MAHKOTA DEWA

MAHKOTA DEWA
Inilah gambar dari Mahkota Dewa... Tanaman ini dipercaya banyak menyembuhkan penyakit... Nach... Apakah ada di antara teman-teman yang memilik data tentang pertumbuhannya? Adakah model matematika yang bisa kita kembangkan dari data-data itu? ... Kalau pun tidak... apakah mungkin kita bisa belajar matematika daripadanya?

Selasa, 20 Januari 2009

MEAN MEDIAN ATAU MODUS: YANG MANA?

Beberapa waktu yang lalu saya berkunjung ke Melbourne Australia (sudah cukup lama sich). Namun demikian ada satu hal yang berkesan...

Saya mengunjungi satu sekolah dan gurunya waktu itu mengajarkan statistik. Beliau memulai dengan memberikan pertanyaan kepada para siswa sebagai berikut.

"Ada sebuah perusahaan dengan pegawai sebanyak 10 orang. Satu orang sebagai pemimpin perusahaan itu digaji sebesar 10.000 dollar setiap bulannya, sedang 9 orang lainnya digaji 1000 dolar per bulan. Di antara Mean, Median, dan Modus, menurut kalian mana yang paling tepat digunakan untuk menyatakan average (ukuran rata-rata) gaji orang di dalam perusahaan tersebut?"

Setelah pertanyaan itu cukup jelas dipahami oleh anak, beliau kemudian menerapkan model TPS (Think Pair Share). Anak-anak mula-mula diminta untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan itu secara individual (tahap T = Think). Anak-anak diminta untuk memikirkan jawaban dan alasannya dengan baik. Mereka diminta untuk menuliskan jawabannya di secarik kertas.

Setelah kurang lebih 5 menit, anak-anak diminta untuk berpasang-pasangan. Mereka diminta untuk bergantian menyampaikan pemikiran masing-masing. Setelah itu, mereka berdiskusi untuk menentukan mana di antara pikiran itu yang cocok untuk menjadi jawaban pasangan tersebut. Kalau tidak ada yang cocok, mereka juga diperkenankan untuk mencari jawaban yang lain, di luar jawaban mereka berdua. (tahap P = Pair) Mereka juga diminta untuk menuliskan hasil diskusi lengkap dengan alasannya.

Setelah kurang lebih 15 menit berdiskusi, beberapa pasangan diminta untuk menyajikan hasil pemikiran mereka ke kelas (tahap S = Sharing). Anak yang lain diminta untuk memberikan tanggapan, komentar, dan kritik kepada penyaji.

Umumnya mereka mampu menemukan nilai dari median, modus, dan mean data tersebut. Namun demikian, di antara mereka ada yang memilih median dan modus sebagai nilai rata-rata, dan ada pula yang memilih mean sebagai nilai rata-ratanya. Jawaban dari siswa tersebut tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh guru. Karena itu, si guru kemudian memberikan melakukan intervensi dengan mengajukan serangkaian pertanyaan tentang jawaban soal tersebut kepada siswa secara klasikal.

Sebelum saya memberikan jawaban si guru, menurut teman-teman, mana pilihan jawaban yang seharusnya? Mean? Median? Modus? Silahkan pilih sendiri.

Namun demikian, si Guru tersebut memberikan pertanyaan yang cerdas. Beliau bertanya begini:

"Andaikan kalian sebagai pegawai di tempat itu, dan kalian tentunya ingin mendapatkan gaji yang tinggi. Apakah kalian akan memilih median dan modus sebagai rata-rata gaji di perusahaan itu? Mengapa?"

Sebaliknya.

"Andaikan kalian adalah pemilik perusahaan itu dan ingin menarik minat pegawai dengan menyatakan bahwa rata-rata gaji di tempat itu tinggi. Mana yang akan kalian pilih: Mean atau median dan modusnya?"

Dengan pertanyaan tersebut, para siswa melihat bahwa "KEPENTINGAN" bisa menentukan pemilihan statistik yang "COCOK". Rata-rata gaji pegawai di perusahaan itu sangat bergantung kepada siapa yang berkepentingan.... ha ha... smart sekali

Pengalaman ini sungguh berkesan dalam hati penulis. Seumur-umur, dalam pelajaran statistik, penulis paling-paling hanya diminta oleh guru untuk menghitung dan menentukan median, modus, dan mean dari data. Penulis tidak pernah diminta untuk melakukan kajian seperti itu.

Penulis jadi teringat akan dimensi ke-3 dari Dimensions of Learning ala Marzano, yaitu "extend and refine knowledge". Menurut hemat penulis, apa yang dilakukan oleh guru ini adalah salah satu bentuk dari upaya untuk "extend and refine knowledge" tersebut.

Rasa-rasanya kita jarang melakukan hal yang demikian. Karenanya pantas kalau kita tidak "CERDAS" secara kontekstual. Mungkin penguasaan matematika kita baik, tetapi kita sering "dikibuli", sadar atau tidak sadar.

Mari kita bangkit. Mari kita ciptakan pembelajaran yang "MENCERDASKAN", yaitu pembelajaran yang bukan hanya dimaksudkan untuk "MEMANDAIKAN" atau "Mencapai NILAI UAN yang tinggi", tetapi juga mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis,dan kreatif. Semoga tulisan singkat ini bermanfaat bagi kita semua.

Salam

Tidak ada komentar: