secara singkat tentang model-model pembelajaran tersebut.
Dengan senang hati saya mengundang teman-teman untuk mengkaji ringkasan tersebut. Kalau teman-teman berkenan, saya persilahkan teman-teman untuk mengunduhnya di sini, mengkaji dan memanfaatkannya. Mudah-mudahan teman bisa memperoleh gambaran tentang apa itu model pembelajaran, dan di kesempatan yang lainnya saya akan mencoba melengkapi dan mengangkat konsep yang lainnya.
Semoga bermanfaat.
Salam
Senin, 26 Januari 2009
CHARACTER BUILDING MELALUI OSN
Lomba-lomba seperti Olimpiade Sains Nasional, IJSO, IMO, IBO, IPhO, yang umumnya banyak diikuti oleh anak-anak yang gifted dan talented, banyak ditengarai orang tidak mengembangkan kepribadian yang baik. Banyak orang yang memberikan judgment bahwa anak-anak yang ikut terlibat di dalam OSN ini memiliki karakter yang "jelek". Mereka sombong, acuh tak acuh kepada aturan, dan banyak lagi karakter jelek lainnya. Sampai-sampai ada teman baik saya yang sebenarnya sangat saya "kagumi" dengan sangat yakinnya mengatakan bahwa "pendidikan karakter" lebih baik daripada keterlibatan dalam OSN. Saya sampai nggak habis pikir dengan pikiran teman baik saya ini. Bagaimana mungkin dia bisa berpikiran semacam itu.
Mungkin beliau banyak menemukan kasus atau memperoleh laporan semacam itu dari banyak pihak. Saya termasuk yang kurang setuju dengan hal itu.
Dalam benak saya, peristiwa atau kegiatan apapun sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk pengembangan karakter. Mungkin karena prinsip konstruktivisme yang sudah mulai merasuk dalam benak saya, maka saya mempunyai persepsi sebagai berikut: "Semua peristiwa atau kegiatan itu netral. Kitalah yang mengkonstruksi makna dari kegiatan atau peristiwa itu."
Dengan prinsip semacam itu, saya berkeyakinan bahwa "Kita juga bisa memanfaatkan semua peristiwa dan kegiatan itu untuk keperluan character building." Karena itu,di dalam benak saya, kegiatan Olimpiade Sains Nasional pun sebenarnya memiliki banyak potensi untuk pengembangan character anak. Yang diperlukan di sini adalah kepekaan kita untuk memanfaatkan setiap momen yang ada dalam rangka kegiatan Olimpiade Sains Nasional ini untuk keperluan pengembangan kepribadian anak. Kalau sampai dengan mengikuti kegiatan Olimpiade Sains Nasional semacam ini karakter anak menjadi jelek, yang salah sebenarnya bukan anaknya. Pembimbing dan kita sebagai gurunya lah yang kurang tanggap dan kurang mampu mengarahkan.
Beberapa waktu yang lalu, saya sempat berbagi pemikiran tentang potensi Olimpiade Sains Nasional dalam pengembangan karakter anak. Saya mengisi salah satu sesi dalam kegiatan seminar dan workshop di perguruan Al Azhar Serpong. Saya sempat membuat power pointnya, dan kalau Anda berkenan, silahkan unduh di sini. Semoga tulisan tersebut memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.
Salam
Mungkin beliau banyak menemukan kasus atau memperoleh laporan semacam itu dari banyak pihak. Saya termasuk yang kurang setuju dengan hal itu.
Dalam benak saya, peristiwa atau kegiatan apapun sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk pengembangan karakter. Mungkin karena prinsip konstruktivisme yang sudah mulai merasuk dalam benak saya, maka saya mempunyai persepsi sebagai berikut: "Semua peristiwa atau kegiatan itu netral. Kitalah yang mengkonstruksi makna dari kegiatan atau peristiwa itu."
Dengan prinsip semacam itu, saya berkeyakinan bahwa "Kita juga bisa memanfaatkan semua peristiwa dan kegiatan itu untuk keperluan character building." Karena itu,di dalam benak saya, kegiatan Olimpiade Sains Nasional pun sebenarnya memiliki banyak potensi untuk pengembangan character anak. Yang diperlukan di sini adalah kepekaan kita untuk memanfaatkan setiap momen yang ada dalam rangka kegiatan Olimpiade Sains Nasional ini untuk keperluan pengembangan kepribadian anak. Kalau sampai dengan mengikuti kegiatan Olimpiade Sains Nasional semacam ini karakter anak menjadi jelek, yang salah sebenarnya bukan anaknya. Pembimbing dan kita sebagai gurunya lah yang kurang tanggap dan kurang mampu mengarahkan.
Beberapa waktu yang lalu, saya sempat berbagi pemikiran tentang potensi Olimpiade Sains Nasional dalam pengembangan karakter anak. Saya mengisi salah satu sesi dalam kegiatan seminar dan workshop di perguruan Al Azhar Serpong. Saya sempat membuat power pointnya, dan kalau Anda berkenan, silahkan unduh di sini. Semoga tulisan tersebut memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.
Salam
Jumat, 23 Januari 2009
JAWABAN SOAL NO 5 HARI 1 OSN SMP NAS 2008
Soal no 5 hari I OSN Bidang Matematika SMP tingkat nasional tahun 2008 berbunyi sebagai berikut:
Bilangan empat angka akan dibentuk dari angka-angka pada {0,1,2,3,4,5} dengan syarat angka-angka pada bilangan tersebut tidak berulang, dan bilangan yang terbentuk merupakan kelipatan 3. Berapakah peluang bilangan yang terbentuk mempunyai nilai kurang dari 3000
Banyak anak yang mampu menjawab soal tersebut dengan baik. Ada yang mampu mengkomunikasikannya dengan baik pula, tetapi banyak pula yang kurang jelas cara mengkomunikasikannya.
Sebenarnya, untuk menjawab soal ini, menurut pembuat soalnya yang diperlukan hanyalah proses berpikir sebagai berikut:
Anak perlu mengetahui bahwa bilangan yang dibentuk adalah bilangan ribuan dan jumlah angka-angkanya harus kelipatan 3, karena bilangan tersebut juga merupakan kelipatan 3. Setelah itu, Anak perlu tahu, berapa banyak bilangan ribuan kelipatan 3 yang mungkin terbentuk. Selanjutnya, anak perlu mengetahui berapa banyak bilangan ribuan kelipatan 3 yang nilainya kurang dari 3000. Dari hal ini, mereka akan bisa dengan mudah menentukan berapa peluangnya.
Nach... berikut saya postingkan jawaban dari soal no 5 OSN Bidang Matematika SMP tingkat nasional hari pertama. Kalau Anda berkenan, silahkan unduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Bilangan empat angka akan dibentuk dari angka-angka pada {0,1,2,3,4,5} dengan syarat angka-angka pada bilangan tersebut tidak berulang, dan bilangan yang terbentuk merupakan kelipatan 3. Berapakah peluang bilangan yang terbentuk mempunyai nilai kurang dari 3000
Banyak anak yang mampu menjawab soal tersebut dengan baik. Ada yang mampu mengkomunikasikannya dengan baik pula, tetapi banyak pula yang kurang jelas cara mengkomunikasikannya.
Sebenarnya, untuk menjawab soal ini, menurut pembuat soalnya yang diperlukan hanyalah proses berpikir sebagai berikut:
Anak perlu mengetahui bahwa bilangan yang dibentuk adalah bilangan ribuan dan jumlah angka-angkanya harus kelipatan 3, karena bilangan tersebut juga merupakan kelipatan 3. Setelah itu, Anak perlu tahu, berapa banyak bilangan ribuan kelipatan 3 yang mungkin terbentuk. Selanjutnya, anak perlu mengetahui berapa banyak bilangan ribuan kelipatan 3 yang nilainya kurang dari 3000. Dari hal ini, mereka akan bisa dengan mudah menentukan berapa peluangnya.
Nach... berikut saya postingkan jawaban dari soal no 5 OSN Bidang Matematika SMP tingkat nasional hari pertama. Kalau Anda berkenan, silahkan unduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Kamis, 22 Januari 2009
FIRST PRINCIPLES OF INSTRUCTION
Beberapa waktu yang lalu, mungkin sudah hampir satu tahun, saya mendownload suatu artikel dari seorang tokoh teknologi pembelajaran, MERRILL. Artikel ini berbicara tentang first principles of instruction.
Menurut Merrill, first principles of instruction tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Learning is facilitated when learners are engaged in solving real-world problems
2. Learning is facilitated when relevant previous experience is activated
3. Learning is facilitated when the instruction demonstrates what is to be learned rather then merely telling information about what is to be learned
4. Learning is facilitated when learners are required to use their new knowledge or skill to solve problems
5. Learning is facilitated when learners are encouraged to integrate (transfer) the new knowledge or skill into their everyday life
Kalau diterjemahkan secara bebas, tampak bahwa pebelajar akan merasakan kemudahan dalam belajarnya jika:
1. mempelajari hal-hal yang kontekstual
2. belajarnya disesuaikan dengan bekal pengalaman yang sudah dimiliki
3. pembelajaran mampu dengan sendirinya memperlihatkan tujuan belajarnya, bukan karena diberi tahu
4. pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki digunakan untuk memecahkan masalah
5. pengetahuan dan keterampilan baru yang dimiliki tidak hanya didiamkan, melainkan ditransfer dan diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Terkait dengan hal di atas, penulis teringat dengan strategi REACT dalam pembelajaran kontekstual. Apakah REACT merupakan perwujudan dari penerapan first principles of instruction? Teman-teman mungkin bisa mengkajinya lebih dalam.
Terkait dengan artikel yang tadi saya baca, saya sempat membuat ringkasan power pointnya. Saya juga tuliskan alamat saya mengunduhnya. Karena itu, jika teman-teman berkenan, silahkan unduh ringkasan tersebut di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Menurut Merrill, first principles of instruction tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Learning is facilitated when learners are engaged in solving real-world problems
2. Learning is facilitated when relevant previous experience is activated
3. Learning is facilitated when the instruction demonstrates what is to be learned rather then merely telling information about what is to be learned
4. Learning is facilitated when learners are required to use their new knowledge or skill to solve problems
5. Learning is facilitated when learners are encouraged to integrate (transfer) the new knowledge or skill into their everyday life
Kalau diterjemahkan secara bebas, tampak bahwa pebelajar akan merasakan kemudahan dalam belajarnya jika:
1. mempelajari hal-hal yang kontekstual
2. belajarnya disesuaikan dengan bekal pengalaman yang sudah dimiliki
3. pembelajaran mampu dengan sendirinya memperlihatkan tujuan belajarnya, bukan karena diberi tahu
4. pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki digunakan untuk memecahkan masalah
5. pengetahuan dan keterampilan baru yang dimiliki tidak hanya didiamkan, melainkan ditransfer dan diintegrasikan ke dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Terkait dengan hal di atas, penulis teringat dengan strategi REACT dalam pembelajaran kontekstual. Apakah REACT merupakan perwujudan dari penerapan first principles of instruction? Teman-teman mungkin bisa mengkajinya lebih dalam.
Terkait dengan artikel yang tadi saya baca, saya sempat membuat ringkasan power pointnya. Saya juga tuliskan alamat saya mengunduhnya. Karena itu, jika teman-teman berkenan, silahkan unduh ringkasan tersebut di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Selasa, 20 Januari 2009
MEAN MEDIAN ATAU MODUS: YANG MANA?
Beberapa waktu yang lalu saya berkunjung ke Melbourne Australia (sudah cukup lama sich). Namun demikian ada satu hal yang berkesan...
Saya mengunjungi satu sekolah dan gurunya waktu itu mengajarkan statistik. Beliau memulai dengan memberikan pertanyaan kepada para siswa sebagai berikut.
"Ada sebuah perusahaan dengan pegawai sebanyak 10 orang. Satu orang sebagai pemimpin perusahaan itu digaji sebesar 10.000 dollar setiap bulannya, sedang 9 orang lainnya digaji 1000 dolar per bulan. Di antara Mean, Median, dan Modus, menurut kalian mana yang paling tepat digunakan untuk menyatakan average (ukuran rata-rata) gaji orang di dalam perusahaan tersebut?"
Setelah pertanyaan itu cukup jelas dipahami oleh anak, beliau kemudian menerapkan model TPS (Think Pair Share). Anak-anak mula-mula diminta untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan itu secara individual (tahap T = Think). Anak-anak diminta untuk memikirkan jawaban dan alasannya dengan baik. Mereka diminta untuk menuliskan jawabannya di secarik kertas.
Setelah kurang lebih 5 menit, anak-anak diminta untuk berpasang-pasangan. Mereka diminta untuk bergantian menyampaikan pemikiran masing-masing. Setelah itu, mereka berdiskusi untuk menentukan mana di antara pikiran itu yang cocok untuk menjadi jawaban pasangan tersebut. Kalau tidak ada yang cocok, mereka juga diperkenankan untuk mencari jawaban yang lain, di luar jawaban mereka berdua. (tahap P = Pair) Mereka juga diminta untuk menuliskan hasil diskusi lengkap dengan alasannya.
Setelah kurang lebih 15 menit berdiskusi, beberapa pasangan diminta untuk menyajikan hasil pemikiran mereka ke kelas (tahap S = Sharing). Anak yang lain diminta untuk memberikan tanggapan, komentar, dan kritik kepada penyaji.
Umumnya mereka mampu menemukan nilai dari median, modus, dan mean data tersebut. Namun demikian, di antara mereka ada yang memilih median dan modus sebagai nilai rata-rata, dan ada pula yang memilih mean sebagai nilai rata-ratanya. Jawaban dari siswa tersebut tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh guru. Karena itu, si guru kemudian memberikan melakukan intervensi dengan mengajukan serangkaian pertanyaan tentang jawaban soal tersebut kepada siswa secara klasikal.
Sebelum saya memberikan jawaban si guru, menurut teman-teman, mana pilihan jawaban yang seharusnya? Mean? Median? Modus? Silahkan pilih sendiri.
Namun demikian, si Guru tersebut memberikan pertanyaan yang cerdas. Beliau bertanya begini:
"Andaikan kalian sebagai pegawai di tempat itu, dan kalian tentunya ingin mendapatkan gaji yang tinggi. Apakah kalian akan memilih median dan modus sebagai rata-rata gaji di perusahaan itu? Mengapa?"
Sebaliknya.
"Andaikan kalian adalah pemilik perusahaan itu dan ingin menarik minat pegawai dengan menyatakan bahwa rata-rata gaji di tempat itu tinggi. Mana yang akan kalian pilih: Mean atau median dan modusnya?"
Dengan pertanyaan tersebut, para siswa melihat bahwa "KEPENTINGAN" bisa menentukan pemilihan statistik yang "COCOK". Rata-rata gaji pegawai di perusahaan itu sangat bergantung kepada siapa yang berkepentingan.... ha ha... smart sekali
Pengalaman ini sungguh berkesan dalam hati penulis. Seumur-umur, dalam pelajaran statistik, penulis paling-paling hanya diminta oleh guru untuk menghitung dan menentukan median, modus, dan mean dari data. Penulis tidak pernah diminta untuk melakukan kajian seperti itu.
Penulis jadi teringat akan dimensi ke-3 dari Dimensions of Learning ala Marzano, yaitu "extend and refine knowledge". Menurut hemat penulis, apa yang dilakukan oleh guru ini adalah salah satu bentuk dari upaya untuk "extend and refine knowledge" tersebut.
Rasa-rasanya kita jarang melakukan hal yang demikian. Karenanya pantas kalau kita tidak "CERDAS" secara kontekstual. Mungkin penguasaan matematika kita baik, tetapi kita sering "dikibuli", sadar atau tidak sadar.
Mari kita bangkit. Mari kita ciptakan pembelajaran yang "MENCERDASKAN", yaitu pembelajaran yang bukan hanya dimaksudkan untuk "MEMANDAIKAN" atau "Mencapai NILAI UAN yang tinggi", tetapi juga mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis,dan kreatif. Semoga tulisan singkat ini bermanfaat bagi kita semua.
Salam
Saya mengunjungi satu sekolah dan gurunya waktu itu mengajarkan statistik. Beliau memulai dengan memberikan pertanyaan kepada para siswa sebagai berikut.
"Ada sebuah perusahaan dengan pegawai sebanyak 10 orang. Satu orang sebagai pemimpin perusahaan itu digaji sebesar 10.000 dollar setiap bulannya, sedang 9 orang lainnya digaji 1000 dolar per bulan. Di antara Mean, Median, dan Modus, menurut kalian mana yang paling tepat digunakan untuk menyatakan average (ukuran rata-rata) gaji orang di dalam perusahaan tersebut?"
Setelah pertanyaan itu cukup jelas dipahami oleh anak, beliau kemudian menerapkan model TPS (Think Pair Share). Anak-anak mula-mula diminta untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan itu secara individual (tahap T = Think). Anak-anak diminta untuk memikirkan jawaban dan alasannya dengan baik. Mereka diminta untuk menuliskan jawabannya di secarik kertas.
Setelah kurang lebih 5 menit, anak-anak diminta untuk berpasang-pasangan. Mereka diminta untuk bergantian menyampaikan pemikiran masing-masing. Setelah itu, mereka berdiskusi untuk menentukan mana di antara pikiran itu yang cocok untuk menjadi jawaban pasangan tersebut. Kalau tidak ada yang cocok, mereka juga diperkenankan untuk mencari jawaban yang lain, di luar jawaban mereka berdua. (tahap P = Pair) Mereka juga diminta untuk menuliskan hasil diskusi lengkap dengan alasannya.
Setelah kurang lebih 15 menit berdiskusi, beberapa pasangan diminta untuk menyajikan hasil pemikiran mereka ke kelas (tahap S = Sharing). Anak yang lain diminta untuk memberikan tanggapan, komentar, dan kritik kepada penyaji.
Umumnya mereka mampu menemukan nilai dari median, modus, dan mean data tersebut. Namun demikian, di antara mereka ada yang memilih median dan modus sebagai nilai rata-rata, dan ada pula yang memilih mean sebagai nilai rata-ratanya. Jawaban dari siswa tersebut tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh guru. Karena itu, si guru kemudian memberikan melakukan intervensi dengan mengajukan serangkaian pertanyaan tentang jawaban soal tersebut kepada siswa secara klasikal.
Sebelum saya memberikan jawaban si guru, menurut teman-teman, mana pilihan jawaban yang seharusnya? Mean? Median? Modus? Silahkan pilih sendiri.
Namun demikian, si Guru tersebut memberikan pertanyaan yang cerdas. Beliau bertanya begini:
"Andaikan kalian sebagai pegawai di tempat itu, dan kalian tentunya ingin mendapatkan gaji yang tinggi. Apakah kalian akan memilih median dan modus sebagai rata-rata gaji di perusahaan itu? Mengapa?"
Sebaliknya.
"Andaikan kalian adalah pemilik perusahaan itu dan ingin menarik minat pegawai dengan menyatakan bahwa rata-rata gaji di tempat itu tinggi. Mana yang akan kalian pilih: Mean atau median dan modusnya?"
Dengan pertanyaan tersebut, para siswa melihat bahwa "KEPENTINGAN" bisa menentukan pemilihan statistik yang "COCOK". Rata-rata gaji pegawai di perusahaan itu sangat bergantung kepada siapa yang berkepentingan.... ha ha... smart sekali
Pengalaman ini sungguh berkesan dalam hati penulis. Seumur-umur, dalam pelajaran statistik, penulis paling-paling hanya diminta oleh guru untuk menghitung dan menentukan median, modus, dan mean dari data. Penulis tidak pernah diminta untuk melakukan kajian seperti itu.
Penulis jadi teringat akan dimensi ke-3 dari Dimensions of Learning ala Marzano, yaitu "extend and refine knowledge". Menurut hemat penulis, apa yang dilakukan oleh guru ini adalah salah satu bentuk dari upaya untuk "extend and refine knowledge" tersebut.
Rasa-rasanya kita jarang melakukan hal yang demikian. Karenanya pantas kalau kita tidak "CERDAS" secara kontekstual. Mungkin penguasaan matematika kita baik, tetapi kita sering "dikibuli", sadar atau tidak sadar.
Mari kita bangkit. Mari kita ciptakan pembelajaran yang "MENCERDASKAN", yaitu pembelajaran yang bukan hanya dimaksudkan untuk "MEMANDAIKAN" atau "Mencapai NILAI UAN yang tinggi", tetapi juga mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis,dan kreatif. Semoga tulisan singkat ini bermanfaat bagi kita semua.
Salam
Senin, 19 Januari 2009
KONSEP HIMPUNAN
Manakah dari berikut ini yang mendefinisikan himpunan?
a. Kumpulan bilangan asli kurang dari 10
b. Kumpulan gadis cantik di kelas 9 a
c. Kumpulan pria yang macho
d. Kumpulan lukisan yang indah
Kalau soal itu diberikan kepada murid-murid SMP, maka mereka akan memilih a sebagai jawabannya, dan semua guru juga akan mengatakan itulah satu-satunya jawaban yang benar. Mengapa demikian?
Dalam benak siswa, mungkin juga guru, Himpunan itu adalah suatu konsep dalam matematika dan ada definisinya. Definisi yang dipegang selama ini adalah "Kumpulan dari benda-benda yang didefinisikan dengan jelas". Artinya, ketika suatu benda disajikan, maka dengan tepat benda itu diidentifikasi sebagai anggota dari himpunan itu atau tidak. Kalau tidak memenuhi kriteria ini, maka ia tidak bisa dikatakan sebagai himpunan.
Tetapi, pernahkah kita mendengar bahwa unsur-unsur di dalam matematika terbagi atas empat kelompok, yaitu:
1. undefined terms
2. defined terms
3. axioms/postulates
4. theorems
Nach,,, kalau kita belajar matematika dengan lebih jeli, himpunan itu termasuk dalam kelompok yang pertama, yaitu undefined term. Himpunan termasuk sebagai unsur matematika yang tidak memiliki definisi. Makna dari himpunan ini hanya diterima berdasarkan intuisi belaka.
Karena itu, soal seperti di atas adalah soal yang salah... kita tidak boleh mengajukan soal seperti itu...
Sebenarnya ada istilah yang lebih tepat yang diukur dengan soal-soal seperti itu. Istilah itu adalah "well defined set". Istilah ini artinya adalah himpunan yang terdefinisi dengan jelas. Maksudnya, himpunan ini memiliki syarat keanggotaan yang jelas yang memungkinkan setiap orang akan memberikan judgment yang sama apakah suatu benda merupakan anggota himpunan itu atau tidak. Umumnya, syarat yang demikian ini bersifat kuantitatif, bukan kualitatif seperti cantik, indah, macho dll.
Nac... penulis sempat menulis satu tulisan singkat tentang himpunan ini. Anda dipersilahkan untuk mengunduhnya di sini, kalau berkenan. Semoga bermanfaat
Salam
a. Kumpulan bilangan asli kurang dari 10
b. Kumpulan gadis cantik di kelas 9 a
c. Kumpulan pria yang macho
d. Kumpulan lukisan yang indah
Kalau soal itu diberikan kepada murid-murid SMP, maka mereka akan memilih a sebagai jawabannya, dan semua guru juga akan mengatakan itulah satu-satunya jawaban yang benar. Mengapa demikian?
Dalam benak siswa, mungkin juga guru, Himpunan itu adalah suatu konsep dalam matematika dan ada definisinya. Definisi yang dipegang selama ini adalah "Kumpulan dari benda-benda yang didefinisikan dengan jelas". Artinya, ketika suatu benda disajikan, maka dengan tepat benda itu diidentifikasi sebagai anggota dari himpunan itu atau tidak. Kalau tidak memenuhi kriteria ini, maka ia tidak bisa dikatakan sebagai himpunan.
Tetapi, pernahkah kita mendengar bahwa unsur-unsur di dalam matematika terbagi atas empat kelompok, yaitu:
1. undefined terms
2. defined terms
3. axioms/postulates
4. theorems
Nach,,, kalau kita belajar matematika dengan lebih jeli, himpunan itu termasuk dalam kelompok yang pertama, yaitu undefined term. Himpunan termasuk sebagai unsur matematika yang tidak memiliki definisi. Makna dari himpunan ini hanya diterima berdasarkan intuisi belaka.
Karena itu, soal seperti di atas adalah soal yang salah... kita tidak boleh mengajukan soal seperti itu...
Sebenarnya ada istilah yang lebih tepat yang diukur dengan soal-soal seperti itu. Istilah itu adalah "well defined set". Istilah ini artinya adalah himpunan yang terdefinisi dengan jelas. Maksudnya, himpunan ini memiliki syarat keanggotaan yang jelas yang memungkinkan setiap orang akan memberikan judgment yang sama apakah suatu benda merupakan anggota himpunan itu atau tidak. Umumnya, syarat yang demikian ini bersifat kuantitatif, bukan kualitatif seperti cantik, indah, macho dll.
Nac... penulis sempat menulis satu tulisan singkat tentang himpunan ini. Anda dipersilahkan untuk mengunduhnya di sini, kalau berkenan. Semoga bermanfaat
Salam
Jumat, 16 Januari 2009
JAWABAN SOAL NO 4 HARI 1 OSN SMP NAS 2008
Kembali saya postingkan jawaban soal no 4 hari I OSN Matematika tingkat Nasional tahun 2008.
Soal no. 4 ini berbunyi sebagai berikut:
"Misalkan P adalah himpunan semua bilangan bulat positif antara 0 dan 2008 yang dapat dinyatakan sebagai jumlah dari dua bilangan bulat positif berurutan atau lebih. Contoh:11 = 5 + 6, 90 = 29 + 30 + 31, 100 = 18 + 19 + 20 + 21 + 22. Jadi 11, 90, dan 100 adalah beberapa anggota dari P. Tentukan jumlah dari semua anggota P"
Menghadapi soal ini anak tidak boleh rancu antara JUMLAH dengan BANYAK. Kalau Jumlah merujuk kepada hasil operasi penjumlahan, sementara Banyak merujuk kepada kardinalitas suatu himpunan. Dalam bahasa Inggris, kata "jumlah" berpadanan dengan kata "the SUM", sementara kata "banyak" berpadanan dengan kata "the Number".
Bagaimana menghadapi soal semacam ini?
Menurut pembuat soal, di dalam menjawab soal ini anak dituntut untuk bisa menemukan ciri-ciri dari bilangan yang TIDAK dapat dinyatakan sebagai penjumlahan dua bilangan atau lebih. Jadi yang perlu diketahui adalah komplemennya.
Untuk itu, menurut pembuat soal, mulailah dengan menggunakan beberapa bilangan kecil dahulu dari 1 sampai dengan 32. Dalam bahasa Strategi Pemecahan Masalah, lakukan "working with a simpler problem strategy" untuk menemukan pola "Look for the pattern".
Anak akan melihat bahwa bilangan-bilangan yang tidak dapat dinyatakan sebagai penjumlahan dua bilangan atau lebih ini memiliki ciri, yaitu bilangan tersebut berbentuk kepangkatan dari 2. Ia membentuk barisan geometri dengan suku pertama 1, dan rasio 2.
Karena yang ditanyakan adalah jumlah bilangan yang dapat dinyatakan sebagai jumlah dua atau lebih bilangan, maka cukuplah anak cari dengan cara menentukan lebih dahulu jumlah semua bilangan mulai dari 1 sampai 2007, kemudian hasilnya dikurangi dengan jumlah semua bilangan-bilangan yang berbentuk kepangkatan dari dua tersebut.
Dengan demikian, ada hikmah yang perlu kita pelajari bersama di sini. Hikmah tersebut adalah kita harus melatih anak bernalar. Penguasaan materi hendaknya jangan menjadi tujuan akhir dari pembelajaran matematika kita. Kita harus melanjutkannya dengan mangasah nalar dan kemampuan berpikir lainnya. Mereka juga harus memiliki berbagai macam strategi pemecahan masalah agar tidak mudah menyerah menghadapi masalah yang "kelihatannya rumit". Banyak fakta menunjukkan bahwa yang kelihatannya rumit ternyata sederhana, kalau sudah ketemu kuncinya. Sebaliknya, banyak pula fakta yang menunjukkan bahwa masalah yang kelihatannya sepele, ternyata sangat pelik untuk diselesaikan. Artinya, kita jangan buru-buru menyerah atau terlalu yakin dengan segala yang ada di depan kita. Kita harus berpikir obyektif, rasional, tenang, dan berpikir strategis.
Nach...
Jawaban lengkap dari soal tersebut tersedia saat ini. Bagi Anda yang berkeinginan untuk mengetahui dan mempelajarinya, saya persilahkan untuk mengunduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Soal no. 4 ini berbunyi sebagai berikut:
"Misalkan P adalah himpunan semua bilangan bulat positif antara 0 dan 2008 yang dapat dinyatakan sebagai jumlah dari dua bilangan bulat positif berurutan atau lebih. Contoh:11 = 5 + 6, 90 = 29 + 30 + 31, 100 = 18 + 19 + 20 + 21 + 22. Jadi 11, 90, dan 100 adalah beberapa anggota dari P. Tentukan jumlah dari semua anggota P"
Menghadapi soal ini anak tidak boleh rancu antara JUMLAH dengan BANYAK. Kalau Jumlah merujuk kepada hasil operasi penjumlahan, sementara Banyak merujuk kepada kardinalitas suatu himpunan. Dalam bahasa Inggris, kata "jumlah" berpadanan dengan kata "the SUM", sementara kata "banyak" berpadanan dengan kata "the Number".
Bagaimana menghadapi soal semacam ini?
Menurut pembuat soal, di dalam menjawab soal ini anak dituntut untuk bisa menemukan ciri-ciri dari bilangan yang TIDAK dapat dinyatakan sebagai penjumlahan dua bilangan atau lebih. Jadi yang perlu diketahui adalah komplemennya.
Untuk itu, menurut pembuat soal, mulailah dengan menggunakan beberapa bilangan kecil dahulu dari 1 sampai dengan 32. Dalam bahasa Strategi Pemecahan Masalah, lakukan "working with a simpler problem strategy" untuk menemukan pola "Look for the pattern".
Anak akan melihat bahwa bilangan-bilangan yang tidak dapat dinyatakan sebagai penjumlahan dua bilangan atau lebih ini memiliki ciri, yaitu bilangan tersebut berbentuk kepangkatan dari 2. Ia membentuk barisan geometri dengan suku pertama 1, dan rasio 2.
Karena yang ditanyakan adalah jumlah bilangan yang dapat dinyatakan sebagai jumlah dua atau lebih bilangan, maka cukuplah anak cari dengan cara menentukan lebih dahulu jumlah semua bilangan mulai dari 1 sampai 2007, kemudian hasilnya dikurangi dengan jumlah semua bilangan-bilangan yang berbentuk kepangkatan dari dua tersebut.
Dengan demikian, ada hikmah yang perlu kita pelajari bersama di sini. Hikmah tersebut adalah kita harus melatih anak bernalar. Penguasaan materi hendaknya jangan menjadi tujuan akhir dari pembelajaran matematika kita. Kita harus melanjutkannya dengan mangasah nalar dan kemampuan berpikir lainnya. Mereka juga harus memiliki berbagai macam strategi pemecahan masalah agar tidak mudah menyerah menghadapi masalah yang "kelihatannya rumit". Banyak fakta menunjukkan bahwa yang kelihatannya rumit ternyata sederhana, kalau sudah ketemu kuncinya. Sebaliknya, banyak pula fakta yang menunjukkan bahwa masalah yang kelihatannya sepele, ternyata sangat pelik untuk diselesaikan. Artinya, kita jangan buru-buru menyerah atau terlalu yakin dengan segala yang ada di depan kita. Kita harus berpikir obyektif, rasional, tenang, dan berpikir strategis.
Nach...
Jawaban lengkap dari soal tersebut tersedia saat ini. Bagi Anda yang berkeinginan untuk mengetahui dan mempelajarinya, saya persilahkan untuk mengunduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Rabu, 14 Januari 2009
PAKEM: APA MAKSUDNYA?
PAKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan. Diinisiasi oleh UNICEF dan UNESCO yang bekerja sama dengan DEPDIKNAS, PAKEM dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah, terutama sekolah dasar.
Menurut pemahaman penulis, para perancang PAKEM ini berharap agar dengan PAKEM, pembelajaran di sekolah berlangsung sesuai dengan beberapa prinsip berikut. Pertama, pembelajaran di sekolah hendaknya mendorong siswa aktif, secara fisik dan mental, mengkonstruksi ilmu yang dipelajarinya (hands on dan minds on). Belajar dirancang berlangsung dalam bentuk "learning by doing" dan "learning by reflecting".
Kedua, PAKEM menghendaki adanya siswa yang selalu melakukan belajar yang produktif (bukan reseptif). Siswa harus lebih banyak memproduksi pemahaman, pengetahuan, bukan menerima seperti gentong yang siap diisi. Pemberian LKS yang jawabannya "closed ended" cenderung tidak menghasilkan pembelajaran yang kreatif, jadi bukan PAKEM.
Ketiga, PAKEM, walaupun mengandalkan keaktifan melakukan aktivits yang sering dianggap banyak menghabiskan waktu, tetap menuntut pembelajaran yang efektif. Kompetensi dasar yang hendak dicapai harus diupayakan tuntas. Karena itu, guru harus pandai memilah dan memilih tugas dan kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa. Guru dalam PAKEM harus juga kreatif memilih BIG IDEAS yang layak dipelajari, layak dirayakan, dan bisa menjadi pemahaman yang bertahan lama (Endurance Understanding).
Keempat, PAKEM harus mampu menciptakan suasana dan lingkungan belajar yang menyenangkan, yang membuat murid asyik menjalankan tugas atau kegiatan belajarnya, kalau perlu sampai tidak peduli waktu. Kalau bunyi lonceng istirahat masih disambut dengan teriakan gembira oleh anak, itu tandanya pembelajaran masih belum menyenangkan, belum mengasyikkan. Kalau perlu, anak berubah menjadi cemberut begitu mengetahui bel telah menghalanginya melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Setelah sekian lama PAKEM ini dikenalkan di seluruh nusantara, melalui proyek-proyek DEPDIKNAS, CLCC, MBE, IAPBE, PGMI, NTT-PEP dll, apakah pembelajaran pakem sudah dijalankan dengan baik?
Menurut hemat penulis, sudah banyak di antara kita yang mencoba menerapkannya. Namun demikian, penerapan itu jangan sampai melenakan kita dengan menganggap kita sudah menjalankan PAKEM. PAKEM dan Non_PAKEM bukanlah dua kutub yang dikotomis. Di antara keduanya terdapat banyak, bahkan mungkin tak terhingga gradasi pelaksanaan pembelajaran terletak di antara PAKEM ideal dan Non-PAKEM ideal juga. Karenanya, yang paling penting diperhatikan adalah "apakah PAKEM kita hari ini sudah lebih baik dari PAKEM kita hari kemarin?", bukan "apakah saya sudah menerapkan PAKEM?".
Nach... beberapa waktu yang lalu, penulis sempat memperoleh power point tentang PAKEM SD, secara gratis, di internet. Power point ini berusaha menceritakan cikal bakal dikembangkannya PAKEM. Karenanya mungkin akan sangat bermanfaat bagi kita semua untuk menguatkan pemahaman kita. Untuk itu, saya dengan senang hari akan membagikan file ini kepada para pemerhati blog ini. Siapa saja, termasuk Bu Darmayanti dari Bireun NAD, boleh mengunduh di sini kalau berkenan. Semoga bermanfaat.
Salam
Menurut pemahaman penulis, para perancang PAKEM ini berharap agar dengan PAKEM, pembelajaran di sekolah berlangsung sesuai dengan beberapa prinsip berikut. Pertama, pembelajaran di sekolah hendaknya mendorong siswa aktif, secara fisik dan mental, mengkonstruksi ilmu yang dipelajarinya (hands on dan minds on). Belajar dirancang berlangsung dalam bentuk "learning by doing" dan "learning by reflecting".
Kedua, PAKEM menghendaki adanya siswa yang selalu melakukan belajar yang produktif (bukan reseptif). Siswa harus lebih banyak memproduksi pemahaman, pengetahuan, bukan menerima seperti gentong yang siap diisi. Pemberian LKS yang jawabannya "closed ended" cenderung tidak menghasilkan pembelajaran yang kreatif, jadi bukan PAKEM.
Ketiga, PAKEM, walaupun mengandalkan keaktifan melakukan aktivits yang sering dianggap banyak menghabiskan waktu, tetap menuntut pembelajaran yang efektif. Kompetensi dasar yang hendak dicapai harus diupayakan tuntas. Karena itu, guru harus pandai memilah dan memilih tugas dan kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa. Guru dalam PAKEM harus juga kreatif memilih BIG IDEAS yang layak dipelajari, layak dirayakan, dan bisa menjadi pemahaman yang bertahan lama (Endurance Understanding).
Keempat, PAKEM harus mampu menciptakan suasana dan lingkungan belajar yang menyenangkan, yang membuat murid asyik menjalankan tugas atau kegiatan belajarnya, kalau perlu sampai tidak peduli waktu. Kalau bunyi lonceng istirahat masih disambut dengan teriakan gembira oleh anak, itu tandanya pembelajaran masih belum menyenangkan, belum mengasyikkan. Kalau perlu, anak berubah menjadi cemberut begitu mengetahui bel telah menghalanginya melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Setelah sekian lama PAKEM ini dikenalkan di seluruh nusantara, melalui proyek-proyek DEPDIKNAS, CLCC, MBE, IAPBE, PGMI, NTT-PEP dll, apakah pembelajaran pakem sudah dijalankan dengan baik?
Menurut hemat penulis, sudah banyak di antara kita yang mencoba menerapkannya. Namun demikian, penerapan itu jangan sampai melenakan kita dengan menganggap kita sudah menjalankan PAKEM. PAKEM dan Non_PAKEM bukanlah dua kutub yang dikotomis. Di antara keduanya terdapat banyak, bahkan mungkin tak terhingga gradasi pelaksanaan pembelajaran terletak di antara PAKEM ideal dan Non-PAKEM ideal juga. Karenanya, yang paling penting diperhatikan adalah "apakah PAKEM kita hari ini sudah lebih baik dari PAKEM kita hari kemarin?", bukan "apakah saya sudah menerapkan PAKEM?".
Nach... beberapa waktu yang lalu, penulis sempat memperoleh power point tentang PAKEM SD, secara gratis, di internet. Power point ini berusaha menceritakan cikal bakal dikembangkannya PAKEM. Karenanya mungkin akan sangat bermanfaat bagi kita semua untuk menguatkan pemahaman kita. Untuk itu, saya dengan senang hari akan membagikan file ini kepada para pemerhati blog ini. Siapa saja, termasuk Bu Darmayanti dari Bireun NAD, boleh mengunduh di sini kalau berkenan. Semoga bermanfaat.
Salam
Selasa, 13 Januari 2009
COGNITIVE LOAD THEORY
Working Memory seseorang merupakan unsur penting di dalam belajar. Berhasil tidaknya belajar, akan sangat ditentukan oleh kemampuan seseorang mengelola beban atau load pada working memory ini.
Menurut para pakar, working memory seseorang bukan tanpa batas. Working memory memiliki kapasitas yang terbatas (sekitar 4 sampai 10 unsur). Lebih dari itu, working memory tidak akan mampu meng"handle" dengan baik informasi yang datang.
Beban kerja dari working memory ini dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: Intrinsic Load, Germane Load, dan Extraneous Load. Intrinsic load merujuk kepada beban yang harus dipikul memory karena karakteristik dari materi yang sedang dipelajari. Membaca teks matematika tentu menuntut Intrinsic Load berbeda dengan membaca teks narasi biasa. Teks matematika yang biasanya ringkas, padat, penuh simbol memberikan beban lebih berat daripada orang yang membaca teks cerita pendek biasa. Apalagi di dalam matematika, sekali dituliskan definisi suatu konsep, halaman-halaman berikutnya tidak akan memuat lagi definisi itu. Orang harus kembali ke halaman yang ada definisinya, bila ia lupa dengan definisi tersebut.
Germane Load merujuk kepada beban memory untuk memproses informasi yang satu dengan informasi yang lain sehingga menjadi suatu jaringan yang lebih mantap. Germane Load ini merupakan beban untuk menyatukan dan mengembangkan skema pengetahuan seseorang. Gaya belajar, latar belakang pengalaman dan pengetahuan, serta karakteristik individu pebelajar sangat menentukan load atau beban belajar yang diemban. Karena itu, Germane Load antara orang yang satu dengan orang yang lain bisa berbeda-beda. Di dalam matematika, orang yang gaya belajarnya kinestetik, akan mengalami kesulitan yang cukup berat dalam memahami teks matematika. Orang yang suka dijelaskan akan mengalami kesulitan kalau harus membaca dan mempelajari sendiri materi pelajarannya.
Extraneous load merujuk kepada unsur-unsur ekstra yang memberikan beban tambahan kepada memory untuk memproses informasi. Kalau Intrinsic Load dan Germane Load seperti apa adanya, Extraneous Load adalah faktor yang harusnya diminimalkan dalam pembelajaran. Hal-hal yang di luar karakteristik bahan ajar, dan karakteristik anak, hendaknya dibuat sekecil mungkin pengaruhnya terhadap beban belajar anak. Suara gaduh yang membuyarkan konsentrasi pebelajar, bahkan tampilan media komputer yang terlalu banyak animasinya bisa juga membuat beban ekstra (extraneous load) bagi pebelajar. Bukannya belajar, yang terjadi malah keasyikan yang tidak terarah kepada yang semestinya.
Beberapa waktu yang lalu saya sempat membuat ringkasan tentang Cognitive Load Theory ini, dan saya tuliskan dalam bentuk power point. Bu Endah dari Jogja sepertinya tertarik dengan tulisan itu.
Nach... ringkasan singkat untuk keperluan presentasi tersebut saya sediakan dan silahkan unduh di sini kalau berkenan. Semoga bermanfaat.
Salam
Menurut para pakar, working memory seseorang bukan tanpa batas. Working memory memiliki kapasitas yang terbatas (sekitar 4 sampai 10 unsur). Lebih dari itu, working memory tidak akan mampu meng"handle" dengan baik informasi yang datang.
Beban kerja dari working memory ini dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: Intrinsic Load, Germane Load, dan Extraneous Load. Intrinsic load merujuk kepada beban yang harus dipikul memory karena karakteristik dari materi yang sedang dipelajari. Membaca teks matematika tentu menuntut Intrinsic Load berbeda dengan membaca teks narasi biasa. Teks matematika yang biasanya ringkas, padat, penuh simbol memberikan beban lebih berat daripada orang yang membaca teks cerita pendek biasa. Apalagi di dalam matematika, sekali dituliskan definisi suatu konsep, halaman-halaman berikutnya tidak akan memuat lagi definisi itu. Orang harus kembali ke halaman yang ada definisinya, bila ia lupa dengan definisi tersebut.
Germane Load merujuk kepada beban memory untuk memproses informasi yang satu dengan informasi yang lain sehingga menjadi suatu jaringan yang lebih mantap. Germane Load ini merupakan beban untuk menyatukan dan mengembangkan skema pengetahuan seseorang. Gaya belajar, latar belakang pengalaman dan pengetahuan, serta karakteristik individu pebelajar sangat menentukan load atau beban belajar yang diemban. Karena itu, Germane Load antara orang yang satu dengan orang yang lain bisa berbeda-beda. Di dalam matematika, orang yang gaya belajarnya kinestetik, akan mengalami kesulitan yang cukup berat dalam memahami teks matematika. Orang yang suka dijelaskan akan mengalami kesulitan kalau harus membaca dan mempelajari sendiri materi pelajarannya.
Extraneous load merujuk kepada unsur-unsur ekstra yang memberikan beban tambahan kepada memory untuk memproses informasi. Kalau Intrinsic Load dan Germane Load seperti apa adanya, Extraneous Load adalah faktor yang harusnya diminimalkan dalam pembelajaran. Hal-hal yang di luar karakteristik bahan ajar, dan karakteristik anak, hendaknya dibuat sekecil mungkin pengaruhnya terhadap beban belajar anak. Suara gaduh yang membuyarkan konsentrasi pebelajar, bahkan tampilan media komputer yang terlalu banyak animasinya bisa juga membuat beban ekstra (extraneous load) bagi pebelajar. Bukannya belajar, yang terjadi malah keasyikan yang tidak terarah kepada yang semestinya.
Beberapa waktu yang lalu saya sempat membuat ringkasan tentang Cognitive Load Theory ini, dan saya tuliskan dalam bentuk power point. Bu Endah dari Jogja sepertinya tertarik dengan tulisan itu.
Nach... ringkasan singkat untuk keperluan presentasi tersebut saya sediakan dan silahkan unduh di sini kalau berkenan. Semoga bermanfaat.
Salam
Senin, 12 Januari 2009
PEMANFAATAN PAPAN ATAU TULANG NAPIER
Penguasaan operasi bilangan di jenjang sekolah dasar merupakan fondasi untuk mengikuti pembelajaran pada jenjang berikutnya. Ketidaklancaran dalam mengoperasikan bilangan, tidak jarang membuat anak frustasi, bahkan takut untuk belajar matematika. Guru di kelas atas juga sering mengeluh, kalau ada siswa yang penguassaan operasi bilangannya kurang. Tidak jarang, guru kelas atas ini menyalahkan guru kelas di bawahnya. Yach... itulah hidup.
Ada banyak cara untuk membelajarkan operasi bilangan ini. Di samping menggunakan abacus, mistar hitung, kalkulator, sempoa aritmatika, sejak dahulu kala sebenarnya telah pula dikenalkan suatu alat yang dikenal dengan PAPAN NAPIER atau ada yang menyebutnya dengan TULANG NAPIER. Saya tidak memilih mana yang sebaiknya digunakan. Silahkan saja pilih sesuai dengan kehendak masing-masing.
Beberapa tahun yang lalu, teman sejawat dari Universitas Bung Hatta, Padang, Ibu Rita Desfitri, M.ScSt, membuat makalah untuk digunakan dalam melatih guru-guru kelas 3 dan kelas 4 SD. Beliau saat ini sedang banyak melakukan perjalanan. Beberapa waktu yang lalu beliau pergi ke Thailand, dan kalau tidak salah, dalam waktu dekat juga akan bepergian ke New Delhi. Dengan membaca makalah tersebut, saya yakin banyak guru di kelas akan memiliki ide alternatif bagaimana membelajarkan perkalian dan pembagian bilangan di kelas masing-masing. Di samping pembelajaran biasanya, dia bisa membelajarkan dengan Papan atau Tulang Napier ini.
Kemarin beliau mengirimkan file-nya ke saya untuk dibagikan kepada kita semua para pemerhati pendidikan matematika di blog ini. Kalau Anda tertarik untuk membacanya, silahkan unduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Ada banyak cara untuk membelajarkan operasi bilangan ini. Di samping menggunakan abacus, mistar hitung, kalkulator, sempoa aritmatika, sejak dahulu kala sebenarnya telah pula dikenalkan suatu alat yang dikenal dengan PAPAN NAPIER atau ada yang menyebutnya dengan TULANG NAPIER. Saya tidak memilih mana yang sebaiknya digunakan. Silahkan saja pilih sesuai dengan kehendak masing-masing.
Beberapa tahun yang lalu, teman sejawat dari Universitas Bung Hatta, Padang, Ibu Rita Desfitri, M.ScSt, membuat makalah untuk digunakan dalam melatih guru-guru kelas 3 dan kelas 4 SD. Beliau saat ini sedang banyak melakukan perjalanan. Beberapa waktu yang lalu beliau pergi ke Thailand, dan kalau tidak salah, dalam waktu dekat juga akan bepergian ke New Delhi. Dengan membaca makalah tersebut, saya yakin banyak guru di kelas akan memiliki ide alternatif bagaimana membelajarkan perkalian dan pembagian bilangan di kelas masing-masing. Di samping pembelajaran biasanya, dia bisa membelajarkan dengan Papan atau Tulang Napier ini.
Kemarin beliau mengirimkan file-nya ke saya untuk dibagikan kepada kita semua para pemerhati pendidikan matematika di blog ini. Kalau Anda tertarik untuk membacanya, silahkan unduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
JAWABAN SOAL NO 3 HARI 1 OSN SMP NAS 2008
Soal-soal OSN Matematika jenjang SMP, sampai sementara ini lebih diarahkan kepada kemampuan bernalar dan kemampuan berkomunikasi. Semua materi yang diujikan ada di dalam jangkauan KTSP. Ini sesuai dengan permintaan Direktur Pembinaan SMP, Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Andaikata menyulitkan sekalipun, sebenarnya materinya telah dalam cakupan KTSP, hanya tingkat kesulitannya saja yang ditinggikan. Anak tidak bisa, dan dianjurkan tidak memakai rumus yang langsung jadi. Pemahaman konsep, kemampuan bernalar, dan kemampuan mengkomunikasikannya merupakan tuntutan dalam pengerjaan soal-soal OSN jenjang SMP. Sekalipun benar jawabannya, kalau prosesnya tidak jelas, dan dikomunikasikan dengan tidak baik, bisa jadi nilainya akan minimal sekali.
Untuk itu, tak jarang soal OSN memuat soal-soal yang sifatnya konseptual. Pada tahun 2008 kemarin, soal nomer 3 hari I berbunyi sebagai berikut:
Diberikan suatu soal berikut: "Setiap unsur dalam himpunan A = {10, 11, 12, ...,2008} dikalikan dengan setiap unsur dalam himpunan B = {21, 22, 23, ...,99}. Hasil-hasil kali itu selanjutnya dijumlahkan sehingga memberikan nilai X. Tentukan nilai X". Seseorang menjawab soal tersebut dengan cara mengalikan 2016991 dan 4740. Bagaimana kalian bisa menjelaskan bahwa cara orang itu masuk akal?
Pengerjaan soal ini sebenarnya menuntut anak mampu membaca soal itu dengan baik, dan mampu menguasai konsep perkalian. Soal ini memang soal untuk mengukur pemahaman konsep anak.
Mengapa dalam olimpiade ada soal semacam itu.
Menurut hemat penulis, setidak-tidaknya anak perlu dibelajarkan tentang konsep matematika dengan benar. Kita sebagai guru tidak boleh hanya mengajarkan prosedur atau metode matematikanya saja. Kalau anak hanya belajar prosedur, sangat dimungkinkan mereka tidak mampu menerapkan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Mereka mungkin tidak menyadari adanya terapan konsep matematika dalam suatu peristiwa kehidupan, dan karenanya mereka menghadapinya tidak secara matematis. Karena itu, mereka sangat perlu dibelajarkan tentang penguasaan konsep ini.
Di samping itu, kemahiran matematika seseorang, menurut penelitian Jeremy Killpatrick dkk, menuntut dimilikinya 5 macam kemampuan, yaitu: conceptual understanding, procedural fluency, adaptive reasoning, strategic competence, dan productive disposition. Pembelajaran konsep setidak-tidaknya bisa menambah bekal kemampuan untuk menjadi pemecah masalah yang baik. Tentu saja, tiga hal yang lain juga perlu dikembangkan.
Nach... kembali ke soal di atas, jawabannya sudah saya sediakan. Kalau Anda berkenan, silahkan unduh di sini.
Salam
Untuk itu, tak jarang soal OSN memuat soal-soal yang sifatnya konseptual. Pada tahun 2008 kemarin, soal nomer 3 hari I berbunyi sebagai berikut:
Diberikan suatu soal berikut: "Setiap unsur dalam himpunan A = {10, 11, 12, ...,2008} dikalikan dengan setiap unsur dalam himpunan B = {21, 22, 23, ...,99}. Hasil-hasil kali itu selanjutnya dijumlahkan sehingga memberikan nilai X. Tentukan nilai X". Seseorang menjawab soal tersebut dengan cara mengalikan 2016991 dan 4740. Bagaimana kalian bisa menjelaskan bahwa cara orang itu masuk akal?
Pengerjaan soal ini sebenarnya menuntut anak mampu membaca soal itu dengan baik, dan mampu menguasai konsep perkalian. Soal ini memang soal untuk mengukur pemahaman konsep anak.
Mengapa dalam olimpiade ada soal semacam itu.
Menurut hemat penulis, setidak-tidaknya anak perlu dibelajarkan tentang konsep matematika dengan benar. Kita sebagai guru tidak boleh hanya mengajarkan prosedur atau metode matematikanya saja. Kalau anak hanya belajar prosedur, sangat dimungkinkan mereka tidak mampu menerapkan konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari. Mereka mungkin tidak menyadari adanya terapan konsep matematika dalam suatu peristiwa kehidupan, dan karenanya mereka menghadapinya tidak secara matematis. Karena itu, mereka sangat perlu dibelajarkan tentang penguasaan konsep ini.
Di samping itu, kemahiran matematika seseorang, menurut penelitian Jeremy Killpatrick dkk, menuntut dimilikinya 5 macam kemampuan, yaitu: conceptual understanding, procedural fluency, adaptive reasoning, strategic competence, dan productive disposition. Pembelajaran konsep setidak-tidaknya bisa menambah bekal kemampuan untuk menjadi pemecah masalah yang baik. Tentu saja, tiga hal yang lain juga perlu dikembangkan.
Nach... kembali ke soal di atas, jawabannya sudah saya sediakan. Kalau Anda berkenan, silahkan unduh di sini.
Salam
Minggu, 11 Januari 2009
PANGKAT PECAHAN
Pecahan seringkali menimbulkan kesulitan belajar pada anak. Banyak hal dalam pecahan membuat permasalahan menjadi lebih sulit dari sekedar bilangan bulat.
Sebenarnyalah bahwa 1/2 sama dengan 2/4.
Akan tetapi, apakah sama x pangkat setengah dengan x pangkat 2/4. Begitu pula, 1/3 sama nilainya dengan 2/6. Tetapi, Apakah sama (-8) pangkat 1/3 dengan (-8) pangkat 2/6. Bukankah 1/3 sama dengan 2/6?
Nach... beberapa tahun yang lalu Dr. Swasono Raharjo bersama teman-teman dosen UM menerima kunjungan tamu dari MGMP Gresik. Di dalam pertemuan itu, salah satu materi yang dibahas adalah permasalahan pangkat rasional ini.
Beliau berkenan berbagi pemikiran dengan kita semua. Di dalam tulisan beliau yang sangat singkat, beliau melontarkan ide tentang pangkat pecahan ini. Tulisan tersebut sebenarnya ditujukan kepada para teman dosen, sehingga di bagian akhir tulisan, beliau meminta dosen yang lain untuk memberikan kritik dan saran. Akan tetapi, menurut saya, beliau tidak hanya meminta para dosen. Kita semua diminta untuk mengkritisinya. Tulisan itu cocok pula untuk dipublikasikan di dalam blog ini.
Nach. Berikut saya postingkan pikiran beliau. Silahkan di unduh di sini, dan tolong berikan komentar, kritik, atau saran.
Salam
Sebenarnyalah bahwa 1/2 sama dengan 2/4.
Akan tetapi, apakah sama x pangkat setengah dengan x pangkat 2/4. Begitu pula, 1/3 sama nilainya dengan 2/6. Tetapi, Apakah sama (-8) pangkat 1/3 dengan (-8) pangkat 2/6. Bukankah 1/3 sama dengan 2/6?
Nach... beberapa tahun yang lalu Dr. Swasono Raharjo bersama teman-teman dosen UM menerima kunjungan tamu dari MGMP Gresik. Di dalam pertemuan itu, salah satu materi yang dibahas adalah permasalahan pangkat rasional ini.
Beliau berkenan berbagi pemikiran dengan kita semua. Di dalam tulisan beliau yang sangat singkat, beliau melontarkan ide tentang pangkat pecahan ini. Tulisan tersebut sebenarnya ditujukan kepada para teman dosen, sehingga di bagian akhir tulisan, beliau meminta dosen yang lain untuk memberikan kritik dan saran. Akan tetapi, menurut saya, beliau tidak hanya meminta para dosen. Kita semua diminta untuk mengkritisinya. Tulisan itu cocok pula untuk dipublikasikan di dalam blog ini.
Nach. Berikut saya postingkan pikiran beliau. Silahkan di unduh di sini, dan tolong berikan komentar, kritik, atau saran.
Salam
Jumat, 09 Januari 2009
MENGUBAH SEGI 4 MENJADI SEGI 3
Beberapa waktu yang lalu, saya ditanya oleh seorang teman: "Bagaimana mengubah bangun segi empat menjadi bangun segitiga tanpa mengubah luasnya?". Saya tercenung sejenak bagaimana menjawabnya. Hal ini terjadi karena saya tidak pernah belajar ilmu ukur melukis. Kalau saya belajar ilmu ukur melukis, mungkin dengan mudah saya bisa menjawab pertanyaan itu.
Akan tetapi, saya tidak mau menyerah begitu saya. Saya mencoba mencari jawabnya dengan mereka-reka. Saya gambar sebuah segi 4 terlebih dahulu, kemudian saya coba hubung-hubungkan titik-titiknya sehingga terbentuk dua segitiga. Segera sesudah itu, dalam benak saya terpikirkan "Apa mungkin ya, segitiga yang satu ini kita transfer menjadi segitiga yang lain tanpa mengubah luasnya?".
Pertanyaan ini mengingatkan saya akan prinsip "dua segitiga dengan alas yang sama dan tinggi yang sama, meskipun bentuknya berbeda, memiliki luas yang sama juga". Prinsip ini mengingatkan saya bahwa kalau kita punya dua garis sejajar, maka jaraknya akan sama di mana pun. Karena itu, saya mencoba membuat garis sejajar dengan salah satu alas segitiga itu. Dari situ, ternyata saya bisa mempunyai segitiga lain yang memiliki luas yang sama dengan segitiga sebelumnya. Maka, dengan cara ini saya bisa menjawab pertanyaan teman tersebut.
Rupanya, dengan keberanian untuk menanggung resiko salah, pembuatan gambar tersebut ternyata membantu saya memecahkan masalah. Meskipun tidak pasti akan berlaku untuk masalah yang lain, tampaknya keberanian mencoba merupakan potensi positif untuk memecahkan masalah. Kata orang jawa "Kalah Cacak, Menang Cacak", artinya: apapun hasilnya, coba dulu.
Nach,teman-teman berani mencoba memecahkannya? Silahkan coba. Rasanya uraian di atas telah cukup "inspiring" untuk menemukan jawabannya.
Akan tetapi, saya sudah menyiapkan langkah-langkah pengerjaan soal tersebut dalam suatu power point. Kalau Anda berkenan mengenalinya, dan membandingkan dengan pekerjaan Anda, silahkan unduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Akan tetapi, saya tidak mau menyerah begitu saya. Saya mencoba mencari jawabnya dengan mereka-reka. Saya gambar sebuah segi 4 terlebih dahulu, kemudian saya coba hubung-hubungkan titik-titiknya sehingga terbentuk dua segitiga. Segera sesudah itu, dalam benak saya terpikirkan "Apa mungkin ya, segitiga yang satu ini kita transfer menjadi segitiga yang lain tanpa mengubah luasnya?".
Pertanyaan ini mengingatkan saya akan prinsip "dua segitiga dengan alas yang sama dan tinggi yang sama, meskipun bentuknya berbeda, memiliki luas yang sama juga". Prinsip ini mengingatkan saya bahwa kalau kita punya dua garis sejajar, maka jaraknya akan sama di mana pun. Karena itu, saya mencoba membuat garis sejajar dengan salah satu alas segitiga itu. Dari situ, ternyata saya bisa mempunyai segitiga lain yang memiliki luas yang sama dengan segitiga sebelumnya. Maka, dengan cara ini saya bisa menjawab pertanyaan teman tersebut.
Rupanya, dengan keberanian untuk menanggung resiko salah, pembuatan gambar tersebut ternyata membantu saya memecahkan masalah. Meskipun tidak pasti akan berlaku untuk masalah yang lain, tampaknya keberanian mencoba merupakan potensi positif untuk memecahkan masalah. Kata orang jawa "Kalah Cacak, Menang Cacak", artinya: apapun hasilnya, coba dulu.
Nach,teman-teman berani mencoba memecahkannya? Silahkan coba. Rasanya uraian di atas telah cukup "inspiring" untuk menemukan jawabannya.
Akan tetapi, saya sudah menyiapkan langkah-langkah pengerjaan soal tersebut dalam suatu power point. Kalau Anda berkenan mengenalinya, dan membandingkan dengan pekerjaan Anda, silahkan unduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
Kamis, 08 Januari 2009
A Trapezoid Problem
Pada waktu mendampingi guru-guru RSBI, saya memberikan sebuah soal trapesium. Soal ini mirip dengan soal jajaran genjang yang telah saya muat sebelumnya. Ternyata untuk menjawabnya, mereka mengalami kesulitan. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Soal yang saya berikan adalah sebagai berikut:
ABCD adalah sebuah trapesium, dengan AD sejajar BC.
Titik E dan F berturut-turut adalah titik tengah sisi AB dan sisi CD.
Titik P terletak pada garis EF di dalam trapesium tersebut.
Luas segitiga PAB adalah 3 satuan luas, dan luas segitiga PCD adalah 5 satuan luas.
Jika rasio panjang AD dan BC adalah 1 : 3, berapakah luas segitiga segitiga PAD?
Kalau Anda tertarik untuk menjawabnya terlebih dahulu tanpa mengintip jawabannya, tentu akan lebih baik. Tetapi kalau Anda tidak sabar untuk melihat jawabannya, ya sudah, silahkan unduh di sini.
Salam
Soal yang saya berikan adalah sebagai berikut:
ABCD adalah sebuah trapesium, dengan AD sejajar BC.
Titik E dan F berturut-turut adalah titik tengah sisi AB dan sisi CD.
Titik P terletak pada garis EF di dalam trapesium tersebut.
Luas segitiga PAB adalah 3 satuan luas, dan luas segitiga PCD adalah 5 satuan luas.
Jika rasio panjang AD dan BC adalah 1 : 3, berapakah luas segitiga segitiga PAD?
Kalau Anda tertarik untuk menjawabnya terlebih dahulu tanpa mengintip jawabannya, tentu akan lebih baik. Tetapi kalau Anda tidak sabar untuk melihat jawabannya, ya sudah, silahkan unduh di sini.
Salam
Selasa, 06 Januari 2009
Jawaban SOAL NO 2 HARI I OSN SMP NAS 2008
Soal no 2 hari I OSN Tingkat Nasional adalah sebagai berikut:
Alamat rumah di Jalan Bahagia hendak diberi nomor dengan aturan sebagai berikut. Satu sisi jalan dinomori dengan nomor bilangan genap berurutan mulai dari nomor 2. Sisi seberangnya dinomori dengan nomor ganjil mulai dari nomor 3. Pada deretan rumah bernomor genap, terdapat beberapa tanah kosong yang belum dibangun rumah. Rumah pertama yang bernomor 2 memiliki tetangga di sebelahnya. Pada waktu pengurus RT memesan nomor-nomor rumah tersebut, diketahui biaya pembuatan setiap digitnya adalah Rp12.000,- . Untuk itu, total biaya yang harus dikeluarkan adalah Rp1.020.000,-. Diketahui pula bahwa biaya seluruh nomor rumah sisi genap Rp132.000,- lebih murah dibanding sisi ganjil. Apabila tanah kosong nanti sudah dibangun rumah, banyaknya rumah di sisi genap dan ganjil adalah sama. Tentukan banyaknya rumah yang sekarang telah ada di Jalan Bahagia tersebut
Apa yang pertama kali terbetik ketika kita dihadapkan dengan soal semacam ini?
Tentunya, masing-masing orang akan memiliki respons berbeda. Akan tetapi, yang jelas, kalau kita ingin menjawab soal ini, maka kita harus memiliki kemampuan membaca pemahaman yang baik. Tanpa kemampuan membaca pemahaman yang baik, sangat mungkin kita sudah frustasi terlebih dahulu. Jangankan terselesaikan, menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan pun tidak dapat dilakukan. Karena itu, sangat penting sekali pembelajaran membaca itu dilakukan.
Pembelajaran membaca jangan hanya dibebankan kepada mata pelajaran bahasa Indonesia. Di dalam mata pelajaran matematika pun, kita harus membantu anak belajar membaca pemahaman. Tentu ada bedanya, karena matematika itu memiliki karakteristik yang unik.
Baiklah....
Bagaimana jawaban dari soal tersebut?.
Ada satu jawaban yang saya sediakan dalam blog ini. Kalau Anda tertarik untuk mengetahuinya, saya persilahkan unduh di sini. Semoga memberikan manfaat.
Salam
Alamat rumah di Jalan Bahagia hendak diberi nomor dengan aturan sebagai berikut. Satu sisi jalan dinomori dengan nomor bilangan genap berurutan mulai dari nomor 2. Sisi seberangnya dinomori dengan nomor ganjil mulai dari nomor 3. Pada deretan rumah bernomor genap, terdapat beberapa tanah kosong yang belum dibangun rumah. Rumah pertama yang bernomor 2 memiliki tetangga di sebelahnya. Pada waktu pengurus RT memesan nomor-nomor rumah tersebut, diketahui biaya pembuatan setiap digitnya adalah Rp12.000,- . Untuk itu, total biaya yang harus dikeluarkan adalah Rp1.020.000,-. Diketahui pula bahwa biaya seluruh nomor rumah sisi genap Rp132.000,- lebih murah dibanding sisi ganjil. Apabila tanah kosong nanti sudah dibangun rumah, banyaknya rumah di sisi genap dan ganjil adalah sama. Tentukan banyaknya rumah yang sekarang telah ada di Jalan Bahagia tersebut
Apa yang pertama kali terbetik ketika kita dihadapkan dengan soal semacam ini?
Tentunya, masing-masing orang akan memiliki respons berbeda. Akan tetapi, yang jelas, kalau kita ingin menjawab soal ini, maka kita harus memiliki kemampuan membaca pemahaman yang baik. Tanpa kemampuan membaca pemahaman yang baik, sangat mungkin kita sudah frustasi terlebih dahulu. Jangankan terselesaikan, menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan pun tidak dapat dilakukan. Karena itu, sangat penting sekali pembelajaran membaca itu dilakukan.
Pembelajaran membaca jangan hanya dibebankan kepada mata pelajaran bahasa Indonesia. Di dalam mata pelajaran matematika pun, kita harus membantu anak belajar membaca pemahaman. Tentu ada bedanya, karena matematika itu memiliki karakteristik yang unik.
Baiklah....
Bagaimana jawaban dari soal tersebut?.
Ada satu jawaban yang saya sediakan dalam blog ini. Kalau Anda tertarik untuk mengetahuinya, saya persilahkan unduh di sini. Semoga memberikan manfaat.
Salam
Senin, 05 Januari 2009
METODE SILIH TANYA
Metode Silih Tanya? Binatang apa itu?
Teman-teman sekalian. Wajar kalau kita tidak kenal dengan metode ini, karena barang ini memang merupakan barang baru. Dr. Subanji baru-baru ini mengembangkan suatu metode pembelajaran yang disebutnya dengan istilah "Metode Silih Tanya". Menurut beliau, metode silih tanya ini bisa dijadikan sebagai suatu alternatif dalam pembelajaran matematika, karena memiliki empat karakteristik yang dapat mendorong siswa untuk berpikir kreatif dan belajar secara menyenangkan. Empat karakteristik tersebut antara lain:
(1) problem posing,
(2) cooperative,
(3) competitive, dan
(4) permainan/game.
Metode silih tanya telah dikembangkan menjadi 4 (empat) model, yaitu:
(1) kompetisi biasa (individu),
(2) kompetisi berjenjang,
(3) kompetisi kelompok, dan
(4) kompetisi gugur bersemi.
Beliau berkenan berbagi ide di dalam blog ini. Beliau menyediakan makalah untuk itu. Anda tertarik untuk mengkajinya secara lebih mendalam? Silahkan unduh di sini.
Salam
Minggu, 04 Januari 2009
MERENCANAKAN TINDAKAN DALAM PTK CONFIRMATORY
Sebelumnya telah dikemukakan tentang dua jenis PTK, yaitu Confirmatory and Exploratory Classroom Action Research.
PTK Exploratory terjadi jika alternatif tindakan yang mengikuti tindakan sebelumnya masih belum disusun sama sekali. Peneliti sangat mengandalkan kepada kepada hasil refleksi dan tidak "berani" mengambil alternatif terlebih dahulu. Alternatif tindakan diputuskan setelah melihat kenyataan atau fakta dalam pelaksanaan tindakannya. Meskipun sangat dimungkinkan peneliti juga sudah memiliki khazanah ilmu pengetahuan yang kaya, tetapi dia tidak mau "berhandai-handai" atau membayangkan tindakan berikutnya. Tindakan berikutnya ditentukan secara kontekstual sesuai dengan fakta yang terjadi.
PTK Confirmatory terjadi alternatif tindakan yang mengikuti tindakan sebelumnya telah dirancang sedemikian rupa sehingga peneliti tinggal melakukan korfimasi, mana dari alternatif tindakan itu yang memberikan hasil terbaik.Ini terjadi jika peneliti sudah memiliki khazanah ilmu pengetahuan yang kaya sehingga bisa memikirkan kelemahan dari tindakan sebelumnya dan merancang alternatif perbaikannya.Alternatif tindakannya ditentukan secara konseptual terlebih dahulu.
Meskipun demikian, di dalam PTK Confirmatory pun, harus tetap ada refleksi. Refleksi adalah kunci dari pelaksanaan PTK. Tanpa refleksi, penelitian itu tidak dapat dikategorikan sebagai PTK.
Saya pernah memberikan pelatihan PTK kepada beberapa orang guru, bukan hanya matematika. Saya memberikan beberapa contoh alternatif tindakan yang dapat dikembangkan oleh guru dalam melaksanakan PTK hanya berdasarkan ilmu dan wisdom yang intuitif yang dimiliki guru. Saya lakukan hal ini, karena saya ingin menghargai ilmu pengetahuan guru yang belum diformalkan (belum diteliti secara ilmiah). Saya ingin mengakui bahwa mereka sebenarnya sudah memiliki ilmu pengetahuan, dan wisdom yang tinggal dijustifikasi saja. Alternatif tindakan pun dikembangkan atas dasar ilmu dan wisdom mereka yang intuitif tersebut.
Anda tertarik untuk mengetahuinya? Silahkan unduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
PTK Exploratory terjadi jika alternatif tindakan yang mengikuti tindakan sebelumnya masih belum disusun sama sekali. Peneliti sangat mengandalkan kepada kepada hasil refleksi dan tidak "berani" mengambil alternatif terlebih dahulu. Alternatif tindakan diputuskan setelah melihat kenyataan atau fakta dalam pelaksanaan tindakannya. Meskipun sangat dimungkinkan peneliti juga sudah memiliki khazanah ilmu pengetahuan yang kaya, tetapi dia tidak mau "berhandai-handai" atau membayangkan tindakan berikutnya. Tindakan berikutnya ditentukan secara kontekstual sesuai dengan fakta yang terjadi.
PTK Confirmatory terjadi alternatif tindakan yang mengikuti tindakan sebelumnya telah dirancang sedemikian rupa sehingga peneliti tinggal melakukan korfimasi, mana dari alternatif tindakan itu yang memberikan hasil terbaik.Ini terjadi jika peneliti sudah memiliki khazanah ilmu pengetahuan yang kaya sehingga bisa memikirkan kelemahan dari tindakan sebelumnya dan merancang alternatif perbaikannya.Alternatif tindakannya ditentukan secara konseptual terlebih dahulu.
Meskipun demikian, di dalam PTK Confirmatory pun, harus tetap ada refleksi. Refleksi adalah kunci dari pelaksanaan PTK. Tanpa refleksi, penelitian itu tidak dapat dikategorikan sebagai PTK.
Saya pernah memberikan pelatihan PTK kepada beberapa orang guru, bukan hanya matematika. Saya memberikan beberapa contoh alternatif tindakan yang dapat dikembangkan oleh guru dalam melaksanakan PTK hanya berdasarkan ilmu dan wisdom yang intuitif yang dimiliki guru. Saya lakukan hal ini, karena saya ingin menghargai ilmu pengetahuan guru yang belum diformalkan (belum diteliti secara ilmiah). Saya ingin mengakui bahwa mereka sebenarnya sudah memiliki ilmu pengetahuan, dan wisdom yang tinggal dijustifikasi saja. Alternatif tindakan pun dikembangkan atas dasar ilmu dan wisdom mereka yang intuitif tersebut.
Anda tertarik untuk mengetahuinya? Silahkan unduh di sini. Semoga bermanfaat.
Salam
KARAKTERISTIK PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Penelitian Tindakan Kelas (PTK)atau Classroom Action Research (CAR) merupakan salah satu cara yang dapat digunakan oleh para guru untuk mencari inovasi pembelajaran secara sistematis, obyektif, dan kontekstual. Dengan PTK, guru bisa tetap menjalankan pembelajaran seperti biasa, sambil melakukan penelitian terhadap inovasi yang dijalankannya. Karena itu, mengenali PTK dengan baik merupakan potensi keunggulan dari seorang guru.
Menurut hemat penulis, PTK dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu PTK Confirmatory dan PTK Exploratory. PTK Confirmatory terjadi jika alternatif tindakan yang akan menyertai tindakan sebelumnya sudah dirancang, dan peneliti tinggal mengkonfirmasikan tindakan mana yang lebih menjanjikan hasil lebih baik. PTK Exploratory terjadi jika alternatif tindakan masih menunggu hasil analisis dan refleksi terhadap tindakan sebelumnya. Belum ada alternatif tindakan berikutnya.
Saya memiliki bahan yang mungkin bisa Anda baca. Anda tertarik? Silahkan unduh di sini.
Salam
Menurut hemat penulis, PTK dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu PTK Confirmatory dan PTK Exploratory. PTK Confirmatory terjadi jika alternatif tindakan yang akan menyertai tindakan sebelumnya sudah dirancang, dan peneliti tinggal mengkonfirmasikan tindakan mana yang lebih menjanjikan hasil lebih baik. PTK Exploratory terjadi jika alternatif tindakan masih menunggu hasil analisis dan refleksi terhadap tindakan sebelumnya. Belum ada alternatif tindakan berikutnya.
Saya memiliki bahan yang mungkin bisa Anda baca. Anda tertarik? Silahkan unduh di sini.
Salam
Kamis, 01 Januari 2009
SEJAUH MANA SIFAT BILANGAN PERLU DIPELAJARI?
Apa yang terlintas ketika kita mendengar kata “Sifat-Sifat Bilangan”?. Kebanyakan dari kita para guru, dan juga para siswa, akan menyatakan beberapa sifat berikut:
1. Penjumlahan dan perkalian bilangan bersifat komutatif
2. Perkalian bersifat distributif terhadap penjumlahan dan pengurangan
3. Setiap bilangan jika dikalikan dengan 0 hasilnya selalu 0
4. Setiap bilangan jika dikalikan 1 hasilnya tetap bilangan itu sendiri
5. Setiap bilangan jika ditambahkan 0 hasilnya tetap bilangan itu sendiri
Menurut hemat penulis, membatasi sifat-sifat bilangan hanya pada sifat-sifat 1 s/d 5 ini, sebenarnya sah-sah saja. Hanya saja, penguasaan sifat-sifat ini masih kurang membantu siswa mampu menjadi pemecah masalah yang baik. Untuk bisa menjadi pemecah masalah yang baik, siswa perlu menguasai sifat bilangan ditinjau dari sudut struktur himpunan bilangannya, tetapi juga dari ke-unique-an masing-masing unsurnya. Bagian pertama merupakan kajian dalam Struktur Aljabar, sedang yang kedua merupakan kajian dalam Teori Bilangan.
Terkait dengan perlunya anak menggali sifat-sifat bilangan dari sudut pandang Teori Bilangan, maka Guru perlu merancang tugas belajar yang mendorong terciptanya eksplorasi sifat bilangan dari sudut pandang kekhasan strukturnya, serta sudut pandang karakteristik unsur-unsurnya.
Penulis sempat menulis artikel pendek tentang hal ini, dikaitkan dengan pentingnya belajar sifat bilangan dalam pembuktian. Anda tertarik membacanya, silahkan unduh di sini.
Salam
1. Penjumlahan dan perkalian bilangan bersifat komutatif
2. Perkalian bersifat distributif terhadap penjumlahan dan pengurangan
3. Setiap bilangan jika dikalikan dengan 0 hasilnya selalu 0
4. Setiap bilangan jika dikalikan 1 hasilnya tetap bilangan itu sendiri
5. Setiap bilangan jika ditambahkan 0 hasilnya tetap bilangan itu sendiri
Menurut hemat penulis, membatasi sifat-sifat bilangan hanya pada sifat-sifat 1 s/d 5 ini, sebenarnya sah-sah saja. Hanya saja, penguasaan sifat-sifat ini masih kurang membantu siswa mampu menjadi pemecah masalah yang baik. Untuk bisa menjadi pemecah masalah yang baik, siswa perlu menguasai sifat bilangan ditinjau dari sudut struktur himpunan bilangannya, tetapi juga dari ke-unique-an masing-masing unsurnya. Bagian pertama merupakan kajian dalam Struktur Aljabar, sedang yang kedua merupakan kajian dalam Teori Bilangan.
Terkait dengan perlunya anak menggali sifat-sifat bilangan dari sudut pandang Teori Bilangan, maka Guru perlu merancang tugas belajar yang mendorong terciptanya eksplorasi sifat bilangan dari sudut pandang kekhasan strukturnya, serta sudut pandang karakteristik unsur-unsurnya.
Penulis sempat menulis artikel pendek tentang hal ini, dikaitkan dengan pentingnya belajar sifat bilangan dalam pembuktian. Anda tertarik membacanya, silahkan unduh di sini.
Salam
Langganan:
Postingan (Atom)
Arsip Blog
-
▼
2009
(67)
-
▼
Januari
(20)
- METODE PEMECAHAN MASALAH
- MODEL PEMBELAJARAN
- CHARACTER BUILDING MELALUI OSN
- JAWABAN SOAL NO 5 HARI 1 OSN SMP NAS 2008
- FIRST PRINCIPLES OF INSTRUCTION
- MEAN MEDIAN ATAU MODUS: YANG MANA?
- KONSEP HIMPUNAN
- JAWABAN SOAL NO 4 HARI 1 OSN SMP NAS 2008
- PAKEM: APA MAKSUDNYA?
- COGNITIVE LOAD THEORY
- PEMANFAATAN PAPAN ATAU TULANG NAPIER
- JAWABAN SOAL NO 3 HARI 1 OSN SMP NAS 2008
- PANGKAT PECAHAN
- MENGUBAH SEGI 4 MENJADI SEGI 3
- A Trapezoid Problem
- Jawaban SOAL NO 2 HARI I OSN SMP NAS 2008
- METODE SILIH TANYA
- MERENCANAKAN TINDAKAN DALAM PTK CONFIRMATORY
- KARAKTERISTIK PENELITIAN TINDAKAN KELAS
- SEJAUH MANA SIFAT BILANGAN PERLU DIPELAJARI?
-
▼
Januari
(20)